7. Cctv?

1K 147 9
                                    

Vote dulu sebelum membaca ya. Jangan lupa share ke temen-temen.

Happy reading🐰💜🦋

***

Lentera menggerakkan rantai yang mengikat kedua tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lentera menggerakkan rantai yang mengikat kedua tangannya. Tercipta bunyi  gerincing besi yang nyaring di ruangan gelap serta engap milik Lentera. Helaan napasnya berembus angin. Netranya mulai mengedar ke segala sudut. Ia tampak sendu.

"Aku bosan." ungkapnya lirih. Ia menerawang jendela. Gelap. Langit gelap adalah pemandangan yang Lentera sukai. Dengan begitu ia bisa melukis cahaya di langit. Seberkas harapan untuk bebas dari jeratan pikiran yang menghantui, dan rasa bingung sepanjang hari dengan diorama waktu yang berputar begitu cepat.

Lentera mengerjap, ia mendengar derap langkah sepatu. Sorot matanya berbinar. Ia yakin seseorang datang untuk menemuinya. Memberi hadiah cokelat misalnya?

"Pasti Senjana." ucapnya yakin.

Gadis itu bersiap menyambut Senjana, si sahabat yang selalu ada untuk Lentera. Bahkan, sekalipun Lentera sedikit kesal pada sikap Senjana akhir-akhir ini. Keduanya tetap bertemu sewaktu-waktu tanpa sepengetahuan orang banyak.

"Senjana ..." senyum itu perlahan lenyap. Raut wajah Lentera mendadak tegang. Kedua matanya terbelalak menampilkan ketakutan.

"Selamat malam, cantik." sapanya dengan senyum percaya diri. Ia dengan pakaian kerja yang belum terganti. Kemeja biru muda serta celana kain berwarna hitam.

"Kamu?" sahut Lentera.

"Apakah saya mengejutkanmu?" tanyanya. Begitu sampai di hadapan Lentera. Laki-laki itu kontan berjongkok, menghalau rambut Lentera ke belakang telinga. Lantas, telapak tangan itu mengusap pipi Lentera.

"Belum tidur?" ucapnya tenang. Namun, Lentera ketakutan. Apalagi saat netranya tak sengaja menangkap pandang sebuah benda mengkilap di tangan kiri laki-laki itu.

"Apa kamu sedang memikirkan saya? Itu sudah pasti, saya tahu, setiap langkah sepatu saya adalah ketakutanmu." ia tertawa. "Jangan takut, saya hanya ingin memastikan kamu masih terjaga. Kau sudah makan?"

Lentera tidak bereaksi apapun, sedari tadi, gadis itu mencekat rahang kecilnya. Keinginan mencakar wajah laki-laki itu sangat menggebu, namun ia tidak bisa berbuat apaapa.

"Kamu tahu benda ini?" ia menunjukkan pisau di hadapan Lentera. Ujungnya ia arahkan ke bola mata gadis itu. "Ini untukmu. Pegang ini, saya yakin pisau ini akan berguna sewaktu-waktu." ujarnya.

My Perfect PsikiaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang