Part 7

1.9K 70 5
                                    

“Hampir semua orang adalah tahanan atas ekspetasi mereka sendiri yang berlebihan.”
.

.

.

*Allysa POV*

Setelah melarikan diri dari Maya, aku bergegas menuju ke tempatnya. Aku selalu bertanya-tanya apa ini akan baik-baik saja, mengingat Maya akhir-akhir ini seperti sedang menaruh curiga. Sepanjang perjalanan hanya ada aku dan pikiran kosongku, hingga tanpa terasa aku telah tiba di depan pintu.

'Kenapa aku harus memikirkan sesuatu yang tidak perlu.' Batinku.

Aku meraih gagang pintu dan hendak membukanya.

“Seperti yang kuharapkan darimu.” Suara seseorang mengejutkanku dari belakang.

“Kenapa kau berada di luar?” Tanyaku.

“Karna aku baru saja tiba.” Jawabnya singkat.

“Oh.” Sahutku datar.

“Kenapa tidak masuk? cepat buka pintunya!” Ujarnya.

“Seharusnya tuan rumah memperlakukan tamu dengan baik.” Balasku kesal.

“Jadi setelah malam itu aku masih harus menganggapmu sebagai tamu dan bukan milikku?” Ujarnya tanpa dosa.

“Lupakan!” Sahutku dengan pipi yang mulai terasa panas.

Aku mendahuluinya masuk setelah membuka pintu, dan dengan santai membaringkan tubuhku telentang di ranjang miliknya.

“Apa ini? Kamu ingin aku memakanmu hum?” Ujarnya menggoda.

“Entah kenapa ranjang ini membuatku merasa nyaman.” Jawabku asal.

“Kalau begitu tinggal saja di sini, kita bisa hidup bersama.” Usulnya dengan mata berbinar.

“Aku punya firasat buruk jika tinggal bersamamu.” Ucapku meledek.

“Apa-apaan itu, lagi pula hubungan kita akan lebih mudah jika kita tinggal bersama.” Ucapnya kesal.

Hari ini kami hanya berbincang-bincang menghabiskan waktu, entah kenapa itu cukup melegakan. Perasaan manusia itu bisa dalam sekejap berubah-ubah.

.

-

.

*Makima POV*

Hari bekerja selalu terasa melelahkan, terlebih akhir-akhir ini aku sering diminta untuk mengisi kelas tambahan. Jika ini semua bukan karena orang itu, mungkin aku sudah pergi meninggalkan kota ini. Bayang-bayang tentang dirinya selalu menghantuiku, hanya semua tentangnya mampu membuatku merasa hidup. Tapi sekarang tidak lagi, aku justru membiarkan diriku menetap untuk sebuah alasan yang tak pasti.

“Makima sensei, sedang melamunkan apa?” Ujar siswi yang baru kusadari berada di depan mejaku.

“Tidak, saya hanya berpikir bagaimana caranya membuat anak-anak bodoh seperti kalian bisa lulus ujian.” Ujarku datar.

“Ciih..., kami ini tidak bodoh tau! Itu karena aku tidak ingin menunjukkan kepintaranku!” Kesalnya.

Dia adalah salah seorang murid yang mengikuti kelas tambahan, juga siswi yang sangat mengganggu dan menyebalkan, menurutku. Seringkali menanyakan sesuatu yang tidak penting, membahas percintaan, dan semua hayalan omong kosongnya belaka.

“Baiklah Yuna, anak yang tidak ingin menunjukkan kepintarannya saja. Kenapa tidak segera kamu selesaikan semua lembar kerjamu, itu akan meringankan bebanku.” Ujarku enggan menanggapinya.

Bad Story, Bad RomanceWhere stories live. Discover now