Bab 3 - Bentakan Dewa

4.6K 513 50
                                    

Hari ini adalah hari keempat Clara resmi menyandang gelar sebagai pacar seorang Dewa, namun hari ini juga tepat hari ketiga Dewa tidak masuk sekolah tanpa kabar. Para guru dan beberapa siswa bertanya kepadanya tentang alasan Dewa tidak masuk sekolah dan Clara yang tidak tahu-menahu hanya menggeleng.

Kabar Clara yang berpacaran dengan Dewa memang sudah tersebar seantero sekolah. Bahkan, guru-guru tahu tentang hal itu. Tentu saja para guru hapal dengan dirinya yang berprestasi dan terkenal pintar, sedangkan mereka hapal dengan Dewa yang terkenal tampan dan bersuara indah. Ngomong-ngomong, Dewa adalah mantan anak paduan suara.

“Clar, lo serius nggak tahu Dewa kenapa?” tanya salah satu siswa bernama Aji, setahu Clara dia adalah teman sebangku Dewa.

“Nggak,” jawab Clara untuk kesekian kalinya. Dia sudah muak ditanyai pertanyaan yang sama setiap hari selama tiga hari ini.

“Lo pacarnya, masa nggak tahu?” heran Aji.

Ingin sekali Clara berujar kalau mereka hanyalah pacar pura-pura, namun dia tidak mungkin berkata seperti itu, bisa bahaya kalau dia gagal mendapatkan buku Campbell secara cuma-cuma.

“Gue pacarnya, bukan Nyokap atau Bokapnya. Ya jelaslah nggak tahu,” ujar Clara.

Mendapatkan jawaban tidak mengenakkan dari Clara membuat Aji menyerah, dia melangkah kembali ke bangkunya yang berada di barisan paling belakang. Aji tidak habis pikir bagaimana bisa Dewa yang baik dan ramah sekaligus tampan bisa berpacaran dengan Clara, gadis pintar yang menyebalkan.

“Clara.”

Clara berdecak kesal. “Apa lagi sih?” tanyanya tanpa menatap sang lawan bicara, dia tengah fokus mengerjakan soal-soal UTBK.

“Begitu jawaban kamu ketika dipanggil oleh guru?”

Sontak, Clara langsung mendongak. Dia terbelalak ketika mendapati Bu Esti alias wali kelasnya tengah menatapnya tajam. “Maaf, Bu, saya kira tadi teman saya yang bertanya,” ucap gadis itu sembari mengulas senyum. Senyum yang biasa dia berikan kepada orang-orang yang dia hormati seperti para guru dan keluarganya.

Bu Esti mengangguk maklum. “Kamu benar pacar Dewangga?”

Pertanyaan dari Bu Esti membuat Clara terdiam selama beberapa detik, gadis itu terlihat bingung hendak mengiyakan atau tidak. Namun, ketika mengingat kalau banyak yang sudah tahu tentang hubungannya dengan Dewa, pada akhirnya Clara mengangguk.

“Iya, Bu. Memangnya kenapa?” tanya Clara, berusaha ramah.

“Sepulang sekolah nanti, coba kamu jenguk Dewa di rumahnya.”

“Ya?!” pekik Clara dengan mata melotot. Ke rumah Dewa? Yang benar saja!

“Sudah tiga hari ini Dewa tidak masuk sekolah dan tidak ada kabar, dia juga tidak bisa dihubungi. Saya ingin perwakilan kelas ada yang menjenguknya. Kamu bisa kan?” ulang Bu Esti, mengabaikan pekikan kaget dari Clara.

“Saya … sendirian?” tanya Clara setelah menenangkan dirinya dari keterkejutan.

Bu Esti mengangguk. “Tentu saja. Atau kamu mau ditemani oleh yang lain? Nanti saya beri tahu beberapa siswa.”

Menjenguk dengan beberapa siswa? Sepertinya itu pilihan yang buruk. Lebih baik Clara sendiri saja kalau begitu. Sebab jika dia harus bersama dengan siswa lainnya, dia merasa tidak nyaman, apalagi kalau terlalu ramai.

“Saya sendiri saja, Bu,” ujar Clara.

“Baiklah. Saya tunggu besok tentang kabar Dewa,” tutur Bu Esti lantas melangkah meninggalkan ruang kelas.

Clara terduduk lemas di kursinya. Mengapa hidup tenangnya mendadak jadi seperti ini hanya karena dia menjadi pacar Dewa?

***

Ambitious Girl (TAMAT)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz