33.Selamanya tetap pelanggar

Start from the beginning
                                    

Nara malas-malasan bangkit. Juna tertawa puas. "Streaming ceye terussss tugas nomer paling ujung," sindirinya. Bibir Nara monyong-monyong menyumpahi.

"Mau, Jun?" tawar Rai.

"Makasih Ra," tolak halus Juna dengan seutas senyum simpul. "Udah ketemu birunya?"

Sebagai balasan Rai mengangguk, wajah sebalnya kembali terlihat lebih jelas. "Bukan birunya, biru gess," tegas Rai.

"Eh?"

"Sekalipun Ra udah berjuang besar sampe membelah bumi kalau orang lain yang biru mau hasilnya tetep sia-sia kan Jun? buang-buang tenaga buat apa, kaya nggak ada tugas lebih penting aja," jawab Rai agak ketus.

Jelas respon Rai membuat Juna ber-wah kagum, jujur Juna selalu suka pola pikir Rai, selalu bisa menepatkan di saat-saat yang tepat. Juna mengangguk dengan kekehan kecil. "Jadi otw move-on Ra ceritanya?"

Rai mengangkat bahu. "Nggak mudah bukan berarti nggak bisa kan Jun?"

Dua jempol dari Juna untuk Rai. "Super Hero di film laga suka datang paling akhir ya, Ra? artinya yang terbaik emang bakalan dateng diakhir cerita," kata Juna. Rai terdiam, itu benar.

"Juna tuh selalu bisa kasih solusi deh, bukannya kata Nara Juna nggak pernah pacaran ya?" Juna yang meminum aqua tersedak.

Tersenyum kikuk. "Cowok yang belum pernah pacaran nggak termasuk cupu kan di pola pikir lo?"

"NGGAK LAH!" balas Rai lalu tertawa. "Itu malah keren menurut, Ra."

"Bunda sama ayah gue cuma punya anak satu Ra, harapan mereka cuma gue. Jadi apapun yang mereka mau gue ikutin, termasuk larangan pacaran dan yeahhh ... itu nggak masalah buat gue," kata Juna dengan tatapan paling tabah yang pernah Rai lihat.

Penjelasan dari Juna membuat Rai sedikit paham kenapa laki-laki di depannya ini selalu ingin yang terbaik dalam segala hal, tuntutan orangtua.

Tangan Rai menepak pelan pundak Juna sambil menampilkan senyuman terbaik. "Semangat ya, Jun."

Sial, Juna salah tingkah sendiri.

********

Hari terus berlalu, Rai memperpadat jadwalnya agar bisa melupakan Xabiru yang semakin lengket dengan Geisha.

Berpapasan dengan Xabiru atau sedekar bertemu saja Rai coba hindari kontak mata, memasang wajah angkuh. Membuktikan jika ia baik-baik saja tanpa sosok 'biru' dihidupnya.

Takdir selalu tidak diduga-duga. Skenario di tangan Tuhan, Rai hanya mengikuti alur. Ia yakin Tuhan memiliki akhir terbaik menurut sudut pandangnya.

Aduh, apes. Pagi ini Rai terjebak di alur berurusan dengan pujaan hati Xabiru.

"Masuk ke barisan, saya nggak mau denger alesan apapun lagi," ucap Rai mutlak tidak bisa diganggu gugat.

Geisha berdecak, wajah dinginnya siap berkelahi jika Rai adalah laki-laki. "Pak Wendi udah nyerah kalau ke gue, lo pake segala ngatur-ngatur," ketus Geisha.

Rai yang menggantikan posisi Pak Wendi karena hari ini semua guru rapat untuk membahas ujian kelulusan mengibaskan tangan tanda tidak mau lagi berdebat. "Jangan egois," sergah Geisha.

"Heh itu yang nggak pake sabuk, masuk barisan! pake dulu!" teriak Rai pada anak laki-laki yang memasuki gerbang, menghiraukan Geisha yang sudah akan meledak.

"Gue cabut," ujar Geisha masa bodo. Rai menahan dengan mencekal tangan anak itu.

"Saya bukan Pak Wendi aturan saya sama beliau beda, tolong di mengerti," ucap Rai tenang namun menusuk.

XABIRU [END]Where stories live. Discover now