J 6

962 105 3
                                    


  Langit tampak gelap dengan awan hitam yang menghalangi sinar sang mentari.
Setitik air mulai membasahi bumi.
Turun dengan derasnya seperti menumpahkan terlalu banyak.

  Orang orang mulai menghindarinya, seakan air itu adalah racun yang mematikan.
Melindungi diri mereka dengan payung atau sekedar menepi untuk berteduh.

  Tapi tidak dengan pemuda yang sekarang terduduk dibawah pohon dengan menyembunyikan wajahnya dilipatan lututnya.

    Dua jam dia berusaha mencari orang yang membawanya kemari tapi mereka tudak ada.

"Hiks kenapa beli permen lama sekali hiks"

"Apa tempatnya jauh hiks, icung takut"

"Hiks apa kak felixleo dan kak jin pulang"

"Kenapa jisung sendiri ditinggal disini, ibu hiks icung mau pulang"

   Mereka benar-benar meninggalkan jisung sendiri ditengah kota seperti ini, bahkan semua orang hanya melihatnya.

  Apakah mereka lupa jika jisung itu anak spesial.

"Pasti langitnya juga ikut nangis karena mataharinya diambil awan hitam ya? "

"Temani icung menangis ya hiks"

   Jisung masih terduduk dibawah pohon itu sendirian padahal hari sudah mulai gelap.








  Sedangakan ditempat lain disebuah cafe, enam remaja yang sedari tadi sibuk berdebat itu akhirnya selesai begitupun dengan tugasnya.

  Iya, mereka mengerjakan tugas dicafe dan dari tadi mereka berdebat masalah tugas saja, kecuali chenle yang hanya diam karena itu bukan tugas kelas Chenle.

"Udah selesai kan kak? "

"Udah kok le" Jaemin

"Untung saja kita pesan tempat sendiri sama pemilik cafenya, kalau gak bisa diamuk kita karena berisik" Haechan

"Bukannya lu ya, yang berisik dari tadi, bahkan hampir baku hamtam tu sama renjun" Jeno

"Napa gue diikut ikutin sih jen"

    Renjun jeno haechan dan jaemin memang satu sekolah dan satu kelas begitu juga dengan chenle tapi chenle adik kelas mereka.

"Pulang yuk kak, aku gak bawa mobil nih" Chenle

"Tumben lu gak bawa mobil le? " Haechan

"Males"

"Satu minggu libur sekolah enaknya ngapain ya? " Renjun

"Ngabisin uang kak"

"Setiap hari juga lu ngabisin uang"

   Mereka pulang kerumah masing masing dan chenle pulang bersama renjun karena rumah mereka searah.






   Ini sudah malam, bahkan langit yang tadi gelap karena awan hitam dan dihiasi ribuan air yang jatuh kini sudah terganti dengan langit gelap yang dihiasi kerlap kerlip bintang dan cahaya rembulan.

  Jisung terbangun saat merasa ada seseorang yang menepuk pundaknya.

"Nak, jangan tidur disini , ini bukan tempat untuk tidur, sebaiknya kamu pergi sekarang"

"M...mmaaf"

   Jisung hanya terduduk takut, ingatkan jisung jika dia pernah diculik tujuh tahun yang lalu dan sampai sekarang jisung masih takut berhadapan dengan orang asing.

   Jisung langsung pergi dari tempat itu, entah kemana, ini sudah malam, tidak ada yang menolongnya.

"Icung hiks pulang kemana, ibu icung gak bisa pulang hiks"

   Jisung terus berjalan hingga ia sampai dibawah jembatan di mana banyak bekas botol plastik dan juga kardus.

  Tempat itu cukup sepi, tidak ada orang yang lewat bahkan sangat gelap.
Lagian siapa juga yang mau lewat ditempat seperti itu.
Bahkan pagi hari tempat itu masih gelap.

  Jisung pernah belajar membuat gambar rumah.
Jisung berusaha menjadikan kardus bekas itu seperti rumah yang pernah dia gambar tapi kardus itu terus roboh.

"Kenapa jatuh, padahal pas digambar tidak jatuh"

   Karena sudah lelah jisung akhirnya hanya menggunakan kardus bekas itu sebagai alas dan sisanya digunakan sebagai selimut.

   Jisung juga belum makan sejak tadi siang, karena paginya dia sempat sarapan makanan yang dibuatkan ibu panti.

   Jisung juga tidak membawa uang sama sekali.

  Biarlah hanya malam dan semilir angin yang menemani remaja polos yang sedang tertidur itu.

mian ( End) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant