8/10

2.3K 354 37
                                    

Saat hujan itu menyebalkan ...

—————

Kisahnya terukir di dalam memori (Name) saat ia masih kelas 10.

Hari itu hujan begitu derasnya. Dan (Name) yang bodoh, karena memilih
untuk tidak membawa payung meski pagi harinya--saat ia akan berangkat sekolah--langit sudah mendung cukup tebal. Alhasil, ia terjebak di sekolah karena tak bisa pulang.

Sebenarnya bisa saja (Name) memilih nekat pulang melawan derasnya hujan. Tapi saat itu, ia sedang malas. Jadi ia memilih untuk menunggu.

"Loh? (Name) kok belum pulang?" Sosok Duri--teman sekelasnya yang 'miring' gak ketulungan--tiba-tiba datang menghampiri.

"Did your eyes is picek? Gak lihat lagi hujan deres kayak gitu?"

Duri terkekeh polos.

"Yee, jangan ngegas gitu donk, (Name)," komentar Duri kemudian dengan nada jahil. "Kalau gitu, mau pulang bareng? Kamu gak bawa payung, 'kan makanya diem di sini. Aku bawa kok, dan payungnya cukup untuk dua orang."

"Boleh, kalau kau tidak keberatan." Jawab (Name) setuju.

"Sama sekali tidak~!"

Harusnya, hari itu (Name) sadar bahwa teman sekelasnya ini jelas perlu diupgrade dulu otaknya. Agar dirinya tidak berakhir basah kuyup, karena Duri tidak memegang payungnya dengan posisi benar.

"Perbarui otakmu jadi otak manusia dulu, sebelum menawari bantuan ke orang lain!" umpat (Name) refleks menendang Duri yang berjalan di sampingnya.

— × —

"Tik tik tik. Bunyi hujan di atas genting. Airnya turun, tidak terkira. Cobalah tengok, dahan dan ranting. Pohon dan kebun ba-"

"(Name),"

(Name) menghentikan lagunya seketika kala Halilintar menyapanya. Akhirnya, pemuda yang ia tunggu muncul juga.

Yah, walau mereka tak bisa langsung pulang karena keadaan sedang hujan. Dan (Name) tidak bawa payung kala itu.

"Hai, Hali," sapa (Name) tersenyum tipis. "Kamu bawa payung tidak?"

"Oh ya! Aku bawa," Halilintar mengangguk. Lalu segera ia mencari payung lipatnya yang tersimpan di tasnya. "Jadi, kita pulang sekarang saja gimana?"

"Oke!" jawab (Name) senang.

Di tengah hujan, dua sejoli itu berjalan berdampingan. Namun, karena payung milik Halilintar tak cukup besar, bahu kiri (Name) sedikit terkena guyuran hujan karena tidak terlindungi payung sepenuhnya.

'Ah, bahu (Name) kehujanan,' batin Halilintar tersadar. 'Tunggu. Kalau seperti ini, biasanya, 'kan ....'

Tiba-tiba, (Name) merasa payung yang dipegang Halilintar sedikit miring posisinya. Mata (e/c) spontan melirik kekasih gledeknya itu. Dan pada detik itulah, (Name) membelalakkan mata.

Air hujan yang mengalir ke pinggir payung merah Halilintar, sukses lebih membasahi (Name) seperti hujan yang tengah mengguyur mereka saat ini. Dan rasanya, deja vu.

Spontan ...

"Abang dan adik otaknya sama gak benernya!" sebut (Name) refleks menendang pinggang Halilintar karena kesal.

— × —

• Bonus •

"Kok ... aku ditendang?"

"Hali, please gak usah sok jadi cowok romantis kalau dasarnya memang gak romantis,"

"Jahatnya kamu, (Na-ya Gusti ...!"

"Kenapa?"

"Aku lupa belum angkat jemuran pagi tadi."

'Habis sudah warisan bagianmu, Hali.'

—————

... karena ada saja hal ka*pret yang kami alami








*note:
Inspiration prompt on this part

My Bad Girlfriend || BoBoiBoy Halilintar [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang