17

18.4K 1.6K 94
                                    

Haechan terbangun dini hari. Ia merasakan sebuah lingkaran tangan yang memeluknya erat tepat di atas perutnya. Ia bisa merasakan nafas teratur dari seseorang berhembus di lehernya. Tanpa perlu banyak menebak, sudah dipastikan orang itu adalah Mark.

Tidak ingin mengusik tidur Mark dengan gerakan pelan Haechan membalikkan tubuhnya. Hingga kini tubuh Haechan berhadapan dengan Mark. Haechan sedikit menurunkan tubuhnya dan mensejajarkan wajah mereka.

Saat Haechan terbangun tadi, ia mencari Mark karena tidak ada di kamarnya. Ia pikir pria itu masih berada di lingkungan mansion namun Eric berkata kalau tuannya telah pergi sekitar pukul 11 malam lalu.

Dan sekarang pria nya telah pulang dan tidur bersamanya.

Haechan memandangi wajah damai Mark. Pria itu berkali lipat lebih tampan saat terlelap. Tidak ada mata yang tajam dan dingin kepada siapapun. Tidak ada perkataan pedas yang keluar dari bibir tipis itu. Tidak ada juga wajah datar yang sangat menyeramkan. Yang Haechan lihat saat ini adalah reinkarnasi dari dewa tampan yunani.

Ia memberanikan diri untuk menyentuh rahang tegas dan kokoh milik Mark. Pipinya bersemu merah kala membayangkan kalau saja ia mempunyai keturunan dari Mark. Pasti ia akan berdoa kepada Tuhan supaya pahatan indah wajah Mark menuruni anak mereka.

Namun semua itu tidak akan pernah terjadi. Haechan masih rutin mengonsumsi pil pencegah kehamilannya–tunggu, dia belum meminum obatnya. Rasa panik yang menyergapnya membuat Haechan lekas bangun dari tidurnya. Tanpa memperdulikan Mark yang bisa saja ikut terbangun sebab pergerakannya yang tiba-tiba.

Mark membuka matanya ketika mendapati Haechan yang terbangun. Sejujurnya ia telah terjaga saat wanita itu membalikkan tubuhnya. Namun ia memilih untuk tetap terpejam. Menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh wanita itu.

Tidak mengetahui jika Mark telah membuka matanya, Haechan masih sibuk mencari botol kecil yang berisi obat kontrasepsi miliknya. Rasa paniknya semakin bertambah ketika tidak menemukan botol tersebut. Ia berpikir untuk mengingat-ingat. Takut jikalau ia lupa meletakkan sembarangan.

Percuma, Haechan tidak mengingat apapun. Karena ia selalu meletakkan botol tersebut di laci nakas. Ia bukan tipe orang yang sembarang menaruh sesuatu.

Kepalanya berdenyut sakit. Haechan sangat ceroboh tapi ia tidak akan sepanik ini kalau saja hari ini bukan masa suburnya. Kemungkinan untuk hamil sangat besar.

"Mencari ini hm?"

Tubuh Haechan seperti tersiram oleh balok-balok es saat Mark memeluknya dari belakang dan memperlihatkan sebuah botol kecil di genggaman tangan besar pria itu. Dagu pria itu juga bertengger di bahu sempitnya.

"B-bagaimana bisa?" lirih Haechan dengan heran.

"Berikan padaku Mark," pinta Haechan. Kekehan kecil Mark membuat rambut halus di leher Haechan meremang.

"Tidak. Biarkan salah satu dari mereka bersemayam di tempat yang semestinya."

"Mark..."

"Kau tidak ingin mengandung keturunan Jung?"

"Tidak Mark. Ingat perjanjian di antara kita." tolak Haechan.

Bukan itu alasan utama seorang Haechan menolak untuk mengandung anak dari Mark. Tapi Haechan hanya ingin mengandung anak dari orang yang mencintainya. Terkait pernyataan cinta dari Mark sore tadi di akhir percintaan panas mereka, jujur saja Haechan masih meragukan cinta pria itu. Walaupun Haechan memang mencintai Mark, setidaknya ia harus memastikannya terlebih dulu. Ia tidak ingin menyesal di kemudian hari ketika perjanjian mereka berakhir nanti.

"Persetan dengan perjanjian, Haechan-ah." Mark melepaskan pelukannya. Ia menitah Haechan untuk berbalik.

"Berikan aku alasan kenapa harus aku yang mengandung anak darimu?"

Vad [END]Where stories live. Discover now