Aku telpon lagi, masih belum ada jawaban juga.

"Angkat Mii," mohonku setidaknya dengan dia menerima telponku dan berbicara, aku bisa tau dia beneran udah benci atau masih ingin dengar penjelasan aku.

Aku meremat ponsel yang kini masih tertempel di telinga. Ini udah panggilan ke 3 tapi suara Arumi juga belum terdengar.

Aku bergumam, "please angkat Mi."

Tapi sayang kayanya Arumi beneran marah sama aku deh. Mataku kembali berkaca-kaca.

"Huaaa Arumii."

Hiks.

Aku ngebayain muka kecewa Arumi. Aku takut. Arumi tipe orang yang sekali disakitin, dendamnya sampe seumur hidup.

"Gue ga mau pisah sama lo Mi..."

Hiks.

"Maafin gue..."

Aku jadi flashback gimana dulu kita main bareng. Main masak-masakan pakai dedaunan yang ada di lapangan komplek. Dulu kita juga pernah dikejar anjing bareng, gara-gara nantangin anjing itu. Bodoh. Emang di antara kita ga ada yang pinter dikit. Sampe sekarang malah.

Aku terkekeh geli tapi kembali terisak sedih.

Hiks.

"Arumi temen baik gue, dari kecil."

Tiba-tiba ponselku menyala terang. Muncul profil Alya, menelponku. Aku yang terjolak langsung menerimanya.

"Halo Ta!" sosor Alya langsung dari sana.

"Kenapa Ya?"

"Lo tau Arumi ada di mana ga? Gue sekarang lagi di rumahnya nih. Tapi kaya kosong."

"A-Arumi ga ada di rumah?"

"Iya kayanya ga ada. Sepi banget. Tapi wait..."

Cklek.

"Pintunya ga dikunci Ta!" seru Alya lagi.

Bibirku kembali bergetar. Mendengar ucapan Alya barusan, semakin memperkeruh isi otakku. Pemikiran seperti, kenapa pintu rumahnya Arumi ga dikunci? Kalo emang dia mau pergi. Biasanya dikunci kecuali kalo lagi... buru-buru.

Arumi kabur sangking marahnya sama gue?

"Halo Ta? Lo nangis? Gue jadi ikut sedih nih gara-gara suara nangis lo itu. Are you okey?"

Hiks.

"Gue gapapa, Ya." Aku mengedot ingusku yang mau meleleh. "Lo tunggu situ, gue otw. Kita cari Arumi sama-sama ya."

"Oke. Jangan nyetir sambil nangis lo. Galaunya pending dulu!"

Tut

Tut

Aku segera loncat dari kasur. Menyambar kunci mobilku lalu aku keluar kamar dengan tergesa.

Aku melihat Mamah sedang sibuk di dapur. Masak makan siang. Tapi aku lagi males berdebat sekarang. Jadi aku bablas menuju garasi.

Di dalam mobil, aku berkendara dengan sangat ugal-ugalan. Kebut sana-kebut sini, mepet sana-mepet sini, selip sana-selip sini. Pokoknya aku harus tiba di rumah Arumi secepat mungkin.

"Gimana Ya? Arumi udah balik?" tanyaku setibanya di hadapan Alya yang kini duduk di kursi teras rumah.

Dia menggeleng. "Belom. Udah gue coba telponin, ga diangkat sama dia."

Aku menunduk sedih.

"Se-sebenernya Ya, gue mau ngomong sesuatu." Melihat respon Alya yang daritadi keliatan biasa aja, kayanya dia belum dikasih tau Arumi deh. Masalah kedekatan aku dan pak Linggar. Aku berniat kasih tau dia dulu.

Pak LinggarWhere stories live. Discover now