4. Keresahan Alfin

54 6 0
                                    


Alfin merasa tidak tenang, sudah dua hari ia tidak melihat Leya dan selama dua hari itu pula ia merasa bersalah. Alfin tahu bahwa ia sudah kelewatan, tapi yang membuatnya sangat merasa bersalah adalah kejadian dua hari yang lalu.

Flash back

“Lo gak papa, kan. Nama lo siapa?”  tanya Alfin.

“Radit kak. Gue gak papa, kok. tapi kak Leya,”  jawab pria yang bernama Radit.

“Jangan khawatir, Leya gak akan gangguin lo lagi. kalaupun lo digangguin lagi, lo bisa laporin ke guru, jadi jangan takut,”  balas Alfin.

“Akan lebih baik kalo bisa hadapi sendiri,” guman Radit.

“Apa?” tanya Alfin karena suara Radit terlalu kecil.

“Kak Leya benar. Andai aja gue punya sedikit keberanian, mungkin gue gak akan terlihat lemah dan di ganggu sama anak-anak nakal itu. Gue harus berterima kasih nanti sama kak Leya,” ujar Radit  yang  membuat Alfin semakin bingung.

“Maksud lo?” tanya Alfin.

“Mungkin kakak salah paham. Tapi kak Leya udah nolongin gue tadi, bahkan memberi nasehat buat gue. Meski caranya emang terlihat kasar, tapi gue percaya kalo kak Leya itu baik, gak seperti yang orang-orang bilang. Kalo gitu gue permisi dulu, kak,” ucap Radit seraya meninggalkan Alfin.

Flash back off
    

Bel berbunyi pertanda kelas akan dimulai, siswa-siswi satu per satu memasuki kelas masing-masing termasuk Leya bersama kedua temannya. Alfin sedikit lega ketika melihat gadis itu setelah dua hari tidak melihatnya. Namun kelegaan itu hanya sementara ketika Leya berganti tempat duduk dengan Didi, hal itu semakin membuat Alfin merasa tidak enak karena Alfin yakin Leya pasti sangat marah padanya.
    
“Gak masalah, kan gue duduk di sini,” ujar Didi.

Alfin hanya mengangguk canggung, ia belum terlalu akrab dengan teman-teman sekelasnya, kecuali Leya yang selalu mencari masalah dengannya.

Pandangan Alfin tak pernah lepas dari Leya. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi semacam ini. Alfin tidak ingin terbebani dengan perasaan bersalah, entah siapapun itu orangnya, baik orang yang paling ia benci sekalipun Alfin tidak ingin berutang penyesalan nantinya.
    
“Alfin.”
    
“Alfin!” Alfin tersadar ketika Bu Darin memanggilnya.
    
“Iya, Buk,” jawab Alfin.
    
“Ada masalah? Kenapa kamu tidak fokus?” tanya Bu Darin.
    
“Tidak ada, kok Bu,” jawab Alfin.
    
“Kalau begitu tetap fokus.” Alfin hanya mengangguk menanggapi ucapan Bu Darin.

    
Bel berbunyi pertanda istirahat, seluruh siswa berhamburan keluar kelas sekedar untuk mengistirahatkan tubuh dan otak  mereka, namun tidak dengan Alfin. Otaknya terus memikirkan Leya, bahkan tanpa sadar ia sudah mengikuti kemanapun gadis itu pergi.
    
“Lo mau ngapain,” tegur Didi ketika melihat Alfin berada di depan toilet wanita.
    
“Gu-gue ...” Alfin semakin merasa canggung ketika kini semua orang menatapnya aneh.
    
“Ikut gue,” ucap Didi. Tanpa pikir panjang Alfin segera mengikuti Didi sebelum semua orang beranggapan yang tidak-tidak nantinya.
     
Didi membawa Alfin ke lapangan, entah apa tujuannya Alfin hanya mengikuti pria itu dan duduk dipinggir lapangan.
    
“Gue tau apa yang terjadi sama lo dengan Leya,” ujar Didi.

Pandangannya terus menatap ke arah lapangan. Membuat Alfin mengikuti arah pandangan Didi juga, dan melihat Leya yang sedang bermain basket di sana.
    
“Bu-bukannya-“
    
“Lo kelamaan ngelamunnya, jadi gak sadar kalo Leya udah pergi dari toilet,” potong Didi seakan tahu maksud Alfin. Alfin hanya tersenyum canggung, malu karena ia ketahuan sedang mengikuti Leya.
    
“Gue paham lo selalu beranggapan kalo Leya itu cuma pembuat onar. Tapi Leya sebenarnya baik, kok,” sambung Didi.
    
“Mana gue percaya, apa lagi setelah yang dia lakuin ke gue. Lagi pula gue cuma percaya dengan apa yang gue liat. Dan Leya selama ini selalu melakukan hal buruk dimata gue,” sahut Alfin.
    
“Gue gak nyangkal kalo reputasi Leya emang buruk. Tapi Leya gak pernah gangguin orang selain lo. Lebih tepatnya, Leya cuma membalas apa yang orang lain lakukan. Entah kenapa, dimata Leya lo sangat menarik perhatiannya. Tapi menurut gue, lo gak ada bedanya dengan yang lain,” ucap Didi seraya bangkit dari duduknya.
    
“Maksud lo?” tanya Alfin tidak mengerti.
    
“Lo cuma salah satu dari sekian orang yang tidak mengerti Leya. Tidak, tepatnya kalian tidak ingin mengerti,” balas Didi sebelum akhirnya meninggalkan Alfin.
    
“Emang apa yang harus gue ngertiin dari tu cewek,” guman Alfin semakin tidak mengerti.

Rumor LeyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang