36.Hukum kekekalan hati

ابدأ من البداية
                                    

"Bapak udah kerumahnya?"

"Tante-nya bilang dia sekolah, bapak rencana hari ini mau ke rumahnya lagi, bapak nanya Ra kirain tau," ujar Pak Wendi. "Masalahnya ini bukan hanya di Minggu ini biru nggak masuk, satu bulan terakhir satu kantor bilang biru suka nggak hadir tanpa keterangan. Aduh Ra, ini menyangkut kelulusannya."

Air muka Rai langsung cemas, menghela nafas lagi. Walau sudah tidak bertegur sapa peduli Rai tetap mengalir tanpa diminta. "Tapi kabar baiknya nilai-nilai UPH biru selalu  tinggi, tinggi dalam artian pas KKM. Nggak kaya sebelumnya yang selalu dapet dua puluh atau paling tinggi empat puluh."

Bapak benar, itu kabar baik. Rai tanpa sadar tersenyum. "Syukur deh, nanti kalau Ra tau pasti kabarin bapak."

Sesampainya di kelas Rai mengerutkan kening. "Eh dimana?"

"Kantin, bangku paling pojok. Ngapain coba, Ra?" tanya balik Nara penasaran.

Feeling Rai langsung tertuju pada Xabiru.

"RAAAA!" teriak Nara pada Rai yang langsung berlari ke luar menuju meja paling pojok di kantin.

Tidak terlihat wajah angkuh seperti biasanya, Geisha malah terlihat letih. Kantung matanya hitam pekat, ketara kurang tidur. Setelah nafas teratur Rai duduk, pandanganya dipenuhi seribu pertanyaan pada Geisha.

"Kenapa, gess?" Rai bertanya lebih dulu.

Bukan menjawab Geisha malah memberikan Rai amplop coklat ukuran besar, Rai menatap bergantian pada wajah Geisha dan amplop di tangannya. "Buka, Ra."

Tangan Rai memutar-mutar tali kunci amplop untuk dapat terbuka. Di dalamnya terdapat foto hasil rontgen tengkorak kepala bagian belakang, diperhatikan lamat-lamat oleh Rai.

"Xabiru kena edema serebri," ucap Geisha membuat Rai mendongkak. "Pembengkakan otak karena benturan fatal."

Mulut Rai terbuka lebar, wajahnya meminta penjelasan lebih. "Gue nggak bisa jelasin lenkap kaya dokter, cuma itu yang gue paham Ra," katanya lalu menegakan cara duduk dan menatap takzim pada bola mata Rai. "Cedera fatal awalnya terjadi di hari ke matian mommy-nya, saat dia benturin kepalanya sendiri dan berakhir koma. Disusul benturan-benturan kecil karena dia suka berantem. Cedera fatal keduanya saat dia dituduh bersetubuh sama mantan pacarnya yang nggak lain istri ayahnya sendiri, pagi itu biru dipukulin sampe kepalnya belakangnya kebentur ujung ranjang. Dan cedera fatal ketiga...." Geisha membuang nafas panjang.

"Ketiga apa, gess?" Rai mendesak Geisha untuk segera menjawab.

"Terjadi di malam saat dia minta mutusin hubungan darah ayah-anak, biru sempet berantem sama ayahnya, dia dibenturin ke sisi meja kerja. Terus dia nyamperin lo dan pingsan, lo Inget itu, Ra?" secepat kilat Rai mengangguk.

"Paginya dia periksa dan dokter bilang ini bukan cedera biasa, harus segera dioperasi kalau nggak aliran darah dan oksigen yang harusnya diterima otak jadi menurun, sel-sel otak bisa rusak, menyebabkan hal yang lebih serius ... kematian," Rai langsung mematung di tempat. "Iya mungkin bisa aja operasi tapi uang dari mana Ra? malem itu dia udah mutusin apapun ke ayahnya termasuk duit, gue udah nawarin buat pinjemin ke dia pake duit jual motor tapi dia nggak mau Ra. Ribuan kali gue paksa dia tetep nggak mau, dan lo tau alasannya?" mata Geisha berkaca-kaca. "Karna ayahnya Ra, di malam yang masih sama ayahnya bilang lantang 'kau seharusnya pergi dengan wanita pelacur itu' ucapan singkat yang terus biru pikirin, biru bilang 'mommy dulu minta gue buat janji untuk nurut sama daddy jadi apapun yang daddy mau harus gue turutin' termasuk lenyap dari bumi, Ra. Sesayang itu biru sama mommy-nya sampai berkali-kali ngorbanin diri sendiri."

"Karna tau hidupnya nggak akan lama, tiga hari saat sakit dia mutusin buat ngejauh dari semua orang yang dia sayang, bikin benci mereka yang peduli, jadi bajingan dan jahat sama lo," papar Geisha bergetar.

XABIRU [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن