Playful Couple 16

530 49 0
                                    

"Gak! Gue gak mau ikut rencana bodoh lu, Dra!"

Entah ini tindakan bodohku yang terlalu memikirkan Yoga atau Calvin hingga aku membuat rencana ini. Kurasa ini cara terbaik untukku, Calvin dan Yoga. Aku memerlukan bantuan Erika dalam menjalankan rencana ini. Hanya Erika lah yang bisa dimintai tolong untuk hal ini.

"Gak, Dra! Lu tau akibatnya? Lu, Calvin, bahkan bang Yoga, kalian bakal---"

Erika tidak menyelesaikan kalimatnya setelah melihat mataku yang sedikit memerah. Jujur saja ini sangat berat untukku, dan mungkin pada akhirnya aku yang akan dibenci atau aku yang akan tersakiti.

"Dra, lu gak mikirin perasaan lu?"

"Gue tau, Ka. Tapi tolong, Ka. Tolongin gue."

"Gue berharap lu gak akan nyesel, Dra?"

"I will, Ka, I will."

Aku dan Erika memberanikan diri menuju Polres untuk menjenguk Romi. Sampai hari ini Romi masih menjadi tahanan kepolisian dan belum menjadi tahanan kejaksaan, jadi Romi masih belum menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan.

Sebenarnya aku masih takut untuk bertemu Romi. Peristiwa penusukan itu masih membekas diingatanku. Darah yang mengalir, wajah ketakutan Calvin. Tapi rasa penasaranku mengalahkan ketakutanku bertemu Romi. Walaupun ini bukan pertama kalinya aku menginjakkan kakiku ke kantor polisi, tapi ini pertama kalinya aku menjenguk salah satu tahanan di sana. Prosedurnya tidak serumit yang aku pikirkan, walaupun aku hanya bisa bertemu beberapa menit saja. Sebelumnya aku juga sudah menyiapkan air mineral dan makanan ringan untuk bang Romi.

"Bang." Aku memberanikan menyapanya dari balik jeruji..

"ELU?!" Romi menarik napas ketika melihatku. Cukup kaget mungkin saat tahu aku mengunjunginya di sini.

"Maaf, Dra." Suara Romi melemah.

Walaupun dibatasi oleh jeruji, Romi mencoba mengulurkan tanganya untuk bersalaman. Aku tidak tahu ternyata Romi memiliki sisi seperti ini. Sedikit banyak ketakutanku dengan Romi berkurang saat melihatnya seperti ini.

"Maaf, bang. Karena saya, bang Romi di sini."

"Gak, ini hukuman yang pas buat gue, Dra."

Saat Erika hanya terdiam dan risih berada di sini aku hanya tersenyum melihatnya. Ini tidak seburuk seperti yang aku pikirkan.

"Ternyata memang mirip."

"Mirip?" tanyaku heran.

"Senyum lu sama adek gue hahaha..., mungkin itu kali yang bikin Calvin bisa deket sama lu, Dra."

Aku mendapatkan cerita sedih dari Romi, cerita yang tidak pernah dikatakan oleh Calvin sebelumnya kepadaku. Ternyata Romi terlalu over protective dengan adiknya, dan Romi tidak pernah menerima adiknya menyukai sesama jenis. Penyesalan terbesar Romi adalah kenapa dia tidak bisa menerima Riki apa adanya. Romi ingin Riki bahagia. Tapi pada akhirnya Riki menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Romi sendiri karena kekerasan hatinya.

Romi tidak bisa menerima kenyataan sehingga melimpahkan kekesalannya kepada Calvin. Walaupun dia sendiri sadar Calvin tidak bersalah dalam hal ini. Sekali lagi, Romi mengulangi kesalahan yang sama dengan melukaiku. Romi mengatakan ini ganjaran yang harus ia terima. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan maaf dariku. Sebenarnya aku tidak menyalahkan Romi, aku sudah memafkanya. Aku pikir ini hanya tindakan kalapnya saja. Dibanding hukuman dariku, hukuman ini sudah lebih dari cukup. Aku ingin mencabut tuntutanku, tapi Romi tidak menginginkanya, dia ingin dihukum untuk kesalahan yang dia perbuat.

