13 | Pertolongan

Începe de la început
                                    

          Irene sudah tidak tahan lagi. Rasanya ingin sekali menerobos toilet, tetapi saat ini ia berada di ujung kantin dan jaraknya sangat jauh. Maka, tergesa ia menduduki kursi terdekat. Terburu-buru ia membuka tutup botol sambil menahan dorongan kuat dari dalam mulutnya. Ia menenggak air mineral, mengatur napas secara konstan, lalu mengeluarkan obat mag dari saku rok. Lambung dan pernapasannya mulai membaik setelah meminum obat itu. Selagi menutup botol dengan satu tangan, ia mengusap perut yang sudah sangat terasa lapar. Padahal tadi ia sudah mengantre cukup lama dan sangat senang saat akhirnya hampir menyantap makanan itu. Tapi ... sayang sekali, ia harus memulai antrean lagi dari awal.

          "Kamu cewek yang waktu itu, kan?"

          Cepat Irene mendongak. Ia termangu lantaran pemuda itu, yang sempat tanpa sengaja ia tumpahi mocktail, menjatuhkan bokong pada kursi persis di hadapannya. Pemuda itu melipat lengan di atas meja, menatap lurus padanya. Irene tidak berani mengartikan seperti apa tatapan itu karena ia benar-benar tidak mau melihat. Ia sudah sibuk dengan lambung, sibuk dengan rasa lapar, dan sibuk dengan diri sendiri yang tak bisa melawan saat ditindas Rosalind. Sekarang, ditambah kemunculan orang ini. Ia betul-betul merasa dikutuk hari ini.

          Pemuda itu tidak bicara lagi setelah pertanyaan tadi. Irene mengira-ngira apakah ia butuh menjawab. Ia membuka mulut, dan merasa tidak punya pilihan selain kembali mengucapkan kata yang sudah diperingatkan oleh Karen untuk tak begitu sering diucapkan, "Maaf ... waktu itu aku—"

          Decakan Ray mendiamkan Irene. Bahkan terdengar lebih jelas dan tegas dari sekadar ungkapan kalimat yang bertele-tele. "Saya bosan cuma dengar kamu minta maaf melulu."

          Irene tak mengerti maksud dari penekanan kata 'cuma'. Belum sempat berpikir, Ray segera bangkit memutari meja dan menarik lengannya, menuntunnya-atau lebih tepat disebut menyeretnya-ke kedai di sebelah penyedia Lapis Palaro. Dengan satu tangan yang kokoh itu, Ray mengambil nampan berisi sepiring Ikan Kuah Pala Banda26) lengkap dengan nasi dan botol air mineral, juga ada tambahan Bubur Ne27). Ia bawa Irene ke hadapan meja Rosalind.

          "Permisi, nona-nona cantik. Apa kami boleh gabung?"

          Irene bisa melihat bagaimana Rosalind serta dayang-dayangnya berbinar ketika disebut 'cantik' oleh suara maskulin Ray. Tetapi begitu mereka menoleh-hampir-hampir antusias, binaran itu meredup saat mendapati Irene, menjadi orang yang diajak oleh Ray. Terutama Rosalind yang langsung memfokuskan diri lagi pada Lapis Palaro yang sebetulnya milik Irene. Kedua temannya sudah bersiap untuk mengangguk meski ragu, tapi Rosalind segera menyahut, "Kami agak terganggu kalau ada orang lain di sini. Kalian cari aja tempat lain. Masih banyak kan yang kosong." Rosalind mengatakan itu tanpa melihat ke sekeliling. Ia yakin masih banyak tempat dan mereka tidak harus memilih untuk makan di sini. Tidak, jika Ray masih bersama dengan Irene. Ia jelas benar-benar terganggu dengan gadis itu.

          Helaan kecewa terdengar dari pernapasan Ray. Tapi ia tak gentar. Ia lepaskan genggamannya pada lengan Irene, berjalan sendiri memutari meja dan duduk di sebelah gadis tinggi yang berada di antara ia dengan Rosalind. Gadis itu melirik canggung pada Ray, lalu pada Rosalind yang terlihat kesal menyantap Lapis Palaro.

          "Maaf kalau saya lancang. Tapi ... saya betul-betul pengin jadi teman kalian."

          Setelah menaruh nampan di atas meja, Ray menyuruh Irene untuk duduk di hadapannya—di samping Ziva—dengan gerakan tangan. Irene pelan-pelan melangkah. Ragu-ragu menjatuhkan bokong di sana, agak berjarak dari Ziva. Atmosfer di sekelilingnya terasa panas sampai rasanya tak bisa mengangkat wajah.

          "Ini buat kamu." Ray letakkan sepiring Ikan Kuah Pala Banda di depan wajah Irene. Sepiring nasi ia serahkan kemudian, juga botol air mineral. "Kamu makan ikannya aja, ya. Kalau bisa kuahnya jangan sampai kebawa. Soalnya setau saya, rasanya itu agak pedas dan asam. Mudah-mudahan sih aman kalau cuma makan ikannya, jadi mag kamu nggak kumat lagi. Nah, kalau saya makan bubur ini." Ray mengaduk-ngaduk Bubur Ne. Irene merasa seperti ada kebahagiaan janggal di wajah pemuda itu. "Kamu nggak boleh makan yang ini karena banyak santannya. Jadi biar buat aku aja. Begini doang juga enak kok. Kalau nggak kenyang, gampanglah bisa beli yang lain."

KATASTROFEUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum