1. Recruitment

8 3 0
                                    

Perutnya keroncongan sedari tadi, terus menerus menimbulkan bunyi, nggak nyaring sih. Tapi malu-lah kalau-kalau ada yang dengar. Sebab ia tak sendiri disini, banyak anak-anak lain yang sama-sama mengantre demi sesuap nasi.

Sebagian orang keluar dari kedai ini dengan senyum merekah, sebagiannya lagi masih dengan raut kecut menahan gejolak di perut, –ya, seperti gadis ini. Dan beberapa orang lain, masuk –lalu mengantre, lagi.

Sudah dua puluh menit berlalu, dan nomor antreannya belum dipanggil. Masih sepuluh antrean lagi untuk benar-benar mendapatkan makanan. Seramai dan sefavorit itu memang.

Kedai ini menyajikan berbagai makanan bergizi, walaupun sebenarnya tergolong biasa saja, namun cukuplah untuk memenuhi nutrisi. Ada tahu, telur, sosis, tempe, ikan laut, ayam dan nasi tentunya. Biasa saja 'kan?

Ya.. bisa dibilang biasa saja sih. Masih sama seperti kedai-kedai lain yang menjual makanan serupa. Namun, ada perbedaan di sajiannya. Kedai ini tergolong unik, sebab semua lauk pauk yang dijual disajikan dengan cara dibakar. Makanya kami menjuluki kedai ini dengan sebutan 'Kekar', alias kedai bakar. Hehe.

Letaknya yang memang strategis, patokan harganya pun tergolong sangat murah. Garis bawahi ya, sangat murah, ingat!. Pantaslah menjadi rekomendasi favorit mahasiswa berkantong tipis seperti kami ini.

Trang!!

Bukan suara piring jatuh dan pecah. Itu suara notifikasi handphone. Ada pesan dari.. emm, Rumi?

Rumi~

Psen ap, Nik? Abis ini aku mju, 2 lngkah lg. Cpt bals.

Manika P

Oh, oke. Tlur sma sosis ye.

Gak berselang lama, notifikasi berbunyi lagi.

Rumi~

Nghokey.

Dengan senyum merekah, Nika –panggilannya– keluar dari kerumunan dan mengembalikan nomor antrean ke kasir. Setelah itu, bergegas keluar dari kedai dan kembali menghirup udara segar setelah kurang lebih tiga puluh tujuh menit berebut oksigen dengan manusia lain.

"Haahhh... akhirnya!" Nika menoleh segera dan mendapati raut Rumi yang seperti isi semangka, merah sangat. "Yeay!, makasih Rumi!" seru Nika.

Rumi mengangguk, "Ngomong-ngomong habis ini mau kemana, Nik?"

"Abis ini mau ngumpulin berkas pendaftaran, sih." Menunjukkan sekumpulan kertas di tasnya, "Kalau kamu?"

"Mau tidur aja, sih. Ehehe."

"Langsung pulang?"

"Hm, lagian udah nggak ada kelas. Mager banget di kampus, panas." Mengibaskan tangannya di muka.

"Haa!" tangannya reflek menepuk pundak Rumi "Dasar mageran,"

"Yaudah deh, sampai ketemu di kos, Rum!"


***


"Permisi, kak." Ujarnya sambil menganggukkan kepala.

"Ya? Ada yang bisa dibantu?" ramahnya.

"Hm, ini kak.. mau ngumpulin berkas recruitment himpunan. Benar disini 'kan kan?"

Mengangguk, "Benar, masuk aja dik. Taruh di atas meja yang itu ya," tunjuknya pada meja dengan setumpukan berkas yang agak berantakan.

Nika manumpuk berkasnya di atas berkas-berkas yang lain, "Banyak banget yang daftar. Ntar kalau nggak masuk gimana ya." Keluhnya mellihat betapa banyaknya yang ingin juga bergabung sebagai pengurus himpunan. Tidak heran sih bila Maba lebih aktif dibanding Mama, alias mahasiswa lama.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 30, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BEST PARTWhere stories live. Discover now