21. Pura-pura

197 38 19
                                    

Dinginnya telapak tangan menjalar. Saling bertatapan untuk berkomunikasi. Perasaan campur aduk menguasai. Aruna terdiam beberapa detik sebelum akhirnya memutuskan untuk menyambar tas miliknya. Memutar pergelangan tangan dan menyambut tangan Garen yang masih bergelayut pada miliknya untuk digenggam. Raut wajahnya berubah menjadi lebih tenang dari sebelumnya, sekilas dia menatap Garen sambil tersenyum.

Semua orang menatapnya, tak terkecuali Oza dan Januar yang sedikit mencuri pandang, karena kehebohan yang disebabkan oleh segerombolan anggota band kampus dengan teman-temannya. Garen dibuat kebingungan ketika Aruna dengan menyentak, menarik badannya untuk berdiri, "Tas lo, cepetan," bisik Aruna kepada Garen, mau tak mau dia menurutinya, mengambil tasnya yang berada di atas meja kantin. Aruna pun menarik Garen untuk berjalan di belakangnya, sejenak dia berhenti. Memutar badan memandang teman-temannya yang begitu heran, namun tidak ada yang mengatakan apapun.

"Gua sama Aksa duluan ya, dah." Aruna tersenyum. Namun Bryl yang sungguh tidak mengerti segera memanggil Aruna, ketika perempuan itu berdiri bersama Garen hanya beberapa langkah dari meja Oza dan Januar yang masih setia mencuri pandang.

"Mau kemana? Baru pada kumpul masa udah cabut duluan?"

"Nge-date?" jawabnya sedikit lantang dengan raut wajah yang tidak begitu yakin, namun tak urung senyumnya melebar. Garen membulatkan matanya, menatap Aruna yang tidak sedikit pun melirik ke arahnya. Tidak ada kata yang terucap dari Garen, bibirnya kelu, tubuhnya bergerak tanpa permisi, menuruti perempuan dengan tinggi yang sama sekali tidak mencapai bahunya. Garen kehilangan kendali atas dirinya. Secepat angin dia berpikir, hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Dan kemudian tidak dibiarkannya pikiran Garen melanglang buana mencari jawaban. Sudut bibir Aruna terangkat kembali, tersenyum pada Bryl dan melambaikan tangannya. Tanpa memedulikan ekspresi terkejut seluruh isi kantin yang secara tidak sengaja maupun yang sengaja mendengarkan itu, Aruna mempertahankan genggaman tangannya pada Garen dan menarik laki-laki itu untuk segera pergi dari sana. Sebelum iris mata orang-orang menusuk dan mencabik tanpa ampun.

Keadaan kantin yang sempat hening karena sedikit-dikitnya tontonan yang diperlihatkan dengan sengaja oleh Aruna, kini kembali ramai dengan perbincangan di setiap sudut. Beberapa orang mencemooh Aruna maupun Garen, separuh lagi bertaruh mengenai hubungan Aruna dan juga Garen yang sama sekali bukan menjadi urusan mereka, dan sisanya sedikit penasaran namun banyak tidak pedulinya. Tak terkecuali dengan Oza yang saat ini berbincang dengan dirinya sendiri dalam hati, tentang hal-hal yang hampir dia prediksi dan tentang bagian yang terlewatkan.

Selanjutnya yang paling mencolok adalah segerombolan yang ditinggal oleh Aruna, di antaranya ada teman-teman Garen, Bryl, dan juga adik Garen. Karena hening melanda tiba-tiba pada mereka. Sejenak matanya saling bertatapan mencoba mencerna kejadian yang baru saja berlalu, sampai akhirnya Nata membuka suara, "Lo udah tau Bryl? Mereka berdua...?" ada jeda sebentar di akhir kalimatnya, merasa tidak yakin.

Bryl menggeleng, dia melemparkan tatapannya pada Dewa. Semua pasang mata yang ada di meja panjang tersebut pun mengikuti. Dewa yang segera mengerti situasinya, menegakkan badan dan melambaikan kedua tangannya sambil menggeleng, layaknya orang yang tertangkap basah, "Sumpah gua juga kaget barusan."

"Lo kan serumah sama Garen, tetangga Nana. Ya kali lo nggak tau, De?" Alpa menimpali perkataan Dewa yang segera disanggah dengan gelengan kepala, lagi.

"Serius. Bang Garen sama Nana kalau di rumah berantem mulu. Tadi pagi aja masih rusuh perkara sandal Nana disembunyiin sama Bang Garen, abis itu gantian Nana nyopotin drumset Bang Garen dan ngebawa snare drumnya doang ke ka—"

"Oke cukup, gua percaya."

"Gua juga."

"Sama."

Kita [ WENYEOL ]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