11

102 26 3
                                    

Asa baru saja datang saat Yogi tengah mempersiapkan makanan dimeja. Dahinya berkerut. Kemudian melihat jam tangan digitalnya. Memastikan jika hari ini adalah hari yang "spesial" atau bukan.

"Assalamualaikum, Bang. Tumben amat masak? Ada mbak Karin?" tanya Asa mengedarkan pandangannya ke arah dapur.

"Waalaikumsalam. Sa, udah balik? Ini tadi tante Mina kesini. Nanyain kabar kita. Nanya kebutuhan kita. Terus dibawain ini juga." jawab Yogi.

"Tapi ini kebanyakan bang. Tante Mina kalo bawa makanan pasti banyak. Padahal tau anaknya disini cuma dua. Kagak rakus-rakus juga padahal" cerocos Asa membuat yogi terkekeh. "Tapi iya sih, ini terlalu banyak. Sampe besok aja gak akan abis. Kasih Chia aja gimana?" tanya Yogi meminta persetujuan Asa.

"Gue sih oke aja bang." jawab Asa. Jantungnya berdegup kencang hanya mendengar sang kakak menyebut nama Chia. "Ntar, lo anterin ya Sa. Udah sono mandi dulu gih, abis itu solat terus kita makan" titah Yogi. Asa mengangguk mengiyakan.

Jantung Asa kembali berdegup kencang saat kakinya ia injakan dihalaman rumah Chacha. Asa tau jika gadis tersebut tak dirumah saat tak sengaja melihat story milik Rena.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, eh Asa bawa apa tuh?"

"Ini kak Chi, tante Mina tadi kasih makanan. Cuma terlalu banyak buat gue sama Bang Yogi"

"Wah, jadi seneng nih. Makasih ya, Sa" Asa menganggukan kepalanya sembari tersenyum pada Chia. "Sa, boleh ngobrol dulu bentar?" Cegah Chiara. Jantung Asa berdegup kencang. Namun tetap ia anggukan kepalanya menyetujui permintaan Chiara.

"Lo lagi berantem sama Chacha?" Asa tersenyum tipis menanggapi perkataan Chiara.

"Dia galau terus tuh, Sa. Kalian tuh udah sedeket itu loh, Sa. Tiba-tiba jauh-jauhan gini pasti ada apa-apa" Asa tertawa menanggapi perkataan Chiara.

"Deket ya?" Jawab Asa pelan.

"Chacha jadi pendiem, murung. Sa" Chiara serius.

"Maafin, gue. Kak" Asa menundukan kepalanya.

"Mau jelasin ke kakak? Semuanya?" Chiara menatap Asa dalam.

"Gue sayang Chacha, kak. Bukan. Mungkin cinta. Tapi katanya yang gue rasain ini Nafsu bukan cinta" Asa tersenyum getir. Ia menarik nafasnya panjang. "Chacha jadi candu bagi gue kak. Tiap kali dia sama gue, gue selalu pengen milikin dia sepenuhnya. Terakhir, gue hampir jadi bajingan. Gue hampir ngerusak dia, Kak." Asa tertunduk

"Maksud lo?" Chiara meminta jawaban lebih dari Asa.

"Malem itu di balkon. Gue hampir kelepasan Kak. Gue juga gak ngerti setan mana yang masuk kedalam diri gue sampe gue berpikiran buat ngelakuin lebih sama Chacha" Asa semakin menundukan kepalanya. Ia tak berani menatap Chiara.

"GILA. GAK WARAS" umpat Chiara.

Chiara menarik nafasnya panjang. Kini ia mengerti kenapa Asa harus sampai menjauhi Chacha.

"Jujur, kakak kaget lo sampe berlaku kaya gitu sama Chacha. Lo udah gak waras, Sa" Chiara mencoba menahan amarahnya.

"Tapi liat gimana Chacha galau karena lo jauhin Chacha. Anak itu gak tau lo udah berniat kurang ajar sama dia." Chia menjeda ucapannya. "Makasih, lo udah nahan diri lo." Chiara menepuk bahu Asa pelan. Asa mendongakan kepalanya, menatap Chia dalam. Kemudian menganggukan kepalanya.

"Sampe kapan?" Tanya Chia menghentikan langkah Asa.

"Sampe gue jadir orang bener kak. Kalo semisal gue langsung lamar Chacha, boleh?" tanya Asa serius.

Chia membulatkan kedua matanya. "Lo serius?" Asa hanya menganggukan kepalanya.

"Doain gue jodoh sama Chacha ya, kak" pinta Asa kemudian pergi meninggalkan Chia yang masih terkejut dengan perkataanya barusan.

"Pasti, Sa." Chia tersenyum tulus.

"Yaudah, gue balik ya kak. Takut Chacha keburu balik." Asa tersenyum kecut. Kemudian pergi meninggalkan Chia yang masih termenung.

"Hahhhh, anak muda ribet banget emang" keluh Chia merapihkan makanan pemberian Asa.

"Assalamualaikum. Kak chi, tumben masak." tanya Chacha yang baru saja datang.

"Waalaikumsalam. Oh itu, tadi Asa yang kasih. Katanya tantenya masakin terlalu banyak. Makanya dia kasih ke kita" jawab Chiara.

"Asa?" Chacha lirih, kemudian berlari menuju kamarnya. Balkon kamar menjadi tujuannya.

Lampu kamar Asa menyala. Ia segera mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. Mencoba mengetik dengan tangannya yang gemetar. Namun urung ia lakukan saat lampu kamar Asa sudah gelap.

"Udah tidur, ya?" lirih Chacha. Terduduk lemas dibalkon rumahnya. Memeluk lututnya membiarkan butiran bening dimatanya turun. Tak mencoba untuk menghentikannya. Tidak kali ini. Ia hanya ingin menangis sepuasnya.

Diseberang sana, dari jendela kamarnya. Asa melihatnya. Asa tak tidur. Ia sengaja mematikan lampu kamarnya bukan karena hendak beristirahat. Tapi agar leluasa memperhatikan Chacha yang sering termenung sendirian di balkon kamarnya. Dadanya sesak saat ia melihat Chacha menangis seorang diri. Ingin rasanya ia memeluk gadisnya itu. Tidak. Tidak hari ini.

"Maafin aku Cha." lirih Asa. Dadanya terasa sesak. Napasnya terasa berat.




Hallo guys!

Mungkin updatean selanjutnya akan sedikit lama karena bakal lumayan hectic minggu depan. Makasih banget yang sampe detik ini masih setia baca CANDU.

Terimakasih banyak juga udah menyempatkan membaca, vote dan komen.

Stay safe guys!

XOXO

CANDU [✔]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon