PART 21 : Suka Dia?

3 3 0
                                    

"Hidup kalo gak ada tanjakan-tanjakannya bukan kehidupan namanya"
-Dave Gadangga-

"Cinta memang tak harus memiliki tapi cinta layak untuk diperjuangkan"
-Arka Prakasa-

Setelah kejadian tadi di gudang, Mentari langsung kembali lagi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Beberapa siswa yang ada di luar kelas melihat Mentari aneh karena berlari sambil menangis. Karena belum jam istirahat, itu lebih baik karena tidak banyak siswa yang melihat keadaan Mentari seperti itu.

Setelah membasuh muka di wastafel, Mentari menatap pantulan dirinya di kaca.

"Selemah itukah?" gumam Mentari.

Tanpa sadar bulir air matanya menetes tanpa ijin. Sebelumnya, Mentari tidak pernah seperti ini. Apalagi penyebabnya karena laki-laki. Baru pertama kali Mentari mengalami hal ini, dan membuatnya lebih emosional.

Pintu masuk-keluar kamar mandi wanita terbuka, menampilkan sosok sahabat yang paling pengertian untuk Mentari.

"Mentari! Lama banget sih di kamar mandi."

"Eh, i-iya kah?"

"Iya, Mentari. Ga kedenger udah bel istirahat?"

"Hehehe, nggak Mey. Maaf ya."

"Tadi Pak Tedi sampe nanyain, sadar kalau kamu kelamaan di kamar mandi," ujar Meilany, "Aku masuk dulu, kebelet pipis nih, tungguin," lanjutnya.

Mentari tiba-tiba tersenyum, entah untuk hal apa. Tapi yang dia tau, dia tidak boleh menunjukkan kesedihan yang baru saja dia alami.

"Tadi kamu ngapain aja sih? Kok lama banget," ucap Meilany yang sudah keluar dari kamar mandi dan sedang membasuh tangannya di wastafel samping Mentari.

"Kepo."

"Dih, jawaban apaan tuh." Meilany menatap lamat-lamat Mentari.

"Eh, eh, bentar." Meilany menarik keluar kamar mandi, "Kok mata kamu sembab, Tar? Kamu abis nangis?"

"Enggak kok, tadi kelilipan, Mey. Jadi gini," jawab Mentari berbohong.

"Bohong! Jujur aja Mentari, ya ampun."

"Dah ah, ayo ke kantin. Nanti keburu abis jam istirahatnya." Mentari langsung menarik tangan Meilany menuju kantin yang sudah sesak oleh para siswa.

***

Saat bel pulang sekolah, seperti biasanya Mentari selalu menunggu di halte untuk menaiki angkutan umum menuju rumah. Awalnya ada Meilany menemani, tetapi pamit pulang duluan karena jemputan nya sudah datang.

Suara deru motor berbunyi di depan Mentari, Mentari sudah was-was dan hendak berdiri. Tetapi ketika helm full face itu dibuka, dan memanggil namanya, itu berhasil membuat Mentari mematung.

"Eh, i-iya."

"Nunggu angkutan umum ya?" tanyanya.

"Iya, nih," jawab Mentari seadanya.

"Ya udah, bareng gue aja, yuk."

"Eh, sebelumnya makasih, Mario. Tapi enggak deh, jadinya ngerepotin."

"Udah, ayok." Mario sudah duluan menarik pergelangan tangan Mentari, sehingga Mentari tidak bisa menolak.

Sementara dari kejauhan, sepasang mata sedang menatap gerak-gerik Mentari dan Mario. Hatinya bergejolak, antara marah, kecewa, sedih. Belum lagi masalah rumah yang sedang Raja hadapi, semuanya benar-benar membuat Raja muak.

"Anjing."

Raja hendak meninju tembok yang ada di sampingnya, namun dicegah duluan oleh kedua sahabatnya.

Raja BumiWhere stories live. Discover now