I. Teka-Teki Dari Doa yang Merdu

Mulai dari awal
                                    

"Selamat datang, Pembawa Mimpi," sambut Dewi Putr demikian lembut. "Harap-harap kau tidak mengkhawatirkan diri sebab harus berhenti mengurusi perputaran fantasi di dalam tidur anak-anak fana barang sejenak?"

Navarra membalas dengan anggukan takzim. "Titah-Mu merupakan kehendak-Nya pula. Karenanya, tiadalah keraguan bagi hamba-Mu ini memenuhi panggilan."

"Seperti yang diharapkan ciptaan-Nya yang begitu patuh." Dewi Hetm bersuara sembari memperlebar senyum. "Kalau begitu pastilah kau paham mengapa Kami mengutusmu kemari. Benar begitu, Navarra si Pembawa Mimpi?"

Kali ini sepasang batu kecubung itu mengerjap.

"Maaf atas kelalaian hamba dalam memahami pesan-pesan tersirat, Yang Mulia. Namun, sesungguhnya benar bahwa saya datang memenuhi panggilan yang diiring dengan kabar dari Ypitar," terang Navarra kemudian.

Ypitar, si Pemantau Kebajikan dan Keburukan, memang sempat menyampaikan kabar yang cukup menggemparkan hati. Betapa tidak demikian, jika itu menyangkut perihal Benih Harapan.

Melalui cerminnya, telah ia perhatian gerak-gerik Benih Harapan dari dasar Kolam Siklus Kehidupan. Kian waktu, makin berani pula ia berenang naik menuju permukaan; sebuah pertanda bahwa ia sudah memilih satu di antara sejuta takdir yang disimpan Pohon Kadaroak.

Ypitar menilai pilihan Benih Harapan ini mendatangkan perihal buruk, tetapi sama sekali Navarra tidak mengerti apa artinya. Pun, alih-alih menerangkan, ia segera menyampaikan titah Dewi Kembar yang kemudian disambut dengan tergegas.

Sungguh, apa-apa yang terjadi perihal hubungan dirinya dan Benih Kadaroak juga merupakan kehendak Sang Pencipta. Akan tetapi, masih saja Navarra tak tahu-menahu mengapa hubungan ini tercipta pula.

Maka menjawab keresahannya, salah satu tangan di sisi Dewi Hetm terulur ke depan. Tampak jelas gelombang dari riak Kolam Siklus Kehidupan menguat atas gerak tangan-Nya, pula lekas seluruh Teratai Fana bergeser ke kanan dan kiri sehingga tercipta setapak jalan di tengah kolam.

Tanpa dititah dengan untaian kata, lekaslah Navarra mendekat. Langkahnya sama sekali tak gentar sebagaimana ia tak takut tenggelam jika ia salah langkah. Dia bahkan sangat yakin kapan ia harus berhenti.

Persis ia buat jarak di hadapan Dewi Kembar, barulah ia berlutut. Enggan ia hirau kepada bagian kaki yang telanjur basah, sebab tujuannya ia tak lebih menerawang ke dasar Kolam Siklus Kehidupan.

Itulah sebuah titik di mana Benih Harapan ditenggelamkan. Ratusan tahun sudah terlewat, pada akhirnya ia telah berenang mencapai tengah. Tanpa ragu, ia pancarkan sinar pula seolah memberi sinyal agar Navarra mampu melihatnya.

"'Terlalu awal' mungkin bukan kata yang tepat untuk ratusan tahun yang sudah terlewat, tetapi Ypitar barangkali benar." Dewi Putr mengutarakan ujaran yang sukses mengangkat pandangan Navarra. "Keputusannya membawa firasat buruk di hati Kami."

"Hal yang lebih mengejutkan, ia merangkai kelopak-kelopaknya sendiri untuk bertumbuh," sambung Dewi Hetm. "Pun, tanpa disangka, warnanya lebih indah dari Teratai Kehidupan milik Putr."

Dewi Putr tertawa ringan atas tuturan Sang Kematian. "Tentu. Memanglah tiada yang bisa menandingi keindahan ciptaan Yang Maha Agung."

Sementara Navarra mengembalikan pandangannya kepada Benih Harapan. Memanglah tampak kelopak-kelopak bening mengitari makhluk mungil itu. Warnanya gemilang, penuh kemilau bagai emas.

Malakh bermanik senada kecubung paham pada akhirnya keputusan macam apa yang tengah dirunding oleh Benih Harapan.

Benih Harapan memilih hidup sebagai makhluk fana.

"Sungguh, segala pilihan Benih Harapan ialah kehendak-Nya pula," lirih Navarra. "Betapa hamba memahami keresahan Yang Mulia akan segala jalan pikir Ia yang Dijatuhkan Dari Surga terhadap makhluk manis ini."

SeeressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang