09

62 15 9
                                    

09 - ARC 3 / PART 02
PELAKU NOMOR 2

---

Sebagai seorang sniper, Tomohisa harus punya banyak persiapan.

Pertama dan yang paling pasti itu mental. Ia harus yakin kepada diri sendiri bahwa ia dapat membidik musuh, mengalahkannya.

Perlu ketelitian. Salah tembak saja urusannya akan sangat panjang. Ia akan di cap sebagai pembunuh.

Kedua adalah fisik. Dari tadi, sosok Tomohisa sebenarnya membawa sebuah tas. Tas itu adalah tas gitar berwarna hitam.

Isinya bukan lagi gitar. Itu berisi senapan jangkauan panjang. Ia akui senjatanya cukup berat untuk pundaknya.

Dan terakhir adalah imannya. Dia harus berserah diri kepada yang di atas kalau ia ketahuan. Syukurlah sejauh ini tak pernah ketahuan.

Tubuh kecil dapat bersembunyi di mana pun, ia bangga dengannya.

'Kita lihat...,' Tomohisa melihat dengan teleskop kecil.

Kanan dan kiri sejauh ini baik-baik saja. Tidak ada apa-apa. Hanya ada gedung. Tinggi dan menjulang ke atas. Dengan suasana khas dari gedung masing-masing.

Gedung pertama dekat apartemen La Grande, yang ada di sebelah kanan, adalah hotel. Bukan tempat yang strategis. Tapi penawarannya cukup murah untuk pusat kota menarik perhatian.

Gedung selanjutnya adalah casino. Tomohisa lupa apa Casino legal atau tidak di Jepang. Banyak yang masih berkerja di sana. Ia tahu, itu tak boleh karena itu hal terlarang.

Toh, Ibunya mengajarkan; "Yang dasarya hanya untuk kesenangan jangan diikuti. Apa lagi itu untuk kesenangan orang lain.".

Ia merasa bersalah menjadi sniper JIS karena ingin menyenangkan ibunya.

Dia melihat ke sisi kanan atas. Di situ ada motel mewah yang biayaya sewanya terjangkau.

Tak ada yang lain selain bayangan di lantai 17—tunggu, bayangan? 

Tomohisa pun memperbesar penglihatan di teleskopnya.

Ia terdiam, "...Kau...?"

Tak lama ia tersenyum meriah. Dia menurunkan teleskopnya. Yang semula ia ada di atas bangunan kecil yang menutup tangga darurat ke atap apartemen itu, kini ia turun ke bawah.

Lantai 18 kebetulan punya kamar yang bagus untuk menembak. Dia tidak langsung menembak, begitu pun musuhnya. Perlu strategi dan juga "kesabaran".

Padahal Tomohisa tak sesabar itu.

Dia ingat ketika melewati lantai 18 dan melihat sebuah jendela yang persis di atas kamar Kashitarou. Letak jendela ada di dalam ruang penyimpan sapu dan lain-lain.

"Maaf!"

Ia membuka pintu dengan jepit rambut di sakunya. Aduh, ia akan mengganti rugi kok setelah ini. Untung saja CCTV di lantai 18 itu mati karena ada pembetulan.

"Mewah, mewah palamu mewah," ketusnya Tomohisa. "Ini di bobol sedikit rusak."

—Ya iyalah namanya juga dibuka paksa.

7150 DAYS : DystopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang