12. Mari Bekerja Sama

Start bij het begin
                                    

***

"Aku tahu kamu pasti datang lagi, sini masuk aja." Lentera berjingkrak senang di dalam sana. Seseorang datang mengetuk pintu membuat peristirahatan gadis itu terusik.

"Sebentar ya, aku bukain dulu." gadis itu membuka pintu dengan susah payah, berbekal pisau serta benda-benda tajam yang tak sengaja menggores lengannya. Sepuluh menit Lentera bersikeras mencokel pintu agar bisa bertemu Senjana lagi.

Suasana koridor sangat sepi, pukul 19.00 adalah waktu di mana semua rekan medis beristirahat. Lalu digantikan para satpam dan penjaga setiap Blok atau bilik kamar pasien jiwa. Tentu saja seharusnya tidak ada tamu untuk besuk pasien.

"Senjana, sini!" ucapnya senang. Gadis itu memeluk Senjana. "Kamu bawa ice cream kan?" tanyanya penuh harap.

"Enggak, Tera, maaf ya." jawaban itu reflek membuat binar di wajah Lentera lenyap.

"Kenapa? Terus kamu ke sini mau apa?" ujar Lentera cemberut.

"Aku cuma pastiin kamu tidur nyenyak aja, oh iya kamu kapan pulang? Aku capek tahu bolak-balik ke sini, katanya kamu mau ikut kuliah bareng aku."

Lentera menghela napas berat. Ia menghalau rambut panjang yang menutupi sisi wajahnya. "Kata Suster Almira, aku belum boleh pulang. Tapi aku juga udah nggak betah di sini, aku bosen, aku juga takut sama monster yang pernah nyakitin kita." ungkapnya sedih.

"Serius monster itu masih gangguin kamu?" tanyanya khawatir.

"Masih, dia suka datang tiba-tiba, terus bawa suntik, kadang-kadang bawa pisau kayak yang pernah kamu bawa." ucap Lentera.

"Pisau dari aku itu buat jaga-jaga, Tera. Terus sama kamu buat apaan?" Lentera mengetuk-ketuk dagunya. Memikirkan apa yang pernah ia lakukan dengan pisau pemberian Senjana.

"Pernah mau buat bunuh diri, terus buat bunuh monster tapi gagal." jawabannya dengan begitu polos.

"Jadi sekarang kamu punya pisau dari monster itu juga?" tanyanya.

"Iya, kita ngobrol di dalam yuk. Nanti kalau ada Suster yang lewat kita dimarahi loh." Lentera memilin ujung bajunya.

"Duduk di taman aja, Tera. Aku nggak suka masuk ruanganmu, engap," bicara Senjana sedikit membuat Lentera manyun. Namun gadis itu tetap menuruti kemauan Senjana, keduanya berjalan meninggalkan ruangan yang dibiarkan terbuka.

Lentera tertawa senang saat Senjana mulai bercerita mengenai kuliah dan keseharian barunya. Gadis itu duduk sembari mengayunkan kedua kakinya. Rambut panjang itu kusut, lengannya terdapat luka yang tak sengaja ia ciptakan saat membobol pintu.

"Terus kamu dapet nomor dia nggak?" tanya Lentera tampak ingin tahu. Ia memiringkan kepalanya agar bisa lebih jelas mengamati wajah Senjana.

"Enggak, katanya sih udah hampir selesai, dia lagi urus skripsi kedokterannya. Tahu nggak, Tera? Dia itu tampan banget loh, terus beberapa kali kita papasan dan dia senyum ramah ke aku, dia tuh nggak sombong dan kata temen-temenku dia masih single." keantusiasan Senjana membuat Lentera terhanyut.

"Kamu suka sama dia?" tanya Lentera.

"Suka, tapi nggak mungkin kan maba kayak aku ini bakalan bisa deket sama kating yang gantengnya kebangetan itu." Senjana duduk lesu. Ia menoleh ke arah Lentera. "Kamu kapan pulang?"

My Perfect PsikiaterWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu