PART 7: TENANG

33 10 3
                                    

"Kamu ngapain ngikutin aku terus?"

Tidak ada jawaban, cowok di sebelahnya itu tak kunjung menjawab. Mentari menepuk pelan bahu orang tersebut, hingga sesaat kemudian ia tersadar dari pikirannya yang pasti tidak bisa Mentari tebak.

"Eh?! Iya, kenapa?"

"Kamu kenapa, sih? Ini jalanan, jangan bengong aja."

"Iya, iya," jawab cowok itu. "Eh, iya, tadi lo ngomong apa?"

Mentari sedikit sebal dengan keberadaan manusia satu ini. Pasalnya sedari tadi hingga kini cowok itu terus saja mengikuti, sedang saat ia ajak bicara benak cowok itu berada jauh entah di mana.

"Kamu ngapain ngikutin aku terus?" Mentari mengulangi sembari memutar bola matanya.

"Ya ... daripada di kelas, boring," aku Raja yang sebenarnya adalah kebohongan. "Mending sama lo. Jalan-jalan."

"Siapa yang mau jalan-jalan?"

"Lah, ini. Abis dari perpus kita muter-muter." Raja menatap heran orang di sampingnya yang tiba-tiba berhenti sejenak.

"Aku mau ke toilet. Ini mau arah ke toilet perempuan." Mentari berujar serta gerak jari telunjuknya yang mengarah pada sebuah pintu. "Tuh, toilet perempuan, 'kan?"

Raja terpaku dan menelan kasar salivanya. "Lah, iya. Kok enggak bilang, sih?"

"Ngapain juga bilang-bilang ke kamu?"

Lagi-lagi Mentari membuat Raja menelan salivanya yang kering itu. "Ya, biar gue enggak ngikutin lo."

Mentari hanya menganggukan kepalanya atas perkataan cowok bernama Raja. "Kalo gitu aku ke toilet, ya." Ia berlalu pergi meninggalkan cowok yang sedari tadi berada di sampingnya.

Mentari segera masuk ke salah satu bilik kamar mandi, ia memilih bilik ketiga, entah apa alasannya, barangkali karena pintunya terbuka sedang yang lain tertutup. Ia segera melaksanakan panggilan alam tersebut. Setelahnya, ia menyempatkan diri sebentar untuk berdiri di depan cermin yang terdapat di paling ujung—tempat berganti pakaian. Dari pucuk kepala hingga ujung sepatu, tidak buruk, hanya saja baju dan dasinya sedikit berantakan. Tangan Mentari bergerak lihai, merapikan apa yang perlu dirapikan, dan itu tidak memakan waktu lama.

Kakinya menapaki setiap lantai menuju pintu keluar toilet perempuan, hingga tibalah di koridor. Ia menolehkan ke kanan dan ke kiri, sosok itu tidak menampakkan batang hidungnya. Mungkin saja orang itu sudah kembali ke alamnya, lagi pula Mentari ini adalah kesempatan ia untuk lepas dari cowok itu.

"Baaa!"

Suara yang tiba-tiba muncul itu sukses membuat Mentari terlonjak kaget. Ia hampir saja jatuh ke belakang atas ulah si pemilik suara. Benar-benar menjengkelkan.

"Kamu!" pekik Mentari.

"Ha ... ha ... ha ...." Raja tertawa gembira atas reaksi Mentari.

"Gak lucu tau!" desis Mentari sebal.

"Ha ... ha ... ha ...." Raja masih tertawa meski sudah sedikit reda. "Maaf, ya, Tar."

"Udah, ah! Aku mau ke kelas, kamu jangan ngikutin." Mentari berucap dan berlalu meninggalkan Raja.

"Jangan dong, nanti gue juga harus balik ke kelas," ujar Raja sambil menarik tangan Mentari.

"Ya iyalah. Emangnya kamu mau ke mana?"

Netra Raja memutar ke kanan dan kiri. Ia sedang memikirkan sesuatu, tapi ketahuilah itu hanya sebuah muslihat semata. "Ke kelas lo."

"Hah? Yang bener aja, kita 'kan beda jurusan. Dikit lagi bel tau. Jarak kelas bahasa ke MIPA jauh, 'kan."

Raja BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang