8. Khawatir.

130 66 7
                                    

Hari ini adalah malam terakhir kegiatan MOS, semua peserta diperintahkan untuk mencari kayu bakar untuk api unggun, termasuk Ara dan juga Keyla yang sudah banyak menenteng kayu bakar, untuk Misyella, gadis itu tidak diwajibkan untuk mencari kayu bakar, karena saat ini ia adalah tingkat A.

"Siapa yang sakit?" tanya Razka.

"Jie, badannya panas," jawab Fadil.

"Anak itu, yaudah gue kesana, lo ambil alih tugas gue," ucap Razka, yang disetujui oleh Fadil.

Samar-samar Ara mendengar percakapan kedua seniornya itu. Ara merasa cemas, ia khawatir dengan kondisi Jie, ia pun akhirnya pergi menyusul Razka ke tenda milik Jie, memastikan jika laki-laki itu baik-baik saja. Bukan! Bukan memastikan, Ara benar-benar khawatir, bahkan ia ingin menemani Jie, memberikan pertolongan untuknya.

Ara telah sampai ditenda milik Jie, bersamaan dengan keluarnya Razka dari dalam, kedua mata mereka beradu pandang.

"Ngapain lo disini?" tanya Razka.

Ara merasa gugup. "A-aku temennya Jie Kak. Boleh aku temenin Jie?" tanya Ara sedikit menundukkan kepalanya.

"Nggak perlu, panitia juga bakal ada yang nemenin Jie, jadi lo bisa ikut kegiatan api unggun," ucap Razka.

"Uhuk, uhuk. Aku butuh Ara kak," tiba-tiba terdengar suara serak Jie dari dalam, mendengar suara lemah Jie saja rasanya Ara ingin menangis.

"Tapi Jie?"

"Dia temen aku kak," ucap Jie lagi, namun kali ini suaranya benar-benar lemah, membuat Razka akhirnya merasa kasihan dengannya.

Razka melirik Ara. "Oke, lo bisa nemenin Jie, rawat dia, panitia juga bakal nemenin kalian berdua di luar, jangan macem-macem sama Jie, dia masih dibawah umur!" perintah Razka.

"Baik kak," ucap Ara.

Setelah kepergian Razka, Ara segera masuk kedalam tenda Jie, laki-laki itu tidur dengan jaket tebal yang melekat di badannya. Ara mendekat kearah Jie, gadis itu memegang dahi Jie yang tampak panas.

"Ya ampun Jie, demam kamu tinggi," ucap Ara sangat khawatir.

"Tadi udah dikasih obat sama panitia, nanti juga reda panasnya," ucap Jie.

"Kenapa kamu nggak izin aja buat pulang Jie, aku benar-benar khawatir," ucap Ara.

"Besok kan udah pulang Ra," ucap Jie tersenyum tipis.

Ara tak membalas ucapan Jie, gadis itu mulai mengompres dahi Jie, itu adalah pertolongan pertama saat ini, agar demam Jie setidaknya mereda walaupun sedikit.

"Ara, kamu mirip bunda aku. Kalau aku panas, bunda pasti bakal ngompres aku, terus ayah bakal beliin martabak buat aku, karena kalau aku lagi demam aku nggak nafsu makan, tapi kalau makan martabak aku suka," ucap Jie, tersenyum tipis.

Ara tersenyum mendengarnya. "Orangtua kamu perhatian banget ya sama kamu, aku seneng dengernya," ucap Ara.

Jie tersenyum. "Iya," ucapnya.

Sesaat terjadi keheningan, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing, sampai suara dengkuran halus dari mulut Jie terdengar, ternyata laki-laki itu sudah tertidur.

Semesta Bercerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang