1. Dia Kenapa?

1.9K 186 7
                                    

Happy reading! Semoga dengan dibuatkannya cerita tentang Alwi, kangennya terobati ya. Kalian harus tahu kehidupan Alwi yang menghilang di cerita SEDSS.

So, here you are.

Jangan lupa vote ya❤

***

"Sekolah yang benar, kalau Guru menerangkan diperhatikan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Sekolah yang benar, kalau Guru menerangkan diperhatikan." peringatnya pada gadis mungil memakai seragam SMA.

"Siap! Antari duluan ya, bye Bang Alwi."

Gadis itu berlari memasuki halaman SMA Bima Sakti. Antari Pangestika. Sepupu Alwi yang saat ini tinggal di kediaman Ikhwan—papa Alwi. Gadis itu memilih SMA Bima Sakti yang lokasinya terjangkau dari rumah Alwi. Karena itulah, rumah Alwi tidak sepi lagi. Tugas Alwi juga bertambah.

Bulan ini menjadi kepulangannya selama hampir bertahun-tahun berkuliah dan magang di kota orang untuk mendalami ilmu yang ia dapat. Dan seterusnya, Alwi akan tinggal satu atap bersama orang tuanya lagi karena ia akan menggantikan posisi Papanya di Rumah Sakit Jiwa.

Setelah mengantar Antari, laki-laki itu melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit Jiwa—Kasih Beta. Hari ini menjadi hari kedua Alwi mengunjungi gedung milik Papanya itu. Kemarin Alwi hanya sekadar duduk di kantor. Berkenalan dengan rekan-rekan Papanya, suster dan Dokter-dokter lainnya.

Dan, sekarang waktunya Alwi mengenal pasien demi pasien penderita sakit jiwa dan mental. Nantinya keseharian Alwi juga bertemu mereka, mengurus mereka, menerapi pikiran mereka agar ingatan tentang mereka tetap baik.

"Selamat pagi Pak Alwi." sapa salah satu suster. Alwi membalas dengan anggukan kecil. Ia berjalan menyusuri koridor yang menghubungkan ke arah lorong penderita gangguan mental.

"Mari, Pak." Suster lainnya menyapa. Saling berpapasan. Alwi sengaja tidak meminta bantuan Dokter Gavin untuk menemaninya berkeliling mengenal pasien Jiwanya. Alwi ingin inisiatif sendiri. Toh nantinya ia yang meng-handle kinerja Rumah Sakit Jiwa tersebut.

Sepanjang koridor isinya mereka yang; tertawa sendiri, bermain boneka, atau saling duduk mengayunkan kakinya dengan senyum-senyum. Ada yang kejar-kejaran, ada yang berkelahi namun tetap aman, mereka tidak akan baku hantam secara fisik seperti orang normal.

Alwi menghela napas, betapa sedihnya melihat mereka yang sudah lupa siapa keluarganya, siapa suaminya, siapa istrinya dan siapa anaknya. Hari-hari mereka hanya tentang bermain, makan, tertawa, dan begitu seterusnya.

Ada lagi, Alwi melintasi koridor yang isinya perempuan muda, dewasa dan lanjut usia saling sibuk dengan lamunan dan tawa masing-masing. Ada dari mereka yang hanya duduk dengan tatapan kosong, ada yang sedang hamil besar, mengusap perutnya. Namun, ia tidak berhenti tertawa. Ada lagi, ia yang memukuli kepalanya sendiri, menjambak dan tak jarang tiba-tiba tertawa.

My Perfect PsikiaterWhere stories live. Discover now