Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

Bab 7

69.4K 10K 413
                                    

ALANA

"Alana, bisa bicara sebentar." Bu Livia, dosen mata kuliah Fashion Business menahanku saat hendak keluar kelas karena perkuliahan baru saja usai.

"Oh, baik Bu." Aku mengangguk, lalu mengisyaratkan pada sahabatku Devi agar jalan duluan. Devi mengangguk, lalu melanjutkan langkah, sementara aku berbalik mendekati meja Bu Livia. Jantungku berdebar penuh antisipasi. Biasanya kalau Bu Livia ingin bicara, pasti ada kesempatan menarik yang akan ditawarkan, entah itu kesempatan mengikuti lomba design atau fashion show. Aku selalu senang terlibat dalam berbagai event karena dapat menambah wawasan dan juga pengalamanku dalam dunia fashion.

"Alana, ada kesempatan menarik yang ingin saya tawarkan sama kamu." Bu Livia memulai. Nah, benar, kan.

"Kesempatan apa, Bu?" Mataku berbinar menanti kelanjutan ucapan Bu Livia.

"Apa rencana kamu setelah lulus nanti, Alana?" Bukannya menjawab, Bu Livia malah mengajukan pertanyaan yang membuat keningku berkerut. Jawabannya tentu saja menikah dan membuka butikku sendiri, tapi kenapa bibirku terasa kelu, nggak mampu mengucapkannya.

"Saya belum tahu, Bu." Akhirnya malah jawaban itu yang terlontar.

Giliran kening Bu Livia yang berkerut. "Oh ya? Seperti bukan Alana. Kamu mahasiswa paling fokus yang pernah saya kenal. Kamu selalu punya goals dan akan berusaha sekuat tenaga mencapai goals itu. Jadi agak aneh mendengar kamu belum punya goals untuk masa depan kamu."

Aku menghela napas panjang mendengar ucapan Bu Livia. Seperti bukan Alana. Ya, aku sendiri kurang menyukai diriku yang sekarang.

"Saat ini ada beberapa goals untuk masa depan saya yang saling bertentangan, Bu. Jadi saya sedang mempertimbangkan masak-masak mana langkah terbaik yang harus diambil," jelasku.

Bu Livia mengangguk paham. "Dalam hidup, kita memang selalu dituntut untuk menentukan pilihan. Memang tidak mudah, saya paham itu. Tapi saat ini sepertinya saya terpaksa harus membuat ini semakin tidak mudah buat kamu."

Aku menatap Bu Livia bingung. Bu Livia hanya tersenyum, lalu menyodorkan sebuah map padaku. Aku meraihnya dengan hati penasaran.

"Saya ingin menambahkan pilihan lain yang saya rasa sangat layak dipertimbangkan untuk masa depan kamu. Bukalah." Ucapan Bu Livia membuatku semakin penasaran. Perlahan aku membuka map itu dan terpaku saat melihat isinya.

"Itu tawaran beasiswa penuh untuk melanjutkan program magister di Parsons School of Design New York. Hanya untuk satu orang mahasiswa berprestasi. Kalau kamu tertarik, saya akan merekomendasikan nama kamu." Bu Livia menjelaskan, sementara aku hanya bisa menatap tak berkedip pada katalog sekolah dan berkas-berkas lainnya yang ada di dalam map. Gambar gedung megah Parsons yang menghias bagian depan katalog seakan memanggil-manggilku untuk datang.

Wow, ini adalah kesempatan yang luar biasa. Kalau bicara tentang fashion, New York tentu saja adalah salah satu kota yang langsung terlintas di benak. Dan Parsons adalah sekolah fashion yang bisa dibilang terbaik di New York, biaya pendidikannya juga sangat mahal.

Well, Daddy mungkin nggak akan keberatan mengeluarkan biaya sebesar apa pun untuk pendidikanku, tapi masalahnya untuk bisa diterima di sana tidaklah mudah. Mereka benar-benar memilih orang-orang yang berbakat. Jadi memperoleh kesempatan sekolah di sana tanpa harus mengeluarkan biaya tentu saja adalah pencapaian yang sangat luar biasa. Aku sampai nggak tahu harus berkata apa dan hanya bisa ternganga menatap Bu Livia.

"Two years of fashion design & society program. Program ini bertujuan untuk mendidik desainer menjadi seorang entrepreneurs. Kamu akan mendapatkan pengalaman langsung tentang industri fashion. Mereka punya koneksi dengan komunitas desain internasional, baik itu desainer ternama, brand-brand kelas atas, you named it. Ini kesempatan yang sangat luar biasa menurut saya," lanjut Bu Livia. Menurutku juga sangat luar biasa. Aku excited sekaligus kalut. I mean, bagaimana dengan rencana pernikahan?

Friends Don't KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang