17

104 23 2
                                    

Sore itu sepulang dari kantor Asa mampir ke studio Gema, sesuai permintaan Gema. Disisi lain Pikirannya sedang kusut. Ia butuh tempat untuk menjernihkan pikirannya dan tempat itu selalu Studio Gema. Fakta bahwa Chacha melihatnya bersama Winona tempo hari masih mengusik dirinya.

"Ndra, dah balik lo jam segini?" tanya Asa pada sosok Indra yang tengah asik dengan Handphonenya.

"Kan gue bosnya, Sa. Bebas lah anying" jawab Indra. Asa terkekeh. Kadang ia lupa jika lulus kuliah Indra lebih memilih sebuah warnet game didekat studio musik milih Gema. Katanya sih lebih enak jadi bos.

"Gema mana?" tanya Asa menanyakan sosok pemilik Studio. Pasalnya sejak ia sampai sosok Gema tak terlihat.

"Jemput Rena." Asa hanya menjawabnya dengan anggukan. "Keatas, ndra. Nyebat dulu lah." ajak Asa melangkahkan kakinya ke Rooftop. "Duluanlah, tanggung" jawab Indra tanpa mengalihkan fokusnya.

Studio Gema memang memiliki Rooftop yang sering dijadikan tempat nyebat oleh Gema, Indra dan Asa. Sesekali juga Gema sering menjadikan rooftop sebagai tempat meeting.

"Studio aman, Ndra?" tanya Gema yang baru saja datang bersama Rena diikuti Chacha dari belakang.

"Lama banget anying, kebelet gue. Eh ada, Chacha" sapa Indra, Chacha hanya tersenyum tipis sembari melambaikan tangannya.

"Ren, ke atas ya" pamit Chacha. Melangkahkan kakinya perlahan. Rooftop menjadi tempat favorit Chacha. Tak jarang Chacha berlama-lama dirooftop. Entahlah, ia hanya merasa nyaman disana.

Langkah Chaca terhenti saat manik hitama matanya menangkap sosok yang akhir-akhir ini menganggu fokusnya. Jantung Chacha berdegup cepat. Kakinya terasa berat. Ingin sekali ia pergi. Tapi entah kenapa langkahnya justru mendekati sosok tersebut.

"Asa" sebuah suara tercekat kelaur dari mulut Chacha.

"Cha" Asa membulatkan matanya. Jantungnya berdegup kecang. Dengan segera rokok ditanganya ia buang. Perlahan kakinya ia langkahkan pada gadis tersebut. Mata mereka bertemu. Hening. Tak ada yang berniat berbicara. Hanya saling menatap satu sama lain.

"Lah, Chacha mana? Balik?" tanya Indra yang baru saja kembali dari toilet.

"Rooftop" jawab Rena singkat.

"HAH? ROOFTOP? DUH" Indra membulatkan matanya, kaget.

"Kenapa sih, Ndra? Kan si Chacha emang biasa ke rooftop!" jawab Rena bingung.

"MASALAHNYA DI ROOFTOP ADA SI ASA ANYINGGG" seru Indra mengacak rambutnya frustasi. Rena yang mendengarnya tersentak. Segera bangkit untuk memastikan jika Chacha baik-baik saja. Namun, Gema mencegahnya.

"Biarin dulu, Ren. Mereka butuh waktu berdua" Cegah Gema.

"Tapi Chacha gimana, Gem" Rena panik.

"Chacha baik-baik aja. Percaya sama aku. Dia kuat, Ren" Gema meyakinkan Rena sang kekasih. Memegang erat jari jemari Rena.

Baru saja Chacha hendak melangkahkan kakinya, Asa lebih cepat menarik tangan Chacha. Membuat gadis itu mautak mau terhenti. Membalikan badannya, menatap lelaki tersebut.

"Cha, boleh ngobrol dulu?" tanya Asa pelan-pelan. Ragu, namun Chacha tetap mengiyakan pada akhirnya. Disinilah mereka berdua. Setelah sekian tahun saling asing satu sama lain, setelah sekian tahun menghindari Chacha, setelah sekian tahun memilih menautkan hati pada seseorang yang baru, namun gagal dan Chacha selalu menjadi tempatnya kembali.

"Cha" Asa memecah keheningan diantara mereka berdua. Tak ada jawaban. Chacha hanya diam. Tak berminat menjawab.

"Kayanya terlambat banget yah kalo ngomongin jodoh sekarang?" tanya Asa tersenyum kecut. Tak ada jawaban dari sang gadis. "Aku terlalu yakin kalo kamu takdir aku, Cha. Aku terlalu egois. Aku terlalu sibuk memperbaiki diri aku sendiri. Akhirnya, aku yang harus relain kamu, Cha" Asa menatap gadis disampingnya. "Bahagia ya, Cha. Maaf aku egois. Maaf. Semoga dia lelaki terbaik buat kamu." lirih Asa menundukan kepalanya.

"Egois" pelan Chacha, namun telinga Asa dengan jelas mampu mendengar apa yang diucapkan Chacha.

"Cha" seru Asa menatap gadis dihadapannya. "Kamu bener, Cha. Aku egois. Maaf" Asa menundukan kepalanya.

"Aku mau pulang." Ucap Chacha pelan. Matanya berkaca-kaca. Asa cukup sadar akan hal itu.

"Cha" Asa menahan Chacha. Memegangi tangannya agar gadis itu berhenti. "Aku anterin ya" ucap Asa.

"Gak usah" Chacha dengan langkah tergesa-gesa menuruni tangga. Menghampiri Rena.

"Ren, gue mau pulang" seru Chacha meremas baju Rena. Sadar jika sahabatnya itu tak baik-baik saja.

"Gem, aku anterin Chacha dulu yah" seru Rena mendapat anggukan dari Gema. "Ini, pake mobil aku aja. Udah mulai gelap. Aku gak tenang kalo kalian pake grab" Gema menyodorkan kunci mobilnya pada sang kekasih.

"Kamu gimana?" tanya Rena menatap Gema dalam.

"Aku gampang. Kan ada Indra. Asa juga gak baik-baik aja Ren" bisik Gema. Rena mengangguk paham. Kemudian pergi bersama Chacha.

Asa menundukan kepalanya dengan telapak tangan yang menutupi wajahnya.

"Sa, udah saatnya lo berenti buat egois sama hati lo sama Chacha" Gema mendudukan dirinya.

"Lo semua liat sendiri kan tadi gimana Chacha? Dia gak mau liat gue lagi" Asa mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Wajar, Sa. Gue juga kalo jadi Chacha bakal kaya gitu." tambah Indra mendudukan dirinya disamping Asa. "Lo sama dia udah berapa taun gak ketemu? Lo udah berapa lama jauhin dia? Wajarlah anjir kalo Chacha kaya gitu." timpal Indra lagi.

"Chacha juga butuh waktu, Sa." kali ini Gema menepuk bahu Asa pelan. Menyesal? Tentu saja. Bagaimana mungkin ia berpikir untuk menjauhi Chacha selama ini. Sekarang, gadisnya itu tak mau lagi melihatnya. Sungguh, Asa merutuki kebodohannya sendiri.






Hello guys!
Baper gak sih? Hehe.
Semoga bikin baper yah.
Makasih banyak udah nyempetin baca, komen sama vote!

See you tomorrow!

XOXO

CANDU [✔]Where stories live. Discover now