Part 39, Bukan siapa- siapa

36 3 13
                                    

Alan tak henti- hentinya tertawa saat melihat Aura justru terdiam diatas motor Alan. Aura seperti bingung dan takut ketika dilihat dari luar, rumah Alan dipenuhi banyak orang. Aura pikir, yang dimaksud keluarga oleh Alan itu hanya Mamanya dan Kakek- neneknya. Tidak sebanyak sekarang yang terdiri dari paman, tante, om dan ponakan. Hanya dari luar saja sudah membuat nyali Aura menciut.

"Yakin gak?" tanya Alan terkekeh geli apalagi saat melihat Aura yang awalnya maju kembali mundur.

"Kalo gak yakin boleh pulang?" tanya balik Aura yang dibalas gelengan oleh Alan.

"Gak boleh. Emang mau pulang sama siapa?" Alan bertanya lagi membuat Aura terdiam. Arga mungkin saja tidak mau. Mau- mau saja jika dipaksa tapi malu juga jika tadi terlihat yakin justru sekarang malah meminta pulang.

"Ayoo, yakin, Ra." Alan meyakinkan Aura seraya menggenggam jemari Aura.

"Tarik nafas dulu," saran Alan seraya terkekeh. Alan yang terus- terusan menahan tawa membuat Aura memukul lengannya. Tapi Aura tetap melakukan apa yang disarankan oleh Alan.

"Buang," perintah Alan setelah beberapa detik Aura menahan nafas.

"Udah tenang?" tanya Alan kemudian.

Aura berusaha tertawa sedikit seraya menjawab, "sedikit."

"Yuk," ajak Alan.

Aura berusaha mantab. Ia berusaha yakin berjalan di samping Alan dengan Alan yang menggenggam tangannya. Sampai di depan pintu, jantung Aura langsung berdetak keras. Apalagi saat Alan mengucapkan salam lalu semua orang menjawabnya seraya menoleh kearah Alan. Tolehan kepala tidak hanya kepada Alan, tapi juga kepada Aura. Sekarang Aura merasa seperti ditelanjangi di depan keluarga Alan. Apalagi saat semua orang terdiam menatapnya.

"Aura... Sini duduk." Mama Alan membuka suara menyelamatkan Aura dari pandangan anggota keluarga lain.

"Pacarnya Alan?" tanya salah satu wanita paruh baya yang Aura tidak tau namanya dan Aura belum tau silsilahnya dengan Alan.

"Iya, cantik kan?" jawab Mama Alan yang membuat Aura lantas menoleh kearah Alan. Alan hanya tersenyum tipis. Alan ikut duduk sedikit jauh dari Aura. Alan duduk bersama dengan saudara laki- laki dan pria paruh baya yang berada di kursi panjang. Aura duduk bersama ibu- ibu.

"Cantikan Anak saya dong. Iyakan, Lan?" Wanita paruh baya itu menunjuk wanita di sampingnya yang sepertinya seumuran dengan Aura atau mungkin dibawah Aura satu tahun.

"Namanya juga wanita, cantik semua." Laki- laki sedikit tua yang sepertinya Kakek Alan ikut bersuara.

"Iya, Cantik kan relatif." Alan ikut bersuara dengan tersenyum manis menatap Aura. Sekarang, Aura sedikit yakin dan percaya diri dengan beberapa dukungan.

"Lo duluan apa gue duluan, Lan?" Satu cowok di dekat Alan bersuara. Umurnya seperti sama dengan Alan.

"Gue," jawab Alan seraya tertawa. Semua langsung ikut tertawa mendengar kejujuran Alan yang seperti yakin mendahului. Mama Alan yang memang berada di samping Aura langsung menepuk- nepuk bahu Aura.

"Alan pengen nikah muda. Lulus S1, kerja satu bulan terus nikah," bisik Mama Alan terkekeh geli. Jantung Aura langsung berdetak tak karuan. Ia menoleh dengan kaget. Mama Alan justru tertawa, kemudian Aura menoleh kearah Alan. Alan lagi- lagi hanya tersenyum tipis dari jauh. Walau Alan baru kuliah satu tahun, tetap saja Aura terkejut. Pertanyaannya, Apa nanti bisa bersama Aura?

Obrolan langsung mengalir begitu saja. Tidak ada yang membahas atau menanyai hal pribadi Aura. Aura lebih banyak menyimak dan berbicara ketika ditanyai pendapat saja.

Jarum jam menunjukkan pukul 9, beberapa keluarga ada yang berpamitan. Tapi ada juga yang masih di tempat. Wanita paruh baya beserta anak perempuannya yang tadi bersuara, kakek dan nenek Alan, juga cowok yang seumuran dengan Alan.

Tentang LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang