Chapter 14

1.7K 403 79
                                    

Wahai siders, kalian ngga pengen gitu ikut komen, atau votelah, ngga papa seriusan😀💔

Wahai siders, kalian ngga pengen gitu ikut komen, atau votelah, ngga papa seriusan😀💔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

TIDAK ada yang bisa memilih alur hidup inginnya seperti apa. Tenang semacamnya air, tidak seperti itu, panas semacamnya api, tidak pula seperti itu. Siapa tahu yang terlihat damai ternyata di dalamnya menimbun banyak jerit pesakitan, pun yang di luarnya meraung semacam api, padahal di dalamnya hanya sebatas seorang yang kesepian, hingga membutuhkan sebuah atensi mata yang lebih

Entahlah, takar kesakitan tiap orang berbeda-beda. Tidak bisa semuanya disamaratakan. Membandingkan siapa yang jauh lebih terluka, itu tabiat yang sedikit kurang ajar. Agak kasar memang, tetapi itu memang bukan hal yang baik, bila mana ada seorang yang mengeluh perihal hidup, gerangan yang sebagai pendengar malah menimpali keadaan hidupnya yang seakan jauh lebih sengsara. Katakan saja, itu agak sialan untuk diingat.

Makanya itu, terkadang Jeara lebih memilih untuk membungkam keluh kesahnya seorang diri saja. Terkadang menceritakan apa yang tengah dirasa kepada orang lain itu tidak ada baik sama sekali. Bukan berarti Jeara menutup diri, tetapi ia memang harus memilih, mana seorang yang tulus untuk mendengar, bukan hanya seorang yang berlagak adu banding, atau bahkan hanya merasa ingin tahu saja dengan apa yang menjadi masalah untuk Jeara.

Tiga hari selepas kepulangan sang ibu dari rumah sakit, Jeara masih belum berbicara perihal sakit yang ibunya tutupi selama ini. Jeara masih menunggu kondisi ibunya untuk siap Jeara ajak bicara. Selama itu juga, Jeara meminta ijin untuk tidak masuk kuliah pun ijin untuk tidak masuk kerja terlebih dahulu kepada Jungkook. Meski pemuda itu bilang tidak perlu meminta ijin sekalipun, pasti akan Jungkook iyakan.

“Je,”

Adukan pada sendok yang Jeara lakukan sebab gerangan yang sibuk menyuapin, mendadak terhenti dengan atensi yang melihat ke arah sang ibu. Berdeham sesaat, Jeara dengan lantas mendekatkan diri, pun raut wajah yang mendadak cemas. “Iya, Bu, bagaimana? Ada yang ibu rasakan?”

Gelengan itu terlihat samar dengan kecapan, “Tidak, maafkan ibu yang tidak memberitahumu sedari awal.”

Suara parau yang terdengar, Jeara tidak bisa lagi menahan sesaknya yang sudah sedari tadi ia tahan. Wajah yang terlihat pucat, Jeara tersenyum dengan gelengan yang dilakukan dengan kentara. Hatinya perih sekali melihat orang yang berharga dalam hidup, terkulai lemas dengan kesakitan yang tengah menggerogoti. “Ibu tidak perlu meminta maaf. Seharusnya aku yang mengatakan itu. Kenapa aku bisa-bisanya tidak menyadarinya selama ini. Maafkan aku, Bu. Aku akan bekerja keras supaya ibu bisa sembuh seperti dulu.”

Jeara berkata dengan seruan yang dibuat tidak bergetar. Memang betul, Jeara akan bekerja keras guna mencapai keinginan agar ibunya bisa melakukan proses penyembuhan dengan cepat. Selepas ini, tidak ada kata leha-leha, tidak ada kata lelah, Jeara akan melakukan apa yang sekiranya bisa Jeara lakukan untuk mengumpulkan uang. Meski rasa takut kian mengerubungi, tetapi Jeara tidak bisa berhenti begitu saja.

REVERSED; JJK ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang