21. Jangan Marah

15.7K 959 20
                                    


Yang saya up di sini hanya cuplikan, jadi mungkin akan terasa melompat-lompat ceritanya dari bab sebelumnya. Kalau mau baca full part, nyok merapat ke kbm app atau KaryaKarsa. Kalo bingung cara buka kuncinya di sana bisa DM saya di IG @rahmi.aziza ya...

POV Galang

"Ayo berangkat."

Nadia yang tadi asik dengan laptopnya memandang ke arahku, lalu beranjak. Tanpa mengucap sepatah katapun ia mengikutiku menuju mobil.

Hari ini ada acara farewell dengan pemain dan kru sinetron di salah satu resto. Semalam memang syuting terakhir untuk sinetronku di season ini. Katanya sih, kalau sambutan pemirsa masih ramai mungkin akan lanjut ke season dua, tiga, dan seterusnya.

Acara sebenarnya jam 10 pagi, tapi aku sengaja datag lebih awal agar bisa bicara berdua dengan Nadia.

Saat kami datang, resto masih sepi baru dua meja terisi.

"Pagi sekali Pak, mau bertemu siapa?" akhirnya dia bicara juga, meski dengan nada yang sangat datar.

"Ketemu kamu." Nadia terbatuk.

Seorang pelayan resto mendekati kami, memberi buku menu.

"Pesan dulu," kataku.

"Masih kenyang," ia menjawab.

Aku lantas memesan dua cangkir kopi.

"Kenapa dari tadi diam saja?" tanyaku selepas waitress meninggalkan meja kami.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan." jawabnya.

"Kenapa tidak menjawab pesan saya dari semalam?"


"Lupa."

"Bohong. Kau marah?"

"Menurut Bapak?"

Aku menghela napas. Merasa bersalah.

"Saya bawain bapak payung, dan bapak ninggalin saya begitu saja."

"Saya bilang tunggu kan?"

"Kenapa saya yang harus nunggu?"

Hatsyi. Ia bersin.

"Kau sakit?" aku mengambil tisu di meja dan memberikan padanya.

"Flu, sedikit," jawabnya.

"Aku juga sakit," kataku.

"Sakit apa?" tanyanya lantas menegak kopi.

"Sakit hati, melihatmu pergi dengan laki-laki lain kemarin."

Burr ia menyemburkan kopinya, lalu buru-buru membersihkan dengan tisu.

"Galang..."

Tiba-tiba Malya datang. Langsung memeluk lenganku. Ah merusak suasana saja.

"Kita udah booking ruangan privat di atas. Yuk!" ia melangkah dengan tetap memeluk lenganku. Kulihat Nadia berdiri memandangku dengan raut muka tak suka.

"Tunggu. Lepaskan tanganku, Mal, aku mau membawa kopiku ke atas."

"Kita ke atas," kataku kepada Nadia. Kedua tanganku membawa dua cangkir kopi, milikku dan miliknya. Sengaja supaya Malya tak bisa lagi memegang tanganku seenaknya.

Setelah itu satu persatu kru dan pemain datang ke ruangan, suasana menjadi semakin ramai. AKu biarkan mereka pesan makanan, aku ngikut saja, toh kopiku juga belum habis.

Beberapa botol minuman beralkohol dihidangkan di atas meja kami.

"Jangan minum itu, bapak sudah janji," bisik Nadia mewanti-wanti.

"Tidak minum, saya hanya akan menuangkan saja untuk mereka," kataku lantas mengambil satu botol minuman.

"Tidak boleh juga," cegahnya.

Aku menoleh padanya, heran. Masa menuangkan saja tidak boleh.

"Dalam sebuah hadist, Rasulullah melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamr: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta di antarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan," ia menerangkan.

"Kau bawel sekali," kataku. Kuletakkan lagi botol minuman di atas meja. "Tapi aku suka."

Woow kode si Galang makin terpampang nyata ya bund! Btw yang masih nungguin cerita ini up di sini pada komen dong, kalo sepi kita pindah sebelah aja ya xixixi, biar bisa baca part lengkapnya juga sekalian. Yang mau baca di KBM app, cari aja dengan judul yang sama yah: DIJODOHKAN DENGAN ADIK SUAMIKU.

Di KaryaKarsa juga ada, judulnya: BILA JODOH

Dijodohkan dengan Adik SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang