Chapter 19

1.5K 383 227
                                    

200 vote + komentar, bisa? Kalo iya, aku double up.

•••

HIDUP itu terus berjalan tanpa sekat yang mampu sedikitnya untuk menghentikan waktu. Keadaan tidak akan tetap di sana saja dengan gerangan memeluk luka yang sama. Waktu dirasanya begitu cepat, hari ke hari beranjak tidak meninggal kesan yang cukup baik. Awan yang dilihatnya cerah, tetapi tidak bertahan lama. Banyak sekali hal di semesta yang mampu merekam keadaan dunia yang penuh dengan tangis dan tawa.

Jeara tahu, bahkan sudah pernah mengatakan sebelumnya, waktu Jeara sudah terlalu lama di buang tanpa dipakai dengan bijak. Waktu itu mahal, bahkan nyatanya Jeara ingin mengulang, pun mengambil lagi waktunya yang terbuang sia-sia. Isi kepalanya penuh sekali, bahkan badannya yang lelah pun tidak Jeara hiraukan. Dari pagi hingga siang bekerja di kediaman Jungkook, pun satu jam sesudahnya harus berangkat ke toko kue tempat kerja Jeara yang lainnya, bahkan pulang nyaris dengan keadaan yang selalu menjemput larut.

Dua minggu sudah Jeara bekerja di tempat yang Taehyung tawarkan, waktunya nyaris bersamaan di kala waktu itu Jeara mendapati Jungkook yang berciuman di balkon kamar. Entah kenapa, Jeara enggan untuk memikirkan lagi, meski hatinya kerap kali merasa sesak dengan perasaan yang kelewat sama. Tepat setelah kejadian itu, Jeara mencoba bersikap biasa saja.

Agaknya Jeara sudah tahu betul, jika Jungkook kali ini yang berlagak untuk menjauhi. Sebetulnya Jeara angkat bahu saja, toh bagus pula jika itu terjadi, Jeara akan terlampau mudah untuk cepat-cepat melupakan perasaannya. Kenapa harus dipikirkan? Biarkan keadaannya kembali seperti semula, di saat Jungkook yang sama sekali enggan untuk berurusan dengannya.

Belakangan ini, sehari-harinya Jeara bekerja seperti biasa, namun pasti lelahnya terasa begitu lebih kentara. Tetapi dengan begitu, tujuan Jeara yang harus lebih diutamakan. Demi kesembuhan ibunya, Jeara akan  melakukan apa saja.

“Aku sudah sampai, Taehyung.”

Jeara berkata seperti itu pada sambungan yang ia buat dengan pemuda Kim di seberang sana. Ponsel yang awalnya berada di samping telinga, kini benda itu sudah dimasukkan ke dalam saku tatkala Jeara yang mengakhiri panggilan dengan senyum tipis yang tertampil.

Pagar besi di halaman rumah, Jeara buka perlahan dengan decitan yang terdengar cukup nyaring. Bahkan bau besi berkarat pun kerap kali meninggalkan jejak pada telapak tangan tatkala Jeara yang kesusahan untuk membuka. Helaan napas itu terdengar pelan tatkala irisnya melirik sebentar ke arah rumah yang berada tepat di samping kediaman.

Tungkai yang berjalan dengan lunglai, Jeara segera melepaskan alas kaki ketika jarinya pun bergerak untuk meniti dinding sebab inginnya menyalakan lampu di sekeliling yang masih terlihat gelap. Tidak seperti biasanya, terkadang Jeara sering mendapati jika rumahnya sudah terang dengan lampu yang sudah dinyalakan. Pikirnya mungkin sang ibu sudah tertidur lebih dulu, hingga tidak menyempatkan untuk keluar dari kamar.

“Ibu, aku pula—YA TUHAN!”

Langkah kaki yang terdengar begitu acak dan rusuh, Jeara dengan segera berlari untuk menghampiri ibunya yang sudah tergelak di lantai dapur dengan beling yang berceceran di samping. Tubuh yang bergetar pun air mata yang sudah terjatuh tatkala mendapati sang ibu tidak sadarkan diri, Jeara dengan cepat meraih acak ponselnya untuk menghubungi Jungkook.

“Aku butuh bantuanmu, kumohon angkat, Jung.”

Tangis yang benar-benar tidak bisa ditahan, Jeara merasakan lemas sendiri tatkala Jungkook tidak mengangkat panggilannya. Tidak ingin menuggu waktu terlalu lama lagi, Jeara dengan segera menghubungi Taehyung untuk cepat-cepat datang ke sini.

REVERSED; JJK ✅Where stories live. Discover now