M42 - Get it!

219 26 18
                                    

°•○●○•°

MELODY yang tengah bercengkrama dengan Austin seketika dikejutkan dengan kedatangan Xevanya yang tiba-tiba. Raut wajah gadis itu terlihat sangat bahagia, membuat Melody jadi penasaran.

"Ada apa, Xevanya?" tanya Austin yang tidak kalah penasaran.

"Lihatlah apa yang kubawa sekarang!" Xevanya berseru seraya menunjukkan sebuah botol berisi cairan emas yang tengah dipegangnya sekarang.

Melody dan Austin masih tidak paham. Keduanya sama-sama menunjukkan raut wajah bingung.

"Ramuan apa itu?" tanya Melody.

Xevanya tersenyum lebar seraya berjalan mendekat. "Ramuan penguat dari para vampier!" bisiknya kemudian.

Mata Melody membulat, begitupun dengan Austin. "Bodoh! Kau mencurinya?" tukas Austin cepat.

Xevanya berdecak. "Aku tidak mencurinya, Kakak! Lucas sendiri yang memberikannya kepadaku!"

Melody menganga mendengarnya. "Kau bercanda?"

Xevanya menggeleng. "Aku tidak bercanda! Tadi Lucas memberikan ramuan itu dengan jaminan, bahwa kita akan menyembuhkan penyakitnya itu! Sesuai rencana kita, kan?"

Melody menutup mulut tak percaya. "Kau berhasil membujuknya?" Xevanya mengangguk.

Pandangan Melody kini mengarah ke arah Austin dengan tatapan berbinar. "Austin, kita mendapatkannya?"

Austin ikut tersenyum lebar. Namun sebelum itu, ia kembali bertanya kepada Xevanya. "Bagaimana dia bisa semudah itu kau bujuk?"

Xevanya tersenyum kecil seraya mengangkat bahunya. "Aku hanya bilang bahwa jika dia mau membarter ramuan ini, maka kita akan berusaha untuk menyembuhkannya kembali. Dan dia akhirnya setuju."

"Aku tidak percaya dia bisa semudah itu untuk setuju," balas Austin yang masih ragu.

"Oh ayolah, Austin! Yang terpenting adalah sekarang kita bisa mendapatkan ramuan itu, kan? Jadi setelah ini kita bisa langsung pulang dan segera menemui Diego," jelas Melody, menampilkan raut wajah bahagianya.

Dan Austin pun menghela nafas pelan lalu mengangguk kecil. "Kau benar."

Melody berteriak senang. Gadis ini lalu memeluk Xevanya, begitupun sebaliknya. Keduanya terlihat sangat bahagia. Namun berbeda halnya dengan Austin yang kini malah memasang wajah datar. Lelaki ini terlihat membalikkan badan lalu berjalan pergi dari sana.

Ada yang janggal, batinnya.

***

Setelah berjalan cukup lama menelusuri kastil untuk mencari keberadaan sosok itu, alhasil kini Austin menemukannya. Mata tajamnya langsung tertuju ke arah Lucas yang tengah melamun dengan sebuah gelas berisi cairan merah bertengger di salah satu tangannya.

"Kenapa kau mencariku?" tanya Lucas yang ternyata sadar dengan kedatangan Austin.

Austin mendengkus kasar lalu berjalan untuk lebih dekat dengan lelaki yang tengah duduk di atas kursi roda tersebut.

"Kenapa kau bisa dengan mudahnya memberikan ramuan itu kepada kami? Bukankah ramuan itu sangat penting untuk bangsamu?" tanya Austin to the point.

Lucas tersenyum miring. Tangannya menggoyangkan gelas yang tengah dipegangnya, lalu meminum habis minuman yang tak lain adalah darah. "Intinya kau sudah mendapatkan ramuan itu dan setelah misimu selesai, kau bisa menyembuhkanku. Itulah yang terpenting," jelas Lucas simple.

Austin berdecak. Bukan itu jawaban yang ia mau. "Cepat katakan apa rencanamu? Kau tidak akan memberikan ramuan itu dengan mudahnya walaupun kami berjanji untuk menyembuhkanmu, kan? Lalu kenapa sekarang--"

"Kau benar." Lucas memotong ucapan Austin. "Ramuan itu sangat penting. Bahkan lebih penting dari nyawaku sendiri karna benda itu menyangkut dengan kehidupan di dalam bangsaku," lanjutnya kemudian.

"Lalu kenapa kau memberikannya kepada kami?"

Lucas bergerak perlahan untuk membalas tatapan Austin. "Tapi jika aku menyebutkan alasannya, kau harus berjanji untuk tidak marah kepadaku dan tidak memisahkanku dengan hal itu."

Austin berdecih lalu tertawa hambar. "Ucapanmu seperti anak kecil."

"Aku tidak sedang bercanda," sahut Lucas, mendatarkan raut wajahnya.

Austin menghela nafasnya dan menjawab, "Baiklah, katakan."

Lucas terdiam sesaat. Pandangannya kini ia alihkan ke arah depan dan mengabaikan Austin yang masih berdiri di sampingnya.

"Aku menginginkan adikmu."

Tiga kata itu sukses membuat Austin terkejut bukan main. Sebelum dirinya memprotes, Lucas lebih dulu menjelaskannya.

"Bukan sebagai mangsa," Lucas menggantungkan ucapannya lalu kembali membalas tatapan Austin. "Tetapi sebagai pasangan---Teman hidup," lanjutnya yang membuat Austin hampir terkena serangan jantung sebelum dirinya sadar bahwa ia tidak selebay itu.

"Kau-"

"Aku mencintainya," potong Lucas, tersenyum kecil.

Austin menganga di tempatnya. Ia menatap Lucas dengan tatapan tidak percaya. "Bagaimana bisa? Secepat ini? Kau ... kau mencintai Xevanya?"

Lucas mengangguk. Ia lalu bergumam dan menjawab, "Hm ... dia manis, dan juga ... pintar. Bagaimana bisa aku tidak mencintainya?"

Jawabannya mampu membuat Austin menutup mulutnya sendiri. Ini adalah kali pertamanya ia mendengar bahwa ada seseorang yang mencintai adiknya seperti ini.

"Kau gila? Kau adalah vampier, sementara adikku-"

"Mermaid, kan?" Lagi-lagi Lucas memotong ucapannya. "Kenapa tidak? Ayahku saja yang seorang vampier, bisa menikah dengan seorang werewolf. Lalu kenapa aku yang sebagai anaknya tidak bisa melakukan hal yang sama?"

Austin terkekeh kecil seraya berkacak pinggang. Ia masih tidak percaya akan hal ini. Rasanya ... sedikit lucu. Apalagi ketika Lucas secara terang-terangan meminta ijin kepadanya.

"Bagaimana? Kau mengijinkannya, kan?"

Mata Austin bergulir ke arah Lucas yang kembali mengeluarkan suara. Selanjutnya Austin kembali tertawa. Tawa yang lebih keras dari sebelumnya.

"Bagaimana kau bisa mencintainya sementara kau saja baru bertemu dengannya?" kekeh Austin.

Mendengarnya membuat Lucas tersenyum kecil. "Siapa bilang aku baru bertemu dengannya? Aku bahkan sudah mengenalnya jauh di beberapa tahun yang lalu," balasnya, yang sukses membuat Austin terdiam seketika.

____________________________________

MELODY 2 || Who Are You?Where stories live. Discover now