Bagian 47 // Happy 200k🎀

Start from the beginning
                                    

"Iya Bunda, kalian hati-hati ya--"

"Jagain Vian ya, udah mulai sering hujan, udah mau UAS lagi kan? Jangan sampai Adek kamu sakit, kalau dia mau balapan atau nongkrong sama teman-temannya, kamu cegah aja ya, demi kebaikan dia."

"Iya Bunda Rizky paham kok."

"Awas kamu Ky, jangan aneh-aneh ... kontrol diri kamu."

Rizky terdiam, ia mengangguk paham meskipun dirinya sendiri sadar bila sang Bunda tidak akan melihat apa yang ia lakukan.

"Udah ya Bunda, kami mau pulang dulu, ini hujannya sudah mau reda ...."

Tidak lama kemudian telepon dimatikan oleh Bunda, membuat Vian menatap Rizky sepenuhnya lalu mengernyitkan dahi pertanda heran.

"Jadi berangkat hari ini? Oh iya ... kan ayah sama bunda pergi tuh Ky, gimana kalau kapan-kapan kita jalan ke pasar malam, beli arumanis ...."

Rizky menengok ke luar, sebenarnya tidak bermaksud untuk mengabaikan Vian.
"Udah mau reda, ayo pulang, masih banyak banget yang belum Iky kerjain Vi."

Vian mengangguk, mereka hanya berteduh sebentar di sana. Memang begitu, hujan tiba-tiba datang, tiba-tiba besar, dan tiba-tiba reda lagi.

***

"Keramas ya, air hangatnya udah aku siapin."

Vian terkekeh, "baik banget sih jadi Abang, makin sayang deh."

Kini Rizky yang terkekeh, "kan calon pacar Vi, hehehe."

Vian terkesiap, apakah Rizky benar-benar menaruh rasa padanya?

"Vian mandi dulu ya Ky, jangan ngintip!"

Rizky mengangguk paham, lelaki itu kemudian duduk di kursi belajar Vian yang entah kapan sudah ada di sana. Biasanya di depan meja belajar hanya ada satu kursi, yaitu miliknya saja, tetapi kini ada dua, bertambah dengan milik Vian.

Rizky tersenyum, selama ia mandi ternyata Vian sedang membaca buku serta merangkum beberapa kalimat yang penting.

"Lo beneran niat buat berubah ya Vi?"

Tulisan Vian sebenarnya cukup rapi, tetapi Rizky sering kali melihat buku pelajarannya kosong, karena ia senang sekali membolos. Rizky juga agak heran, Rama dan Johan terbilang cukup pandai, malahan ... di simulasi UNBK kemarin nilai mereka juga tinggi. Rio dan Yudha juga pandai, meskipun begajulan, tetapi mereka tidak keluar dari lima besar di kelas mereka. Memang hanya Vian yang parah.

Jangankan masuk sepuluh besar, masuk duapuluh besar atau tigapuluh besar di kelasnya saja, Vian tidak. Ah ... bahkan ia juga tidak masuk tigapuluh lima besar, padahal siswa di kelasnya hanya ada tigapuluh enam.

Tingkat kebodohan Vian sepertinya memang sudah parah sekali. Entah karena memang bodoh, atau dia yang enggan untuk berusaha.

"Vian harus buat ayah bangga, kasian ayah punya anak gak guna kayak begini. Kalau Vian sampai di D.O dari sekolah, nanti di D.O juga dari rumah, kan kasihan Rizky gak punya teman ribut."

Rizky tersenyum sambil membaca note yang Vian tulis dan tempelkan di tembok depan mereka.

Vian sepertinya masih polos, perlakuannya spontanitas dan sesuai dengan nuraninya. Bila Vian tidak bergabung dengan teman-temannya, mungkin lelaki itu akan tumbuh menjadi seseorang yang lebih baik. Dan bukannya tidak mungkin, Vian akan semakin banyak disukai, bukan karena paras manisnya saja, tetapi karena perilaku dan kecerdasannya juga. Ya, Vian sendiri pernah bilang, kalau dulu ia pandai.

"Ky, kita bikin perjanjian dulu yuk ...."

Tiba-tiba Vian datang, lelaki itu sudah mengenakan kaos tipis berwarna putih serta celana olahraga SMP. Ia langsung duduk di samping Rizky, kemudian membuka buku dan berhenti di lembaran yang kosong.

CUTE (BAD) BOY || BxB || SOONWhere stories live. Discover now