01

346 46 5
                                    

Seperti orang bilang. Tak akan pernah ada persahabatan antara lelaki dan perempuan. Pun dengan lelaki bernama Angkasa Kalandra. Lelaki pendiam, mungkin kau akan menganggapnya dingin. Atau terkesan cuek. Percayalah berarti kau tak cukup dekat dengannya. Asa, bagaimana lelaki itu selalu dipanggil. Merupakan mahasiswa Tingkat Akhir jurusan DKV. Jika kau tau seberapa bobroknya dia atau mungkin kau menganggap dia cukup bawel. Itu tandanya kalian berdua cukup dekat. Seperti Charista Dayana. Perempuan cantik yang kebetulan jadi tetangga Asa sejak lelaki itu memutuskan kuliah di Jakarta. Gadis bermata sipit bersurai coklat serta berkulit putih. Gadis yang nampak judes namun amat sangat lembut jika kau benar-benar mengenalnya.

Gadis yang beberapa tahun belakangan membuat jantung Asa berdegup kencang. Membuat perutnya geli karena kupu-kupu yang berterbangan hanya karena melihat senyum sang gadis. Gadis yang dengan segala tingah lakunya mampu menghipnotis seorang Angkasa Kalandra.

Sayangnya, hidup tak pernah berjalan mulus sesuai keinginan kita. Angkasa harus menyimpan rasanya seorang diri. Chacha, sang gadis telah memiliki kekasih. Tak jarang, Asa jadi buku diary bagi Chacha. Apapun chacha ceritakan pada Asa. Tanpa pernah sadar jika lelaki yang ia sebut sebagai sahabat menyukainya, bukan. Mungkin mencintainya. Chacha bahkan tak pernah sadar jika diam-diam lelaki tersebut menyukainya.

Charista Dayana

Sa, gue putus sama kak Hanip

Mata Asa membulat begitu membaca pesan dari seorang gadis yang selalu ia panggil Chacha. Gadis yang pada akhirnya menjadi Candu baginya. Melihat gadis tersebut menjadi sebuah keharusan baginya. Tak peduli jika gadis tersebut memiliki kekasih atau tidak. Toh, gadis itu lebih sering bersamanya daripada sang kekasih.

"Sa, kemana?" teriak Gema melihat Asa terburu-buru pergi.

"Chacha" jawab Asa singkat.

"Gue heran sama si Asa, bucin banget sama si Chacha anjir. Jangan bilang dia naksir si Chacha?" Indra menatap Gema mencari pembenaran. Gema hanya menaikan bahunya.

Gema sebenarnya cukup peka jika Asa menyukai Chacha. Cara Asa memperlakukan Chacha, cara Asa memprioritaskan Chacha. Semuanya, cukup jelas bagi Gema. Pun sebalikanya, dimata Gema Chacha sebenarnya punya rasa yang sama dengan Asa. Hanya saja, Chacha terlalu denial untuk mengakuinya. Mungkin juga karena Chacha memiliki seorang kekasih. Entahlah. Yang jelas mereka berdua seperti membutuhkan satu sama lainnya. Asa selalu jadi orang pertama yang Chacha tuju selain Rena, Sahabatnya. Pun dengan Chacha, selalu jadi yang pertama. Bahkan Yogi sang abang selalu diurutan nomer dua. Sungguh, cinta bukan sesuatu yang mudah dijelaskan, terkadang.

Asa bergegas menuju parkiran. Dalam kepalanya hanya ada Chacha. Getaran dari handphonenya tak ia gubris sedikit pun. Ia hanya ingin segera menemui gadis itu. Asa segera melesatkan motornya. Tanpa perlu bertanya tentang keberadaan gadis tersebut. Asa sudah cukup tau jika gadis tersebut tengah menangis di taman kota.

Netra hitam Asa menyusuri satu demi satu hingga ia menemukan surai coklat panjang milik gadis yang ia cari. Hari itu taman kota cukup ramai. Tapi netra hitam miliknya mampu menemukan sang gadis.

Tanganya dengan reflek mengelus ujung kepala sang gadis hingga membuat sang gadis mendongakan kepalanya. Matanya berair, bibirnya cemberut.

"Nangis aja dulu. Aku disini" ucap Asa memposisikan duduknya disamping Chacha. Merapatkan lengannya dengan lengan Chacha. Membiarkan sang gadis menyenderkan kepalanya dibahunya. Chacha selalu seperti itu. Setiap kali ia menangis atau merasa gundah. Ia selalu butuh Asa. Baginya, bahu Asa adalah tempat ternyaman untuk menangis.

"Sa, emang aku jelek ya? Sampe kak Hanip milih jalan sama kak Giselle" tanya Chacha mendongakan kepalanya menatap langit biru.

"Kata siapa? Coba sini liat aku" Pinta Asa yang sudah merubah posisi duduknya menghadap Chacha. Mata Chacha nampak sendu dan sembap. Asa paham jika gadis dihadapannya sudah menangis cukup lama.

Manik hitam kedua sejoli tersebut bertemu. Mereka seperti terhipnotis satu sama lain. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Entah setan apa yang merasukinya, Asa memperpendak jaraknya dengan Chacha. Mencondongkan wajahnya tepat dihadapan wajah Chacha. Sontak membuat Chacha menutup kedua matanya. Senyum terukir dibibir Asa saat melihat mata gadis tersebut tertutup. Dengan segera Asa mengecup bibir pink milik Chacha.

"Kamu cantik, Cha. Dimata orang yang sayang kamu. Kalo ada yang bilang kamu jelek. Dia gak sayang sama kamu" Asa mengacak-acak rambut Chacha.

Chacha terdiam. Perutnya terasa geli seperti ribuan kupu-kupu keluar dari sana. Jantungnya berdegup kencang. Apakah ini benar? Ada apa dengan hatinya? Apa ia sedang jatuh cinta, lagi? Bagaimana mungkin ia jatuh cinta secepat itu saat beberapa jam yang lalu ia merasakan patah hati yang amat sangat. Terlebih pada Asa? Sahabatnya sendiri? Ah sepertinya Chacha sudah tak waras.

"Yuk, Es Krim atau Boba?" tanya Asa menyodorkan tangannya agar gadis itu segera beranjak.

"Es Krim. Tapi mau boba juga" jawab Chacha pelan namun masih terdengar jelas ditelinga Chacha.

"Yaudah, yuk" Asa menggenggam tangan sang gadis. Diam-diam sebuah senyum tercipta dibibir pink Chacha. Ia selalu bersyukur atas kehadiran Asa dihidupnya. Juga tentang bagaimana lelaki tersebut mampu mengembalikan tawanya. Sungguh, diam-diam ada doa yang ia panjatkan sehabis solat agar lelaki tersebut tetap bersamanya.





Hallo semua!

Akhirnyaaa, chapter 1 aku publish juga.

Sempet banget degdegan sama ragu buat publish sampe minta pendapat temen kerja

Dan mereka suka hehe.

Semoga kalian juga suka yaaaa.

Enjoy!

Terimakasih sudah menyempatkan mampir untuk membaca dan memberi vote.

xoxo 

CANDU [✔]Where stories live. Discover now