02 - Pulang Bareng

1K 120 27
                                    

Mungkin kamu tidak tau pasti hasil dari tindakanmu.
Tapi kalau kamu tidak bertindak.
Dipastikan tidak ada hasil.

-Mahatma Gandhi-

***


Agatha berada di kantin bersama kedua temannya-Cindy dan Nadine. Setelah menahan lapar karena pelajaran matematika yang tak kunjung selesai, ketiga gadis itu serempak memesan nasi goreng dengan telur dadar juga air jeruk hangat sebagai pelengkapnya.

"Kalo gue nikah sekarang, lo pada percaya, ga?" Tanya Agatha tiba-tiba.

Nadine mengerutkan dahi, "nikah gimana sih, Ta? Lo deket sama cowok aja ributnya sekampung gara-gara risih. Lawak banget lo," tutur Nadine, gadis berambut sebahu itu memakan telurnya yang sempat tertunda.

"Bener! Siapa sih cowok yang mau deket sama lo kecuali si dower itu?" sambung Cindy tak santai.

"Eum, gitu ya," sahut Agatha. Jari-jemari lentiknya ia mainkan di atas meja.

"Lagian jalan lo masih panjang, Agatha. Pake sok-sok mau nikah segala, katanya mau ke Jepang bareng kita berdua," ucap Nadine dengan semangat.

Agatha mencebik, teman-teman nya saja tidak percaya jika sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri, apalagi diri nya sendiri? Pernikahan ini terlalu cepat dan mendesak hanya karena harta.

Egois memang Flo dan Reza menumbalkan anaknya sendiri untuk kepentingan pribadi. Bukannya mementingkan kebahagiaan Agatha, justru orang tua itu lebih mementingkan kekayaan harta yang nantinya juga tak dapat dibawa sampai ke akhirat.

Padahal jalan Agatha masih panjang, ia ingin bersekolah tinggi-tinggi lalu menggapai cita-citanya yang masih berada di wishlist yang belum terceklis, bukannya menjadi seorang istri muda lalu menjadi ibu rumah tangga.

Biarlah Tuhan membuat skenario perjalanan hidup Agatha, gadis itu tinggal menunggu untuk memainkan perannya. Sedih dan senang ia akan terima dan hadapi dengan tegar.

Karena kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi nantinya. Semoga saja Tuhan berbaik hati kepada Agatha lalu memberikan hal-hal bahagia.

***

Chris sedang mengerjakan tugas kuliah miliknya yang tersisa sedikit, kopi yang ia pesan sudah tak lagi panas karena diangguri. Pria berhidung bangir itu sangat fokus sampai-sampai tak sadar jika ada panggilan masuk di hapenya.

Gerald yang sedang menikmati gorengan panas yang ia pesan beberapa menit lalu menepak bahu lebar Chris dengan sebal.

"Hape lo bunyi, setan. Congek kuping lo?" ucap pria berkulit coklat itu kasar, membuat Chris buyar dari acara fokus menjawab soalnya.

"Sorry, lagi fokus," balas Chris seadanya dan menggeser ikon hijau tanpa melihat nama sang pemanggil.

"Halo?"

"Hey, Chris, how are you?"

Telepon yang tertempel sempurna ditelinganya ia jauhkan, deretan nomor tak dikenal membuat jantung Chris berpacu setelah melihat, terlebih lagi dengan suara khas penelpon di seberang sana.

Chris kembali menempelkan benda pipih itu ke daun telinganya.

"Chris? Gimana kabar kamu? Aku kangen," gadis itu tertawa ceria dibalik sambungan telepon.

"Oh, ya Amanda, baik," balas Chris datar.

"Kamu gak kangen aku?"

Tak ada respon dari Chris, pria itu seperti menulikan pendengaran. Ia enggan menjawab, padahal Chris jelas mendengar nya, bila disuruh mengulang kata-kata Amanda, Chris akan mengulanginya dengan lantang tanpa tersendat.

CHRISTOPHERDonde viven las historias. Descúbrelo ahora