"Ini makanan di depan kita sampe di kacangin" ucap Dwi sembari melihat makanan yang sudah tersaji indah di meja.

Tasya, Galih dan Dwi pun menyantap makanan tersebut sembari berbincang ringan.

"Dari umur berapa udah suka nulis?" tanya Galih.

"SD sih, suka corat-coret gitu" jawab Tasya.

Galih hanya mengangguk.

"Lo sendiri udah lama jadi fotografer?" tanya Tasya balik.

"Suka dari SMK" jawab Galih.

"Udah profesional sekarang?" tanya Tasya.

"Jelas lah, lihat sendiri sekarang" ucap Galih.

"Sombongnya" ucap Tasya.

"Biarin, yang penting ada yang gw sombongin" ucap Galih.

"Udah-udah jangan ribut" ucap Dwi.

"Temen kamu duluan yang mulai" ucap Galih.

"Gw cuma tanya juga" ucap Tasya membela diri.

"Tanya nya nyolot" ucap Galih.

"Nyolot darimana?" tanya Tasya.

"Gw gak mau ribut" ucap Galih.

"Gak ada yang ngajak ribut" ucap Tasya.

"Udah cukup, makanan kalian sampe di cuekin, gak baik lohh itu" ucap Dwi.

Tanpa merespon apapun Galih dan Tasya kembali memakan makanan nya.



¥¥¥¥¥¥¥¥¥
"Kamu kapan bawa pacar sih?" ucap Yanti, ibunda dari Tasya, wanita paruh baya tersebut sudah sangat ingin Tasya menikah karena sudah cukup umur.

"Aku masih sibuk ngurusin buku-buku yang mau naik cetak, lagipula aku baru umur 21, masih panjang perjalanan hidupku" ucap Tasya.

Tasya jadi tidak berselera makan karena sang ibunda membahas hal yang membuatnya jengah.

"Bunda mau nimang cucu" ucap nya.

"Ya udah minta istrinya kak Arka hamil lagi aja" ucap Tasya asal.

"Bunda maunya dari kamu" ucap Yanti.

"Okay tapi gak sekarang bun, aku sibuk" ucap Tasya.

"Kamu selalu sibuk setiap waktu" ucap Yanti.

"Ya gimana lagi Bun, aku punya tanggung jawab banyak" ucap Tasya,  setelah mengatakan itu gadis itu bergegas pergi dari meja makan.

Gadis berhijab tersebut kembali masuk ke dalam kamar, Tasya adalah tipe orang yang cukup tertutup dan pendiam namun ia akan menjadi orang yang asik saat bertemu orang-orang tertentu.

"Selalu itu yang di bahas" gerutu Tasya saat ingin kembali menulis.

Cukup lama Tasya berusaha berpikir untuk tulisan nya tapi nihil, dirinya tak bisa berkonsentrasi pada apa yang ingin ia tulis karena pembahasan ibunya tadi membuatnya tidak fokus.

Tasya pun menghubungi Dwi untuk meminta bertemu dan mengeluarkan isi hatinya pada teman dekatnya itu.

Setelah mendapat kepastian tasya bergegas menuju kantor W.O milik Dwi, Tasya mengendarai motor pemberian sang ayah saat ia sudah berumur 21 tahun beberapa bulan lalu.

Sampai tujuan tasya langsung masuk ke gedung yang minimalis namun tertata tersebut.

Saat masuk ruangan Dwi Tasya cukup terkejut karena ada Galih disana, sepertinya rencana untuk mengeluarkan isi hatinya akan tertunda.

"Gw kira lo sendirian" ucap Tasya.

Dwi mendongak menatap Tasya.

"Bukan nya ucap salam" tegur Dwi.

Tasya hanya menunjukkan cengiran nya.

"Assalamualaikum" ucap Tasya.

"Walaikum'salam" balas Dwi dan Galih.

"Kalian ini berduaan mulu" ucap Tasya.

"Iri lo?" tanya Galih.

"Sorry ya, gak kenal tuh yang namanya iri" ucap Tasya.

"Cari pacar sana" ucap Galih.

"Sorry belum minat" balas Tasya.

"Jangan minta Tasya cari pacar, dia lagi jatuh cinta banget sama dunia nya" ucap Dwi.

"Tuh dengerin" ucap Tasya.

Galih menatap Tasya sekilas.

"Iya deh" ucap Galih.

Kemudian pria itu kembali sibuk bersama Dwi.

"Nyesel gw kesini" ucap Tasya ia berbalik dan ingin pergi.

Mendengar itu Dwi langsung mencegah Tasya pergi.

"Sini duduk, katanya mau cerita" ucap Dwi.

"Nanti lagi, gak mau ganggu" ucap Tasya.

"Enggak, maka dari itu gw minta lo kesini" ucap Dwi.

"Ganggu banget gw buat lo" ucap Galih.

Tasya diam, ia berjalan ke arah Dwi dan duduk di samping teman baiknya itu.

"Bukan gitu, tapi gak enak aja kalo cerita di denger orang yang baru gw kenal" ucap Tasya.

"Ya udah anggap aja gw gak ada" ucap Galih.

"Mana bisa begitu" balas Tasya.

"Jadi gak jadi cerita nih?" tanya Dwi.

"Nanti lagi aja" jawab Tasya.

"Terus tujuan lo ngapain kesini kalo bukan buat cerita" ucap Galih.

"Ada lo gw gak bisa cerita" ucap Tasya.

"Jadi lo ngusir gw?" tanya Galih.

"Gw gak bilang begitu" jawab Tasya.

Galih hanya memutar bola matanya malas.

between me, you and himWhere stories live. Discover now