Divanka menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali, rasanya ia ingin menjambak rambut Dowoon yang tersenyum puas karena merasa dirinya telah menang dari kemalasan Divanka. Dengan sangat terpaksa Divanka bangkit dari posisi duduknya, ia melipat tangan didadanya lalu memberikan tatapan sinis pada sang kakak.


“Gue enggak mau tahu, sampai sana lo jajanin gue es krim.” ucap Divanka.

“Siap! Lo mau beli sama standnya sekalian enggak masalah buat gue, blackcard punya gue? Lo yang pegang, nih!” ujar Dowoon yang diakhiri memberikan blackcardnya sendiri pada Divanka.


Divanka tersenyum puas melihatnya, dengan cepat Divanka meraih kartu berharga tersebut dan menciumnya berkali-kali. Jarang sekali sosok Yoon Dowoon itu mentraktirnya, jadi ini adalah kesempatan langka untuknya agar ia gunakan dengan baik.


“Ya udah, gue sama Divanka siap-siap dulu. Oh iya, kalau mau makin rame, kabarin aja teman-teman kamu, Van,” ucap Jae.

“Siapa? Brian sama Jane?” tanya Divanka.

Baru saja Jae hendak angkat bicara, namun Dowoon malah memotongnya, “PLEASE, AJAK JANE. GUE LAMA ENGGAK KETEMU DIA!” teriak Dowoon.


Senyum jahil Divanka langsung keluar ketika mengingat kalau Dowoon itu menaruh perasaan pada Jane, dan anehnya dia tak berani mengutarakan perasaannya itu pada Jane. Aneh, ‘kan? Alasannya karena takut ditolak katanya.


“Oh, masih berharap rupanya.” ejek Divanka.

“Oalah setan, mati lo, Van!” sentak Dowoon.


---


Disinilah Divanka dan Jae berakhir, yaitu di Dufan. Divanka tak pernah menyangka jika weekend kali ini tanpa ada planning apapun, langsung main gas saja. Ya, seharusnya Divanka tak perlu heran, kakak-nya dan juga suami-nya itu kaya, wajar kalau tanpa aba-aba, bahkan biasanya Dowoon siangnya ada di rumah, pas sore dia ada di Malaysia.


“Gebetan gue mana? Mana, mana, mana?” Sangat terpaksa Divanka melayangkan sebuah jitakan di kepala Doowon, karena pria itu terus membual tanpa memikirkan apa-apa. Sedangkan Jane, tersenyum malu-malu melihat Dowoon yang masih menyukainya.


Ya, siapa sih yang tak suka dengan sosok Dowoon? Hanya saja, Jane ingin melihat keseriusan Dowoon padanya maka dari itu ia belum menerima ajakan kencan Dowoon. Anggap saja Jane jual mahal, karena sebuah jawaban dari wanita itu memang mahal dan berharga, ‘kan?

Tak lama kemudian, muncul Sungjin dan juga Brian yang baru saja selesai memarkirkan mobil dengan rapih. Cuaca hari ini cukup mendukung, cerah dan lumayan bisa membuat berkeringat jika mengelilingi dufan selama dua jam.


“Silau banget, untung gue pakai sunscreen, kalau enggak bisa luntur keputihan gue.” gerutu Brian.

“Emang sejak kapan lo putih?” tanya Dowoon yang terkesan mengejek di telinga Brian.

“Enggak usah diperjelas kampret!” omel Brian.

“Udah, jangan pada fight. Enggak baik, let’s go kita masuk.” ajak Sungjin lalu mendahului kerumunan heboh itu tanpa memperdulikan tatapan Jae dan Divanka yang terheran-heran dengan English language Sungjin.

“Kok bisa kamu terima dia jadi Sekretaris kamu?” tanya Divanka dengan kening berkerutnya.

“Ya, mau gimana lagi, cuma dia kriteria yang cocok di kantor.” balas Jae.


Divanka menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menyusul Sungjin yang sudah berjalan didepan, disampingnya ada Jane yang terus-terusan memeluk lengan Divanka, karena Jane bertugas untuk menjaga Ibu hamil ini. Itu pesan dari Jae.


“Gue baru tahu kalau ada cogan lagi, gue jadi suka,” bisik Jane.

“Siapa maksud lo?” tanya Divanka.

“Sekretaris suami lo.” balas Jane.


Otomatis Divanka menganga dan tak percaya kalau Jane jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Sungjin. Ya, tidak heran, Sungjin itu tampan bahkan sangat, tubuhnya ideal sekali. Kepintarannya jangan ditanyakan lagi, selain di giat bekerja, dia juga bisa memimpin rumah tangga dengan baik.


“Kalau lo suka sama Sungjin, gimana nasib kakak gue?” tanya Divanka.


PLAK


Jane tersadar, ia cengengesan kearah Divanka lalu berucap, “Sorry, tapi Sungjin beneran tipe gue banget. Ya Tuhan, kok bisa sih ada manusia yang benar-benar tipe gue banget?” ungkap Jane.


Sudah hal wajar kalau Jane jatuh hati pada pria tampan, bahkan di kampus dia dikenal sebagai gadis mata keranjang. Tampan sedikit saja langsung ia kejar, tapi berakhir ditolak tentunya. Disinilah Divanka heran, kenapa Jane ditolak? Padahal visual Jane tak main-main, sangat cantik.


“Enggak usah lebay. By the way, lo enggak pernah naksir gue gitu?” timbrung Brian.

“Dih, lo emang apaan? Kentang basi kek lo, mana mau gue. Oh, atau lo kali yang suka sama gue, betul enggak?” terka Jane.

“Itu mulut sembarangan kalau ngomong. Lo enggak lihat siapa disamping lo?” tanya Brian.

Jane mengerucutkan bibirnya, tampak berpikir lalu menunjuk Divanka. “Vanka maksud lo?” tanya Jane.

“Itu lo udah tahu. Tapi gue mundur, karena kalau gue maju yang ada entar gue ditinju suami-nya.” gerutu Brian.


Divanka terkekeh pelan mendengarnya, lalu dengan cepat meraih tangan kanan Brian untuk ia genggam. Jadilah ia ditengah diantara kedua sahabatnya ini, Divanka tak lagi kaget kalau Brian tiba-tiba berucap seperti tadi, itu sudah biasa untuknya.


“Masa lo takut sama Jae? Dia kurus gitu,” bisik Jane.

“Gue enggak takut sama dia, tapi kalau dia mukul tuh pasti tulang doang yang bikin gue sakit.” balas Brian.

Divanka mengangguk setuju, lalu berucap, “Kalau ngomong suka jujur.”

“By the way, aku dengar loh disini.” timpal Jae.


Detik itu pula, Jane dan Brian lari menjauh demi menghindari amukan Jae.


***


Bersambung...

Gaje? Maafkan diriku gais, gak ada ide huhu..

Maaf jika ada salah kata atau cerita tydak menarik

Jadilah pembaca yang menghargai penulis dengan cara Vote+Komentarnya ditunggu

Terima kasih dan sampai jumpa 🙏❤️❤️


Park Jaehyung : Not Mine? (Jae DAY6) [Completed]Where stories live. Discover now