6. Marka Devananta🌿

599 106 2
                                    

“Nomor selanjutnya Audelia Kasih,” panggil Bu Ambel—guru matematika— sembari menatap Kasih

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


“Nomor selanjutnya Audelia Kasih,” panggil Bu Ambel—guru matematika— sembari menatap Kasih.

Kasih bangkit dari duduknya, dia sedikit melirik ke segala arah. Raut tegang para murid itu masih terpampang di wajah mereka. Pasalnya ada satu nomor tersisa di papan tulis. Bu Ambel pasti akan memilih orang lagi untuk mengisinya.

Bu Ambel tersenyum seraya memberikan spidol kepada Kasih. Matematika bukanlah hal sulit, ada banyak perbedaan sekolah terdahulu dengan sekolahnya sekarang. Sedikit lebih renggang dan tidak terlalu menuntut, tapi Kasih masih bisa memahami pelajaran ini.

“Dan terakhir .....” Bu Ambel menunjuk ke semua murid seperti alunan lagu. Lebih tepatnya alunan lagu yang Bu Ambel nyanyikan sendiri di dalam hati. Tiba saatnya tangannya berhenti, menunjuk ke arah barisan paling kanan. “Marka Devananta. Isi nomor selanjutnya.” Setelah memilih, Bu Ambel langsung duduk ke tempatnya kembali.
 
Tidak memedulikan apa pun, Kasih tetap fokus mengisi soal yang ada di papan tulis. Berbeda cowok bernama Marka, cowok itu terus menatap Kasih dengan tatapan senang. Kasih telah selesai dan Marka masih tetap menatap Kasih. Kedua tatapan mereka bertemu sebelum spidol yang dipegang Kasih jatuh memecah tatapan mereka.

Seperti adegan di drama, kedua insan itu mengambil spidol di lantai secara bersamaan. Pandangan mereka bertemu kembali. Namun, cepat-cepat Kasih menghindari tatapan Marka.

“Saya sudah selesai, Bu,” tegas Kasih dibalas anggukan oleh Bu Ambel, “saya boleh duduk?” Lagi, Bu Ambel mengangguk. Kasih melirik pria itu datar, setelah itu kembali ke tempat duduknya.

“Ada apa Marka Devananta? Kamu kesusahan mengisi soal?” tanya Bu Ambel. Marka hanya diam, memandangi Kasih. Bu Ambel berdehem keras, sontak saja deheman Bu Ambel membuat Marka kaget.

Kasih duduk dengan tenang di kursinya. Entah mengapa, dirinya menjadi gelisah. Degup jantung terdengar membuat kegelisahan Kasih bertambah dua kali lipat. Di dalam hidupnya, Kasih tidak pernah merasakan hal ini. Selama ini Kasih hanya merasa ketakutan, ketakutan dan ketakutan. Apakah hari ini ketakutan Kasih kembali?

Yakin sekali, Cowok itulah yang membuat perasaan Kasih campur aduk sekarang ini. Kemarin Kasih bertemu dengan cowok itu. Cowok di dalam guyuran air hujan, mengeluarkan pesona sebagai sang pencinta hujan.

“Kenapa, Bu?” tanya cowok itu kebingungan. Tatapannya masih tertuju pada Kasih seorang.

Bu Ambel menepuk kening pelan. “Kamu kesusahan mengisi soalnya?”

Cowok itu menggeleng pelan, kemudian berbalik dan mulai mengisi soal terakhir. Dari belakang, Kasih memperhatikan setiap gerak-gerik cowok itu. Lagi, Kasih merasakan sesuatu. Sungguh gila Kasih sekarang. Hanya satu kalimat yang terungkap kemarin, dia—cowok bernama Marka Devananta telah masuk ke dalam hatinya. 

Lama memandang, tatapan mereka—Kasih dan Marka bertemu kembali. Cowok itu melempar senyuman manisnya ke arah Kasih. Tidak ada yang tahu, senyuman untuk siapa itu. Mereka, teman-teman kelasnya hanya tahu Marka tersenyum ke sembarang arah. Betapa sadarnya Kasih akan hal itu.

Rain For KasihWo Geschichten leben. Entdecke jetzt