Romi mengijinkanku dan Erika untuk masuk ke rumahnya yang kosong. Aku cukup penasaran dengan Riki, dan ini jadi titik awal rencanaku.

"Permisi," kataku saat masuk kedalam rumah yang sudah ditinggalkan ini.

"Ka, kita langsung ke kamar Riki."

"Terserah lu, Dra. Kamarnya di pojokan itu kan?"

Suasana kamar yang menyenangkan dan masih terlihat rapi. Walaupun Riki sudah meninggal dua tahun yang lalu, Romi sepertinya sangat menjaga setiap peninggalan Riki.

"Dra, sini!"

Erika memanggilku dan mengangkat sebuah foto, kemudian menyandingkanya dengan diriku.

"Sekilas senyum lu emang mirip, Dra."

"Masa?"

"Senyum cowok mesum."

"Ngehe lu!"

Erika tertawa dan melanjutkan pencariannya. Aku mengambil foto itu dan melihatnya dengan seksama. Yang aku pikirkan, Riki sepertinya orang yang menyenangkan, tidak salah jika Calvin bisa menyukainya.

"Dra, lu gak bakal percaya ini, Dra." Erika memanggilku sambil tetap memandangi album foto hitam di tangannya.

Benar aku tidak akan percaya ini. Banyak sekali foto Yoga di antara foto-foto Riki dan teman-temanya di album foto ini. Apa Yoga berteman dengan Riki? Apa Yoga punya hubungan dengan Riki? Riki - Calvin - Yoga dan akhirnya aku. Apa yang tidak aku ketahui?

"Habis ini gimana, Dra? Masih bakal lanjut?"

"Huufft ... kita lanjut, Ka."

***


Yoga tidak banyak bicara setelah apa yang kutanyakan semalam. Walaupun tidak membuang wajahnya dariku, tetap saja aku merasa dia menghindariku.

"Bang!" Aku menarik tangannya saat dia menghindariku.

"Maafin abang, Dra."

"Kita perlu ngomong, Bang."

Aku menunggu Yoga di taman belakang. Duduk di kursi kayu ditemani dengan keheningan malam. Melihat bayangan bulan dari kolam ketika

bulan berada di tengah puncaknya. Suasana percikan air dari ikan yang asyik bermain di kolam sama sekali tidak mengurangi heningnya malam ini. Ya, malam ini sepi, hening dan aku tidak menyukainya.

"Abang duduk, Dra."

Yoga masih belum menatapku secara langsung. Dia hanya duduk dan menatap langit malam ini. Entah apa yang Yoga pikirkan, tapi aku merasa kesedihan dari garis wajahnya. Pasti berat untuknya. Saat dia ingin memperjuangkan perasaannya untuk Calvin,
tapi Calvin sedang dekat denganku yang juga sudah seperti adik kandungnya.

"Gue akan kasih abang kesempatan. Setelah ini kita rival."

"Maksud elu, Dra?"

"Walaupun abang atau Calvin gak bilang apa yang terjadi di antara kalian, gue rasa gue cukup ngerti dan tau bang. Gue bukan anak kecil yang gampang dibohongin lagi. Gue akan kasih abang kesempatan untuk bisa masuk ke dalam hati Calvin. Cuma satu kesempatan. Setelah itu, semua tergantung Calvin memilih siapa, gue atau abang."

"RENDRA!!!"

"Jangan bentak gue, bang. Siapa Riki, siapa Calvin dalam hidup abang? Gue gak mau kehilangan Calvin dan gue juga sayang banget sama elu, bang. Sekarang gue ada dalam posisi yang lebih unggul dari lu di hati Calvin. Entah karena kemiripan gue atau memang karena diri gue sendiri. Tapi apa lu tau, apa yang lebih berat lagi? Gue ngerti perasaan lu ke Calvin, ini pilihan yang sulit buat gue, bang. Kalau gue tetap bersama Calvin gue akan lukain elu dan gue gak mau itu. Dan kalau Calvin bersama elu, lu akan ngalah buat gue kan, dan biarin diri lu terluka?"

"Dra, kenapa lu berpikiran begitu?"

"Gue akan kasih abang kesempatan dan tolong manfaatkan itu. Setelah ini, siapa yang akan dipilih Calvin, gue harap gak akan ada yang kecewa, bang."

***

Playful CoupleWhere stories live. Discover now