Starting to unfold

84 14 2
                                    

"cepat bunuh dia."

Anak itu menggeleng kuat. Semakin merangkak mundur untuk menjauh, sampai akhirnya punggung lemahnya beradu dengan dinding. Pertanda, kalau dia sudah tidak bisa lagi melakukan apa apa.

Orang dewasa di depannya menyeringai.

"Kau anakku, pasti bisa." Dia tersenyum lembut bak seorang ayah yang tengah menyuruh anaknya untuk giat belajar naik sepeda.

"Ibu..." Anak itu mencicit sambil melirik ibunya yang terpapar di atas lantai keramik yang dingin. Rumah mereka malam itu seperti tempat syuting film horor. Dan inilah adegannya. Seorang bapak menyuruh anaknya untuk membunuh ibunya sendiri. Ibu kandung.

"Jiss.. sung-ah... Bukannya ibu.. tidak mau mati d-di tanganmu... Tapi ibu hanya tid-dak... mau anak ibu menjadi pembunuh..." Lalu setelah mengatakan itu, ibunya memuntahkan darah. Yang justru mengundang tawa sang ayah.

"Kau masih bisa bicara? Setelah ditusuk empat kali seperti itu? Yahhh kau memang kuat. aku tidak salah pilih untuk memilih mu menjadi tempat menanam benihku. Terimakasih sayang."

"Brengsek kau... Dasar sampah..."

"Tapi... Sepertinya benihku gagal tumbuh." Katanya sambil menoleh memandangi Jisung yang langsung tertunduk ketakutan.

"Padahal aku sangat ingin benihku tumbuh sempurna." Chanyeol mendekati Jisung dan menarik kerahnya kasar. Menghempasnya ke samping ibunya yang meneteskan air mata. Dia masih menguatkan diri untuk sadar.

Setidaknya, sampai seseorang datang.

"Cepat lakukan." Bisik Chanyeol tajam sambil mengulurkan pisau di depan wajah Jisung.

Mata anak itu memerah. Tubuhnya bergetar menatap pisau itu. Kemudian netranya bergeser untuk menatap sang ibu. Ibunya menggeleng lemah. Ini bukan soal dia yang takut mati. Dia tidak mau anaknya akan menjadi bajingan seperti ayahnya ini.

"Arkgh!" Jisung mengerang ketika rambutnya di cengkeram ke belakang oleh ayahnya sendiri. Ayahnya yang selama ini dia lihat sangat lembut dan penyayang.

"Kau tidak mau menurut, nak?"

Seketika, Jisung sesak napas. Dia menggenggam tangan ibunya dengan cepat akibat rasa takut yang semakin menelusup hebat. Ibunya balas menggenggam kuat.

Jika takdir yang di berikan padanya adalah mati bersama dengan anaknya di rumah ini, oleh suaminya sendiri. Dia terima. Dia rela. Setidaknya dia akan tenang dan tahu kalau anaknya tidak akan tumbuh bersama mosnter ini. Setidaknya anaknya akan ikut pergi bersamanya ke tempat yang lebih aman. Ke tempat yang pasti tidak akan bisa di temukan oleh Chanyeol lagi. Karna sejauh manapun dia kabur, Chanyeol selalu bisa menemukan.

"Ibu...!"

Setelahnya, Chanyeol tak tinggal diam. Dia sengaja memperlihatkan pada anaknya satu adegan, dimana pisau tadi yang harusnya untuk Jisung, melayang cepat ke perut ibunya.

Wanita cantik itu berteriak kencang. Rasa sakit yang amat hebat menyerangnya bertubi-tubi.

"Bunuh saja! Bunuh saja aku bedebah!"

Chanyeol tidak murka, malah terkekeh.

"Perhatikan ini anakku. Karna ini tidak di ajarkan di sekolahmu-"

Jisung tidak tahu lagi apa yang di katakan ayahnya. Yang menjadi objek perhatiannya terakhir kali adalah, wajah kesakitan sang ibu dan pisau ayahnya yang kemudian tampak terangkat tinggi-tinggi.

Syuutt!

***

"Hahahaha! Kau juga lupa tentang itu?"

Agent AnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang