[2] Day 4 (1/2)

8 3 0
                                    

"Jadi aku seorang pembunuh? Kurasa itu memang membuatku sama seperti Yoonbin. Tapi di dunia para arwah ini, aku menunggu seseorang untuk mati, tidak ingin membunuh..."

Jaehyuk menghela napasnya lelah, "Jangan terlalu dipikirkan. Saat ini kau harus fokus untuk melawan Yoonbin."

Asahi yang duduk di sudut memperhatikan Jaehyuk dan menegurnya, "Kau terlihat tidak bersemangat."

Jaehyuk hanya terkekeh kecil, "Kau benar. Mimpiku terasa nyata."

"Asahi, boleh kupinjam senjatamu sebentar?"

"-karena jika diingat, aku tahu cara menggunakan senjata api," lanjut Jaehyuk dalam hati.

"Eh?!" Mereka sama-sama terkejut ketika senjata Asahi di tangan Jaehyuk kembali ke tangan Asahi tanpa diminta. Persis seperti sulap.

"Itu aturan yang berlaku disini, kau tak bisa menggunakan senjata orang lain," kata Asahi menyimpulkan.

Yedam lalu mengambil senjata Asahi lagi, "Aku hanya ingin mengetes sesuatu."

Dan secara tiba-tiba Yedam melemparnya.

"Wah, Yedam, kurasa kau harus berhenti main-main. Kau tak boleh mengarahkan senjata itu selain pada target. Dan jangan melemparnya," tegur Jaehyuk pelan-pelan.

"Jaehyuk benar. Kau tak boleh mengarahkan senjata pada temanmu sendiri, sekalipun tak punya peluru. Melempar senjata sebenarnya sangat berbahaya, itu dapat meletus," lanjut Asahi.

"Uh.. Maafkan aku!"

"Ya, dan kuharap kau takkan lupa," peringat Asahi dengan nada datar.

"Sepertinya mimpimu sangat penting sampai kau mencoba menggunakan senjataku di pagi hari seperti ini," kata Asahi tanpa menatap Jaehyuk.

"Ah, ya. Dalam mimpiku, sepertinya aku membunuh seseorang dan sangat lihai menggunakan senjata."

"Mencoba keahlianmu pada senjataku. Hanya beberapa detik, tapi posturmu sempurna."

"Terima kasih."

Yedam menatap Asahi dan Jaehyuk bergantian, "Jadi Jae, apakah kau merasa pernah di militer atau menjadi seorang pembunuh bayaran semasa kau hidup?"

"Aku tak tahu pasti, tapi menurutku pembunuh bayaran adalah hal yang cocok," jawab Jaehyuk tanpa ragu.

"Seperti yang ku duga," timpal Asahi, "Senjataku adalah senjata untuk jarak pendek. Sementara Jaehyuk memiliki pengalaman menembak di kota atau dijalanan. Benar?"

"Hhh, kau benar..."

"Aku tak menyangka jika Jaehyuk adalah pembunuh. Kesan jahatnya sama sekali tidak ada," polos Yedam.

"Aku yakin ada kisah dibalik semuanya. Terlepas dari itu, Jaehyuk adalah teman kita sekarang. Orang yang bertugas dalam bahaya, pasti memahami pentingnya kawan," lanjut Asahi.

"Kupikir masa lalu Jaehyuk sangat berguna untuk kita," kata Asahi lagi.

"Mungkin hingga kita membunuh Yoonbin. Entah ada apa setelah Yoonbin tak lagi terlihat."

"Oke, cukup. Lihat disana, ada para undead yang menanti. Mari kita tuntaskan ini dengan cepat."

Namun sampai 20 menit kemudian, ketiganya masih terjebak di antara para undead.

"Makin banyak dilumpuhkan, makin banyak pula yang datang," keluh Asahi, masih terus menembaki para undead.

"Membunuh satu dua, lalu datang lagi sepuluh," sambar Jaehyuk, membantu Asahi untuk melempar undead dengan pipa.

"Aku merasa khawatir membunuh mereka yang tampak datang mendekati moncong senjataku. Seperti sangat siap mati," iba Asahi.

"Yah... Mungkin mereka berpikir bahwa lebih baik mereka mati daripada terkurung disini selamanya," kata Jaehyuk.

Cukup lama mereka bertarung. Asahi dengan senjatanya, Jaehyuk dengan tongkat dan pipa, sementara Yedam dengan batu.

Asahi baru saja akan membukakan jalan ketika mereka terkepung, namun dari arah berlawanan seseorang datang, dan itu hal yang bagus karena undead menghindari orang itu.

Beberapa menit kemudian, orang itu tiba di hadapan Asahi, Yedam, dan Jaehyuk.

"Aha. Aku tahu pasti ada orang lain selain diriku. Perkenalkan, namaku Mashiho."

"Salam kenal, Mashiho. Namaku Yedam, yang dingin ini Asahi, dan satu lagi Jaehyuk."

"Senang bertemu kalian. Kalian tak tahu betapa senangnya diriku bertemu kalian hari ini," buka Mashiho sambil tersenyum.

"Kau berbicara seperti penginjil," celetuk Asahi.

"Haha, apa artinya agama disini? Orang yang masuk sini tak akan religius lagi, 'kan?"

"Jaehyuk, kuperhatikan undead tak berani mendekatinya," bisik Asahi.

"Jadi, Mashiho. Katakan padaku mengapa undead tak berani menyerangmu?"

Mashiho terlihat tak percaya, "Undead menyerang? Kalian bercanda?"

"Sepertinya kau tak pernah bertemu seorang pun yang pernah diserang undead. Sudahlah, lupakan saja. Omong-omong Mashiho, apa kau bisa membawa kami ke tempat yang tenang?" tanya Jaehyuk tanpa basa basi. Ia tak nyaman dengan undead, jujur saja.

"Aku mengerti. Aku akan membawa kalian ke gereja itu untuk saat ini."

Setelah berjalan selama satu jam, mereka pun tiba di gereja yang dituju. Yedam masih kagum akan kemampuan Mashiho menyingkirkan para undead tanpa menyentuhnya.

Melalui beberapa interogasi, baik Asahi dan Jaehyuk terus-terusan menanyai Mashiho. Yedam terlihat tak peduli, ia percaya-percaya saja dengan Mashiho sementara Asahi terlihat masih curiga.

Jaehyuk masih bimbang. Jujur saja punya Mashiho sangat menguntungkan, tapi Jaehyuk juga harus waspada.

"Mashiho, kita baru bertemu hari ini, dan jujur saja aku tidak dapat langsung percaya padamu. Jika kau harus mati untuk membantu kami menyelesaikan tugas kami, apa kau mau melakukannya?"

"Ya, aku akan melakukannya," jawab Mashiho tanpa ragu, sontak saja membuat semua terkejut.

"Aku tak pernah menduga jawaban itu," kata Asahi.

"Jujur saja jawaban itu membuatku takut," lanjut Yedam.

"Dan mengapa undead menghindarimu?" tanya Asahi tajam.

"Maaf, tapi aku benar-benar tak tahu. Aku mencoba menanyakannya, tapi mereka bahkan tak mau mendekatiku."

"Apa mungkin jika Mashiho di tim yang sama dengan ...?"

sᴇᴠᴇɴ ᴅᴀʏs - ᴛʀᴇᴀsᴜʀᴇ ᴍɪᴅᴅʟᴇ ʟɪɴᴇ ғᴛ ᴋᴇɪʙɪɴ

- dec's note

aaa maaf banget baru lanjut T-T
beneran lagi hectic rl, ditambah aku lagi ikut beberapa komunitas kepenulisan jadi bukan sok sibuk tapi emang sibuk
apalagi aku kan anak SMA, hhe
rencananya sih hari ini double update, doain aja jadi !

[2] Seven Days: Episode of Asahi ✔Where stories live. Discover now