"Tetap awasi pergerakan mereka. Jangan sampai Luke tau."

"Baik, Miss. Kalau begitu saya pamit, selamat atas lamarannya dan lekas sembuh, Miss." Tara berucap diiringi dengan membungkukan badan 45 derajat. Lelaki itu berdarah Tiongkok itu memiliki usia 3 tahun lebih tua dibandingkan Luke dan Elana, namun karena dia rasa hutang budinya terlalu besar kepada dua orang itu, Tara lebih menghormatinya.

Elana tersenyum sinis. "Terlepas dari semua yang saya lalui selama 3 tahun ini, apa saya bisa sembuh? Saya bisa jadi perempuan normal?"

"Tentu, Miss, semua akan kembali normal meskipun dengan memakan waktu lama. Saya meyakini itu, Miss."

Elana terdiam dan memikirkan semua ucapan dari banyak orang yang mengatakan bahwa semuanya bisa dilalui, semua akan kembali normal dan baik-baik saja termasuk dirinya. Tidak perduli betapa hancur berantakannya masa lalu Elana, tapi masa depannya harus kembali normal, Junna yang mengatakan itu kemarin.

Haruskah? Haruskah Elana mempercayai ucapan orang-orang disekitarnya?

BRAK.

Pintu dibuka secara kasar, di sana menampakkan tiga perempuan yang sangat dia kenal. Elana mengisyaratkan agar Tara meninggalkannya, dengan ragu lelaki itu pamit dan langsung keluar dari kamar.

"ANJIR LO JAHAT BANGET, ELANA!" Nisa, perempuan yang membuka pintu dengan kasar sehingga suara dentuman menggema di sekitar koridior, Elana bahkan yakin sehabis ini perawat akan datang ke ruangannya.

"Hey, Nis, pelan-pelan ya ampun... kamu tuh mau jenguk atau ngajak ribut," ujar Andin namun tidak digubris.

Nisa berjalan mendekati Elana. "Kenapa lo diem aja? Lo tau, lo tau hampir semua borok-boroknya gue, bahkan gue hampir mati malam itu karena mantan gue, lo paling tau, nggak ada yang gue tutup-tutupin dari lo, gue ceritain semuanya ke elo... tapi kenapa sih, El, lo nggak pernah cerita apapun ke gue." Dia mengatakan unek-uneknya yang selama ini dipendam. "Lo membiarkan gue dan Fira menghakimi lo sebagai orang yang nggak punya hati karena kesombongan lo itu. Gue pikir lo punya semuanya; keluarga, orang tua, disenangi banyak orang makanya lo semena-mena, lo nggak pernah merasakan apapun, kenapa nggak bilang kalau selama ini lo sakit, lo nggak baik-baik aja?!"

Siapa yang akan menebak bahwa Nisa datang dengan emosi yang siap diledakan, dan akhirnya perempuan itu meledak tanpa kenal situasi dan kondisi, tidak hanya itu bahkan dia menangis sekarang, diikuti oleh Fira.

"Kalian lagi syuting drama?" Dari sekian banyak kalimat, Elana mencetuskan sarkasme kepada Nisa dan juga Fira. Bukannya tidak menghargai, hanya saja Elana pun bingung bagaimana dia harus bereaksi? Apakah menangis seperti mereka? Tidak bisa, Elana tidak bisa menangis, tidak mudah, perasaannya sudah terlanjur mati. "Kenapa nangis sih, huh?"

Andin mendekat, "Maaf, Elana, maafin kita... maaf karena udah menjauhi kamu, maaf udah salah menilai. Nggak seharusnya setelah pemakaman Ibunya Fira kita langsung menilai jelek tentang kamu..."

"Kalian minta maaf? Itu bukan salah kalian, semuanya cuman tentang prespektif dan pilihan. Bukan sesuatu yang salah, baik Nisa dan Fira mereka punya prespektif masing-masing tentang kehilangan, dan gue juga begitu. Gue hanya berbicara pada realitanya, karena gue pernah mengalami."

"Apa sih yang bikin lo susah buat cerita, El? Sesusah itu mengelak kalau lo bukan orang yang seperti kita pikirkan? Kalau lo juga punya perasaan, lo juga mengalami hal serupa, lo juga pernah terluka karena kehilangan, sesusah itu ya bilangnya?" Fira kali ini membuka suara, dia ingat betul setiap kalimat jahat yang dilontarkan olehnya kepada Elana saat dipemakaman. Saat itu, dia merasa orang paling terluka di sana tanpa sadar bahwa Elana pun tidak jauh beda, mungkin lebih parah darinya.

SECRETUM OF ELANA || JaehyunWhere stories live. Discover now