Playful Couple 19

540 45 1
                                    

"Ikut gue!" Erika memaksaku.

"Gak mau, gue gak mau!"

PLAK!

Aku mengelus pipi kiriku. Ya, Erika baru saja menamparku. Dia pasti punya alasan yang kuat untuk menamparku, aku menyadarinya. Erika tidak akan berbuat seperti ini. Aku sudah keterlaluan.

"Maaf, Dra," kata Erika tertunduk.

"Gue ngerti, Ka. Gue ke tempat Calvin sekarang. Bang Yoga di sana, kan?"

Mempermainkan perasaan sendiri, perasaan Calvin, bahkan perasaan Yoga itu tidak menyenangkan tapi menyakitkan. Aku tidak bisa memaksakan semua hal seperti yang aku inginkan. Ini tentang kami bukan hanya aku.

Lorong gelap dan diterangi lampu seadanya menuju rumah Calvin. Banyak kenangan di sini. Erika menggenggam tanganku, memberikanku kekuatan berjalan di lorong ini.

"Bang Yoga, Calvin," kataku pelan saat berada di depan rumah Calvin. Melihat mereka duduk berdua di ruang tamu itu.

"Rendra!" Kata Calvin sedikit terkejut.

"Duduk di sini, Dra." Yoga mempersilahkanku, dan Erika berjalan keluar setelah memberikan senyuman kepada Yoga dan Calvin. Dia meninggalkan kami untuk menyelesaikan semua di sini.

Aku duduk di antara Yoga dan Calvin. Yoga di sampingku dan Calvin di depanku. Aku terdiam di sini, posisiku sekarang sebagai orang yang ada di antara mereka. Memulai masalah baru untuk kepentinganku.

"Ngomong, Dra. Selesain sekarang," kata Yoga.

"Bang ..." Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan setiap emosi yang seakan meluap pecah di dadaku. 

"Sekarang abang minta lu jujur, Dra. Hentikan permainan bodoh lu ini. Abang gak suka lu nyakitin diri lu sendiri, dan sekarang lu mulai menyakiti orang lain!"

Aku melihat tatapan tajam Yoga. Dia serius, sangat serius dengan ucapannya. Calvin hanya menunjukkan sikap diam dan raut sedih.

"Maaf, maaf dan maaf bang Yoga, Vin. I'd try my best for us, walaupun semua berakhir seperti ini. Sekarang gue merasa dalam posisi yang sulit, bang. Gue tau apa yang terjadi dengan abang dan Calvin. Gue merasa jika memaksakan perasaan gue pada Calvin, abang pasti ngalah dan terluka, gue nggak mau itu. Tapi di sisi lain jika gue menginginkan abang dan Calvin bersama, abang pasti tetap akan ngalah kan?"

"Apa kamu nggak mikirin perasaanku, Dra?"

"Bukan gitu, Vin. Cuma ..."

Aku kembali terdiam. Yoga dan Calvin pun tertunduk, sepi, terasa sepi di sini.

"Besok abang balik ke Singapura. Ini semua udah cukup. Kalian selesaikan berdua!" Yoga pergi melangkah keluar.

"Bang Yoga!"

Yoga tidak menggubris panggilanku.

"Dra!" Panggil Calvin "Jadi apa keputusanmu?! Apa yang kamu mau?"

Aku tidak tahu apa yang aku inginkan, apa yang harus aku lakukan.

"Dra! Kamu harus tau sesuatu. Aku masih merasa bersalah membawamu ke dunia ini, walaupun kamu mengatakan aku nggak memaksamu menyukaiku, dan kamu nggak keberatan dengan kodisi seperti ini, tapi terkadang rasa bersalah ini nggak mau lepas dariku. Kedatangan Yoga, membawaku menjadi diriku yang dulu. Aku, Riki dan dia sekarang sama seperti aku, kamu dan dia."

"Vin, kalau harus memilih kamu akan memilih siapa? Aku atau bang Yoga?"

"Kita di hadapkan dalam suasana yang nggak menyenangkan ya, Dra. Sama sepertimu, banyak pertimbangan untuk mengambil keputusan. Kamu nggak terlambat untuk keluar dari dunia yang aku pilih."

Aku melihat Calvin menitikan air matanya. Aku melihat Calvin tersedu dengan kondisi yang aku ciptakan. Aku melukai Calvin.

Tegar. Ya, aku harus lebih tegar dan kuat dari Calvin.

"Vin, cintai orang yang lebih mencintaimu, kejar bang Yoga."

"Dra ...." suara Calvin lirih.

"Pergilah."

"Apa memang harus seperti ini, Dra?"

Aku menarik napas panjang, memandang dalam ke arah mata Calvin. Sekali lagi, ini yang terbaik. Bukan masalah siapa yang mengalah, tapi siapa yangterbaik untuk Calvin.

"Vin, akan lebih bagus kalau kamu mencintai orang yang mencintaimu. Jujur, aku sayang, aku cinta sama kamu, Vin. Tapi bang Yoga. Dia orang yang tepat buat kamu. Dia mencintai kamu lebih dulu dari aku dan masih mencintaimu setelah sekian lama waktu berlalu. Kamu tau kan, aku pada dasarnya straight. Bagaimana nantinya aku akan menyakitimu, mengecewakanmu saat aku memilih orang lain?"

"Dra! Please ... itu bukan sebuah alasan!"

"Pfffft .... aku seperti merasa dejavu, aku sering mengatakan itu padamu dulu. Susul dia, Vin."

"Dra ...."

"Aku ngerti, Vin. Susul bang Yoga sebelum dia pergi, sebelum kamu menyesal, sebelum aku memutuskan untuk mengambilmu lagi dari Yoga."

Calvin memeluk tubuhku dengan erat. Aku merasakan detak jantungnya, deru napasnya, hal yang tidak akan pernah aku lupakan dari Calvin.

"Makasih, Dra."

Tidak ada yang ku sesali. Melihat punggungnya semakin menjauh, membawa motornya. Menghilang di tengah malam ini.

Calvin, setelah ini semua akan berbeda antara aku dan dia. Semoga tidak ada jarak setelah ini. Aku memikirkan kami akan jadi sahabat baik, atau mungkin bromance.

Bromance. Nothing really gay about it. Not that there's anything wrong with bromance. Shouldn't be ashamed or hide it. I love you in the most heterosexual way.

Aku dan Calvin. Ya, mungkin itu yang terbaik. Yoga bahagia, Calvin bahagia dan aku menikmati kebahagiaan mereka.

"Rendra semakin dewasa." Erika menghampiriku dari belakang, melingkarkan tanganya di pundakku.

"Erika?"

"Kali ini biar aku yang meluk kamu, Dra."

"Ka ..."

"Hmmm ..."

"Bintang di langit begitu indah ya, mungkin salah satu di antara bintang itu ada Riki. Riki mungkin tersenyum dari sana melihatku."

Aku menggengam tangan Erika, berjalan dengan tetap menikmati malam ini. Cinta mungkin datang di saat yang tidak kita duga, tapi kepergiannya kadang akan meninggalkan luka. Aku tidak ingin menghapus luka itu. Setiap aku menyentuh bekas itu di hati ini, itu mengingatkan betapa beruntungnya pernah merasakan cinta.

****

Playful CoupleOn viuen les histories. Descobreix ara