06

62 13 8
                                    

06 - ARC 2 OF / PART 02 , PENANGKAPAN

---

WARNING!!!

Chapter ini mengandung adegan penyiksaan yang eksplisit. Harap bijak dalam menanggapi.

•••×•••

Nqrse menutup mulut. Pandangan matanya tidak lurus, ke arah lain. Dengan badannya yang gemetar dan juga penuh ketakutan.

Dia tidak bisa percaya dengan apa yang dia dengar. Ini mimpi-Nqrse mencoba untuk "mewaraskan" diri setelah tahu ceritanya Eve.

Apakah seseram itu? Ya, itu seseram itu.

Eve menatap Nqrse, "Kau tak perlu setakut itu, semua sudah 20 tahun yang lalu."

"Ya, tapi-," Nqrse memejam mata. Ia membuang napas. "Bagaimana kau bisa bercerita soal Ayahmu... Dengan nada sesantai itu....?"

"Ya, karena ia Ayahku jadi aku pun santai."

"BUKAN! Tapi, tapi, agh...!"

Rupanya Nqrse mulai frustasi. Eve tak akan heran, ia memang cukup sensitif dengan hal ini.

Ia pun sama. Ia hanya tidak mau menganggap bahwa apa yang dia katakan soal "Ayah" memengaruhi masa depannya lebih jauh.

Sayang, sudah kelewat batas saja.

"Kenapa kau bisa santai...," Nqrse mual. "Mengatakan bahwa beliau meninggal karena dibunuh...?"

Kenapa? Jawabannya sama saja bagi Eve.

"Karena ia adalah Ayahku."

Mungkin benar, Eve sudah hilang rasa empati perlahan-lahan.

Nqrse berusaha memahami.

"Oh... Aku paham...," ucapnya. "Aku tidak akan memaksakan lagi kau mengatakan alasanmu."

'Aku tahu. Kau tidak perlu menjelaskannya. Kau takut bukan?'

Ya, lebik baik diam.

*****

Napas yang berderu menggema di seluruh parkiran B3. Jantungnya berdegup kencang-ini adrenalin yang memacu Sou.

Apa ini? Euphoria?

Padahal waktu yang berjalan baru 3 bulan. 3 bulan ia berhenti. Apa mungkin karena dia tidak pernah mengalami kejadian separah ini?

Ah, tidak, ini bukan apa-apa. Sou memasang senyum meriah. Mata yang berbinar. Ia gemetar dengan rasa semangat dan takut.

Dibalik masker hitam itu, Pelaku pun merasakan hal yang sama. Dia ingin menyelesaikan tugasnya-ia ingin menghabisi mangsanya.

Sebuah jarak 4 meter itu pemisah antara yang dimangsa dan juga si pemangsa.

Baik Sou berhasil menghindar dari tembakan peluru. Katakanlah itu refleks ia menghindar walau pun telapak tangannya ia korbankan. Hanya lecet saja sih.

Sementara Si pelaku hanya diam. Ia jengkel dengan tatapan Sou.

--"DOR!"

***

Tak akan ada yang tahu.

Kalimat itu rupanya punya makna tersendiri. Baik dengan akhir yang diakhiri dengan "selama diam" atau hanya kalimat itu saja.

7150 DAYS : DystopiaWhere stories live. Discover now