23. Turn Back Time

Start from the beginning
                                    

Jeno lantas menoleh pada Nancy yang menangis terseguk-seguk. Bahunya yang bergetar hebat membuat Jeno merasa kasihan dan akhirnya menarik gadis blasteran itu ke dalam pelukannya. Tangan besar Jeno mengusap punggung sang gadis dengan pelan.

"Maaf," gumaman Jeno yang lirih masih dapat terdengar ke telinga Nancy. "Gue harap lo ngerti. Kita masih sama-sama muda, anak cuma jadi hambatan buat lo dan gue nantinya. Bayangin dimana temen-temen lo masih bisa kemana-mana dengan bebas sementara lo sibuk ngurusin anak. Finansial kita juga masih ditunjang keluarga, kita bahkan belum siap sama sekali jadi orang tua. Tapi paling utama, anak itu bakal jadi korban keegoisan kita nanti."

Nancy mendongak untuk menatap Jeno dan mendorong sedikit dadanya. "Ini emang kebodohan kita berdua, ada sebab dan ada akibat dari setiap perbuatan. Tapi gue nggak kalah hancur, Jen. Luar dalam rasanya sakit. Jangan bebankan semua ke gue."

Nancy melepas pelukan Jeno dan menghapus air matanya dengan telapak tangan. "Lo emang ngasih gue duit lima ratus juta. Buat lo rasanya mudah, karna setelah ini lo bisa bersikap seolah nggak terjadi apa-apa. Lo kembali bebas sama seperti sebelumnya. Tapi gue? Gue harus nanggung semua rasa sakitnya sendiri. Lo kira gugurin anak nggak beresiko? Fisik dan mental gue yang rusak, Jen. Gue pihak paling dirugikan disini."

Jeno menghela napas lagi, membuang puntung rokok yang tersisa setengah dan menginjaknya di lantai. Kemudian menepuk pelan kepala Nancy.

"Tolong setelah ini, jangan muncul lagi dihadapan gue dan yang lainnya demi kebaikan lo. Tolong pergi yang jauh, ke tempat dimana lo bisa nenangin hati dan pikiran lo tanpa harus ketemu bajingan kayak gue. Di tempat yang baru nanti, gue harap lo nggak jatuh ke lubang yang sama. Jangan jatuh lagi ke laki-laki brengsek yang cuma bisa nyakitin lo."

Jeno memasukkan tangannya ke kantung celana. "Kalau duitnya kurang, chat gue. Gue bakal tambah 500 juta lagi buat hidup lo di tempat yang baru. At least gue masih sedikit bertanggung jawab supaya hidup lo nggak sepenuhnya sengsara." Kemudian berbalik dan melangkah pergi.

"Kenapa lo bisa sejahat ini ke anak lo sendiri? Semua omongan lo rasanya enteng banget tanpa dipikir ulang "

Perkataan Nancy membuat langkah Jeno terhenti. Ia menengok ke belakang dan melirik sekilas perut Nancy, kemudian tersenyum tipis.

"Lo yakin itu anak gue? Bukannya sebelum tidur sama gue, lo tidur sama Renjun?"

••••

Nancy menghentikan mobilnya di sebuah klinik yang jauh dari ramainya kota. Daerah pinggir kota yang kontras dengan tempat dimana Nancy selama ini tinggal dan bersenang-senang. Begitu sepi dengan dataran yang masih berupa tanah merah juga rumah-rumah kecil tanpa bangunan raksasa. Waktu mulai menunjukkan pukul lima sore, tepat waktu sesuai janji yang telah dibuat sebelumnya.

Setahu Nancy, daerah pinggir kota seperti ini masih diisi oleh anak-anak yang bermain bersama. Sepak bola, layangan, atau sekedar kejar-kejaran khas bocah. Namun sore itu benar-benar sepi, hanya ada satu dua motor yang lewat atau sepeda tua dengan pengendara yang tak kalah tuanya. Klinik ini seperti tersembunyi.

Namun Nancy tak ambil pusing. Ia segera melangkah masuk bersamaan dengan mobil lain yang memasuki pekarangan dan parkir tepat disebelah mobil Nancy. Gadis itu menoleh dan mengernyit saat melihat kendaraan yang tidak asing baginya.

Ia benar-benar terkejut saat sosok Rafisqi Hyunjin keluar dan mendekat kearahnya dengan santai.

"F-Fisqi?"

Hyunjin tersenyum tipis. Tangannya meraih pergelangan tangan Nancy dengan lembut. "Ikut gue sebentar, yuk? Ada yang mau ketemu lo."

"Gabisa," Nancy menggeleng. "Gue ada urusan. Lagipula lo ngapain kesini, hah? Tau dari mana lo tempat beginian?"

My Stupid Brothers ✔Where stories live. Discover now