[2] Day 1 (1/2)

20 3 0
                                    

Ini bukan di ruang interogasi Keita. Jadi ini dimana?

Ini sudah di hari pertama? Kenapa aku terbangun pada dini hari?

Berdasarkan pernyataan Keita, kompas Kematian hanya akan berfungsi bila seseorang mati. Kini aku harus menemukan orang lain.

Tapi.. bagaimana cara menghadapinya?

Jaehyuk duduk termenung, memikirkan segala kemungkinan apabila ia bertemu seseorang nanti. Apa yang harus ia lakukan agar lulus dalam ujian ini?

"Sebagai korban? Ah, aku tidak tahu," monolog Jaehyuk setengah kesal. Ia baru tahu ada kehidupan di ambang kematian seperti ini.

Konyol.

"Kurasa harus menunggu sekarang, dan jika dunia ini seaneh ini, zombie bisa saja keluar setiap saat," monolognya.

Jaehyuk masih terdiam dengan pandangan lurus saat seseorang tiba-tiba menepuk bahunya.

"Hei," panggilnya, membuat atensi Jaehyuk bjatuh sepenuhnya, "Kau juga ikut dalam ujian ini. Namaku Yoonbin."

"Jaehyuk," jawab Jaehyuk singkat. Dunia ini asing, seasing Yoonbin.

"Oh, dingin sekali. Aku suka itu," Yoonbin menunjukkan seringainya, "Dan aku berkesimpulan.."

Yoonbin menyiapkan pistolnya, sontak saja Jaehyuk panik bukan kepalang.

"Apa-apaan?"

Yoonbin terkekeh sebentar, "Kurang ideal, tapi kurasa lebih baik kita bercakap-cakap sejenak."

"Tcih, maksudmu intimidasi bukan bercakap," potong Jaehyuk, sedetik kemudian menutup mulutnya.

"Kau tahu aturannya. Tiap orang punya tugas berbeda. Teruskan, apa tugasmu dan peralatanmu," kata Yoonbin, menaruh kembali pistol di saku celananya, kemudian duduk di hadapan Jaehyuk.

"Dari gelagatmu, aku dapat mengetahui tugas yang kau bawa." Antara sadar tidak sadar, mulut Jaehyuk mengatakan itu.

Sudut bibir Yoonbin tertarik ke atas, "Oh ya? Kau membuatku tertarik. Katakan apapun, yang ingin kau katakan."

"Bagus, aku bisa membuat Yoonbin tertarik jika mengatakan hal yang tepat," batin Jaehyuk sambil menimbang akan berkata-kata apa lagi.

"Kau harus membunuh." Nada Jaehyuk terdengar mutlak, sementara Yoonbin berusaha mengontrol raut wajahnya.

"Hentikan gertakanmu," balas Yoonbin cepat, "Hentikan basa basi ini, dan beritahu padaku apa tugasmu."

Jaehyuk menelan ludah, "...Aku harus pergi ke suatu tempat."

"Baik, pasti akan mengikuti sesuatu, 'kan?"

"Ck, tepat sasaran, sialan," batin Jaehyuk lagi mengumpat.

"Cepat katakan atau..." Yoonbin menggantung perkataannya dan menoleh ke belakang saat menemukan seseorang.

"Yoonbin! Bajingan kau! Ini aku... Kevin! Mati! Matii!!"

Dor!

Yoonbin berdecak ketika Kevin masih berupaya bergerak, jadi ia menarik pelatuknya sekali lagi-

Dor!

-dan membunuh Kevin tepat di depan Jaehyuk.

"Akhirnya tenang juga," dengus Yoonbin, beralih menatap Jaehyuk, "Apa kau kecewa? Tadi itu salah satu kesempatanmu."

"Aku pecinta damai," jawab Jaehyuk cepat, menghindari kontak mata dengan Yoonbin.

"Heh, jangan sok berani. Biasanya saat seseorang menembak atau mati, orang lain di sekitarnya akan terkejut atau takut. Tapi kau sangat tenang."

Jaehyuk membuang napas, "Aku terkejut dengan sikap tenangku."

"Yak! Makhluk macam apa kau ini sebenarnya?"

"Entah," Jaehyuk mengendikkan bahunya acuh, "Tak ada ingatan, bukan?"

"Pft, benar-benar tenang, ya?"

Tiba-tiba jarum kompas kematian bergerak-gerak dan menimbulkan suara berisik.

"Kompas? Kupikir teleponmu," kata Yoonbin sambil melirik kompas dalam genggaman Jaehyuk.

Jarumnya berhenti, dan menunjuk ke arah Kevin mati tadi.

"Oh, kau harus mengikuti arahnya."

"Itu yang kukatakan," jawab Jaehyuk seadanya.

"Tapi, baru saja ia tiba-tiba berhenti? Sepertinya kau punya sebuah syarat.." Yoonbin mulai mengamati sekitar, dan dahinya berkerut-kerut menganalisa.

"Aku tahu benar tentangmu. Kita sama, bukan? Seseorang harus mati agar kompas itu berfungsi.." kata Yoonbin menyimpulkan, kini melipat tangannya di depan dada.

"Tugasku adalah menemukan dan membunuh musuh terburukku saat aku masih hidup. Tapi karena aku tidak dapat mengingat, maka aku tak tahu siapa orang itu."

"Lantas, apa itu alasanmu mencoba membuat marah semua orang yang kau temui?" tanya Jaehyuk berani, tak lagi memikirkan konsekuensi kepalanya bisa saja berlubang nanti.

"Kurasa mungkin ada orang yang ingin membunuh orang lain. Lagipula kurasa itu bukan dirimu. Entah kenapa, tapi aku menyukaimu. Aku merasa mengenalmu."

Jaehyuk tertegun.

"Kau benar-benar membuatku marah dan ingin membunuhmu," sarkas Jaehyuk, kemudian memalingkan wajahnya.

"Hei, Jaehyuk. Bagaimana kalau kita bekerja sama? Coba pikirkan. Soal kebangkitan ini, aku harus membunuh seseorang, dan kau butuh seseorang untuk mati. Tahu cara kerjanya?"

Jaehyuk menimbang-nimbang sesaat. Salah satu keputusan sedikit saja, itu bisa jadi berakibat fatal.

Jadi menurut kalian, Jaehyuk pilih iya atau pilih tidak?

sᴇᴠᴇɴ ᴅᴀʏs - ᴛʀᴇᴀsᴜʀᴇ ᴍɪᴅᴅʟᴇ ʟɪɴᴇ ғᴛ ᴋᴇɪʙɪɴ

- dec's note

hai, semuanya!
maaf aku baru
lanjut lagi sekarang

lama banget balikin
mood buat nulis,
enggak tau deh kenapa

tiap chapter hanya akan
mengandung sekitar 600
sampai 800 an kata, dan
belum termasuk little
note dari aku, hehe

jadi, maaf kalau tiap
chapter pendek pendek
dan dibagi bagi ke dalam
beberapa part

but, i hope you like it!
jangan lupa kritik saran
serta vote comment dari
kalian, supaya aku bisa
lebih semangat!

terimakasih banyak!

[2] Seven Days: Episode of Asahi ✔Where stories live. Discover now