Rheta pun menelusuri seruangan itu. Biar kata ini cuma ruang kerja, tapi di dalemnya bahkan ada kamar sama kamar mandi!

Emang sultan kok pak Linggar.

Sudah semua Rheta periksain. Mulai dari kamar mandi, kamar, balkon. Dan semuanya kosong.

Rheta jadi parno sendiri. Jangan-jangan pak Linggar minggat diem-diem dari rumah karna tadi dia udah ngancam.

"Aduhhh. Hamba belum main jadi janda ya Tuhann..."

"Mana anak-anak masih pada kecil..."

"Huaa! Bapak di mana sih???"

Rheta keluar dari ruangan itu. Dia beralih ke kamar anak-anaknya. Di sana dia bertanya sama anak-anaknya.

"Abang, adek, liat ayah di mana gak?"

Dengan kompak, 3 anak itu yang sedang antri mau di mandiin dengan Lisa dan Jeni, menggeleng.

"Ayah kemana bunda?" Gatya malah balik tanya.

"Bunda juga lagi cari." Rheta tidak bisa nutupin wajah paniknya. "Bentar ya, bunda cari ayah dulu. Kalian mandi aja sama Nanny."

"Iya bunda..."

"Lisa, Jeni, saya titip anak-anak. Jangan sampe ilang juga kaya bapaknya!"

"Baik bu," jawan Lisa patuh.

Setelah itu Rheta keluar lagi dari kamar anak-anaknya. Rheta beranjak ke kamarnya untuk mengambil ponsel.

"Ish. Kamu kemana sih?! Tadi bilangnya mau kerja di ruangan, kok gak ada..."

Rheta berusaha menghubungi nomer pak Linggar. Berdering. Tapi hp itu justru ada di atas nakas samping tempat tidur pak Linggar.

"Astagaaa. Hp nya juga gak dibawa!"

Tanpa sadar kedua mata menanas. Entah kenapa dia cemas sekali kali ini.

"Ck. Awas aja sampe dateng-dateng terus minta ini-minta itu. Gak akan aku kasih!"

Hiks.

"Harus gimana nih...."

Rheta berusaha berpikir jernih. Lalu dia kepikiran untuk telpon asisten nya pak Linggar di rumah sakit.

"Halo ibu, selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, bu?"

"Pagi. Pak Linggar ada di rumah sakit tidak? Apa dia ada meeting dadakan? Atau jam operasi darurat?"

"Tidak ada bu. Hari ini bapak hanya perlu menanda tangani berkas-berkas yang dikirim lewat email. Bapak tidak ada jam di luar atau di rumah sakit."

"Huaaaaa. Terus pak Linggar kemana???" Rheta langsung meraung.

"Halo bu? Apa ibu baik-baik saja? Ibu membutuhkan sesuatu?"

Rheta tetap menggeleng meski secretaries pak Linggar tidak akan melihat.

"Tidak. Sudah cukup. Terimakasih infonya. Kalau ada pak Linggar di rumah sakit tolong kabari saya ya?"

"Baik bu. Saya akan kabari ibu."

Panggilan pun terputus. Rheta frustasi banget. Mukanya udah banjir sama air mata. Dia meratapi nasib, atas hilangnya pak Linggar.

Byur!

Kcepak! Kcepak!

Mendadak tangis Rheta berhenti. Suara apa itu barusan?

Beberapa saat Rheta menajamkan pendengarannya. Hingga di detik ke lima, otaknya mulai connect. Dan kepala Rheta langsung tertoleh ke arah balkon.

Pak LinggarWhere stories live. Discover now