Haechan memejamkan mata dengan perlahan, sedikit meringis saat nyeri pada dadanya kembali terasa. "Lagipula, apa enaknya sih pergi sendirian? Mendingan ramai-ramai jadi seru, atau minimal ajak aku. Jadi aku bisa jagain kamu, jadi kakak yang becus buat kamu."

Haechan sedikit mendusal pada Jaemin, berhati-hati agar tidak menyenggol infus. "Kamu mimpi apa sih, seru banget kayaknya. Nanti jangan lupa kasih tahu aku waktu kamu bangun ya, ceritain semuanya tanpa terkecuali. Jangan-jangan kamu mimpiin aku ya? Mimpiin Adhyaska Haechan yang ganteng dan lebih bertanggung jawab, bisa ngelindungin kamu lebih baik lagi. Ya wajar sih kalau kamu betah tidur, soalnya mimpi sama realita kan jauh hehe."

Haechan kembali mengecup pipi Jaemin, sekali, dua kali, tiga kali, lalu tersenyum tipis. "Bayi kincinya Echan, jangan bobok lama-lama dong." lalu berulang kali menyerang pipi malang itu dengan kecupan ringan. "Echan kangeeenn."

Serangan kecupan itu membuat Jaemin mengernyit terganggu, lalu membuka mata perlahan dan menemukan bahwa Haechan-lah pelaku atas rusaknya waktu tidur Jaemin. "Echan monyet, gue baru tidur sepuluh menit." desis Jaemin saat matanya terarah pada jam dinding, suaranya cukup serak dan dalam. "Gausah lebay, sana balik ke kasur lo sendiri!"

Haechan melempar cengir sok tak berdosa, tidak merasa bersalah telah mengganggu tidur Jaemin. "Ya gua takut lo bablas gitu."

"Mau gue bablas beneran?"

"Mulut!" Haechan menepuk pelan pipi Jaemin. "Ya gue cuma takut anjir."

Jaemin menghela napas pasrah, memahami alasan Haechan begitu takut melihatnya tertidur. Tidak seperti Haechan yang terbangun tiga jam setelah kecelakaan, Jaemin butuh waktu hampir 24 jam untuk membuka mata. Hal yang pertama kali dilihat Jaemin saat terbangun adalah sosok Haechan yang tertidur disebelahnya dengan pipi basah dan jejak air mata baru.

"Takut apa sih? Nggak usah lebay deh."

"Takut lo ninggalin gue."

Jaemin terdiam. Apalagi tatapan Haechan lurus menusuk pada batin Jaemin. Helaan napas terdengar di ruangan VVIP itu.

"Tidur sini sama gue, biar lo enggak makin ngelantur. Lagian lo tuh harusnya banyak istirahat, bukan mikir yang aneh-aneh!" Jaemin mendumal tapi tubuhnya tetap bergeser untuk memberi Haechan ruang di sisi sebelahnya. Haechan menaiki brankar Jaemin dengan hati-hati, mengatur agar infusnya dan infus Jaemin tidak bersenggolan. Lalu berbaring dengan senyum kecil.

"Sempit banget," keluh Jaemin. "Udah tahu kasurnya kecil, tapi malah diisi dua orang. Mana yang satu nggak sadar badan, pula."

"Kan lo yang minta anjir?!"

Jaemin terkekeh ringan, menyampingkan tubuhnya ke kanan dan mendusal pada leher Haechan. Haechan dengan hati-hati mengusap rambut Jaemin, berusaha tidak menyenggol tangan patah sang adik.

"Maaf," bisik Haechan. "Gue gagal ngelindungin lo lagi."

"Lebaran udah lewat, nggak usah minta maaf mulu."

"T-tapi kita kan nggak ngerayain?"

"Oiya."

Sepuluh menit berlalu dalam hening. Haechan tidak berhenti mengusap rambut Jaemin, sementara Jaemin sudah terlelap dengan wajah tenggelam di ceruk leher sang kembaran.

Mungkin karena mereka kembar dan selalu ada satu sama lain, masa pemulihan lebih cepat dari perkiraan. Saling menguatkan untuk sembuh dan bisa kembali menghadapi kehidupan. Eksistensi satu sama lain sudah lebih dari cukup untuk me-recharge energi. Bukankah cara kerja anak kembar begitu ajaib?

Saat Mark dan Renjun kembali, keduanya tersenyum melihat Haechan dan Jaemin begitu nyaman berpelukan. Sebenarnya Mark sedikit ngeri melihat dua adiknya dalam posisi yang cukup membahayakan, tapi ya sudahlah.

My Stupid Brothers ✔Where stories live. Discover now