"Ma, Ela mau di peluk juga dong kaya Adek Rerey." pinta Ela memelas kepada mamanya yang sedang sibuk dengan ponsel di genggamannya. Namun Mama Ela tampak acuh dengan kehadiran anaknya.

"Ma," rengek Ela sambil menggoyangkan kaki Mamanya.

"Lepas!" ketus Mamanya. Ela menggeleng yang membuat Mamanya semakin jengkel.

"Kenapa Ela ga pernah di sayang kaya Adek Rerey? Kenapa Ela selalu di beda bedakan Ma! Dedek Rerey selalu Mama sayang dan Mama peluk. Tapi kenapa Ela gak pernah dapet semua itu Ma? Kenapa Ma? Kenapa?" rengek Ela semakin menjadi-jadi sambil terus menggoyangkan kaki Mamanya. Namun Mama Ela hanya diam tak berkutik sambil terus memainkan ponselnya.

"Jawab Ma, Jawab!"

Plak!

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Chubby Ela. Gadis kecil itu memegang pipinya yang terasa panas dan perih akibat tamparan mamanya.

"KAMU MAU TAU KENAPA? ITU KARENA KAMU ANAK PEREMPUAN! SEHARUSNYA AKU MEMILIKI 2 ANAK LAKI-LAKI. TETAPI, GARA-GARA KAMU, IMPIANKU HANCUR!" bentak Mama Ela murka.

Deg!

Hati Ela mencelos mendengar fakta itu. Sakit? Tentu saja. Anak mana yang tidak sakit hati ketika tak di anggap oleh orang tua nya.

Gadis kecil itu memandang Mamanya dengan mata yang berkaca-kaca. Salahkah ia di lahirkan sebagai anak perempuan? Kenapa dia di salahkan atas apa yang ia sendiri tidak tau mengapa.

"Ada apa ini?"

Seorang pria paruh baya memasuki rumah dan langsung menghampiri mereka. Mama Ela hanya menunjuk Ela dengan dagunya.

Ayah Ela melirik ke arah Ela yang sedang duduk lemas di lantai dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

Plak!

Satu tamparan lagi mendarat manis di pipinya. Ela hanya mampu meringis menahan rasa sakit di kedua pipinya. Namun sepertinya hatinya lebih sakit dari pada 2 tamparan tadi.

"MAU APA LAGI KAMU, ANAK SIALAN? GAK CUKUP BUAT KELUARGA KAMI MENDERITA HANYA KARENA KEHADIRANMU?" teriak Ayah Ela menggebu-gebu.

Ela berpikir sejenak. Ayah dan Mamanya sama saja. Sama-sama tak memiliki hati. Ah, jangan salahkan Ela jika dia kali ini melawan orang tuanya. Salah mereka sendiri bersikap kasar kepada anak berumur 10 tahun.

"JANGAN SALAHKAN ELA KALAU ELA TERLAHIR SEBAGAI ANAK PEREMPUAN! ITU SEMUA TAKDIR! TAK ADA YANG TAU TAKDIR SEPERTI APA YANG AKAN KALIAN TERIMA! DAN ELA JUGA TAK BERHARAP DI LAHIRKAN DI DUNIA INI!" teriak Ela mengeluarkan unek-unek yang selama ini dia pendam. Lega rasanya namun hati Ela masih sakit.

Orang tua Ela langsung bungkam tak tahu harus berkata apa lagi. Perkataan Ela ada benarnya juga. Tapi, karena kebencian mereka lebih besar daripada rasa kasihan, mereka tak memedulikan perkataan anak mereka.

Merasa tak ada jawaban, Ela berlari menuju kamarnya sambil terisak. Dia masih kecil namun mengapa di beri ujian yang begitu berat?

Dokter Rita yang mendengar itu pun merasa kasihan kepada gadis kecil di hadapannya ini. Mengapa anak kecil seperti Ela di perlakukan seperti itu? Apakah benar mereka orang tua?

Ela menangis setelah menceritakan semua itu. Lagi dan lagi dia harus mengingat kejadian yang tak mengenakan dan membuat hatinya sakit. Dokter Rita segera memeluk tubuh rapuh Ela yang sedang menangis sambil mengusap punggung Ela agar tenang.

"Nanti bunda akan mengambil hak asuh mu ya, Sayang," ujar Dokter Rita sambil mengecup pucuk kepala Ela.

"Tapi, apa bisa?" tanya Ela tak yakin.

Dokter Rita tersenyum manis. "Bisa, Sayang. Ela mau 'kan jadi anaknya Bunda?"

"Mau!" Antusias Ela.

"Oh iya, anak Bunda mana?"
Perlahan senyum Dokter Rita luntur digantikan dengan senyuman sendu.

"Suami Bunda meninggal karena kecelakaan beberapa tahun lalu. Kecelakaan itu mengakibatkan Bunda keguguran dan rahim Bunda harus diangkat. Tapi ga pa-pa, 'kan sekarang Bunda punya Ela."

"Maaf, Bunda. Ela gak tahu," sesal Ela karena menanyakan hal yang sensitif.

"Ga pa-pa, Sayang."

"Makasih, Bunda! Ela sayang Bunda." Ela memeluk Dokter Rita.

"Sama-sama, Aziela Yulaika."

-Aziela-


04 Juni 2021

Aziela [Revisi]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin