๑ Bagian 2 ๑

88 57 42
                                    

۝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

۝

Yogyakarta. Tidak hanya kotanya yang istimewa, tetapi juga kenangan yang tersimpan di dalamnya. Kenangan indah tentang seorang lelaki bernama Daniel Alfiandi Kristantus. Semua orang memanggil lelaki itu dengan nama depannya, Daniel, atau terkadang juga Dani. Kecuali Rana. Entah mengapa, menurutnya nama 'Alfi' lebih cocok untuk manusia satu itu.

Baru saja Rana menginjakkan kaki ke tanah ini, nama Alfi sudah menjadi pusat perhatian di otaknya. Tidak, tidak, ucapnya untuk mengalihkan perhatian. Ia segera menarik kopernya dan bergegas mencari taksi. Kebetulan sekali ada sebuah taksi tanpa penumpang yang parkir di depan. Ia segera menghampiri.

Ia mengetuk kaca mobil itu dan menyebutkan alamat lengkapnya setelah kaca diturunkan. Namun sopir taksi itu tampak bingung.

"Mbak bukan yang pesan lewat aplikasi ya?" Sopir taksi itu menatap layar ponselnya sembari menyocokkan dengan alamat yang disebutkan Rana. Rana membuka kacamata hitamnya dan syal yang menutupi sebagian wajahnya. Kini hanya selapis kain masker saja yang melapisi wajahnya.

"Oh harus pakai aplikasi ya, Pak?"

"Iya, Mbak." Ucap bapak itu sembari menengok ke arah Rana. Bapak itu menatap Rana intens seperti sedang memindai barcode. Rana yang merasa tidak enak segera minta maaf.

"Yasudah kalau begitu saya permisi dulu, maaf ya, Pak, saya nggak tau kalo harus pakai aplikasi."

Rana memakai kembali kacamatanya. Baru saja ia akan pergi, sopir taksi itu menghentikannya. "Tunggu, Mbak."

Sopir taksi itu turun dari mobilnya.

"Mbak Rana ya? Saya ndak salah lihat kan, Mbak?"

Rana bingung sekali. Ia rasa ia tidak menyebutkan namanya, bagaimana bapak ini tau? Tunggu, apa mereka pernah bertemu? Ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia merasa tidak pernah bertemu dengan bapak ini. Apalagi dengan wajah yang tertutup oleh masker, Rana semakin sulit mengenali bapak ini.

"Mbak lupa ya sama saya? Saya Joko, Mbak. Eh, sudah Mbak masuk aja, saya antar."

"Tapi, penumpang Bapak?"

"Sudah, saya cancel aja ndak papa. Sini, Mbak, kopernya saya bawakan."

Rana seperti tersihir dengan ucapan bapak itu. Ia menuruti begitu saja tanpa ada penolakan sama sekali. Lagipula ia juga penasaran bagaimana bapak ini mengetahui namanya sementara dirinya saja merasa tidak pernah bertemu.

"Mbak, rumahnya tetep yang dulu, kan?"

"Bapak tau rumah saya?"

"Astaghfirullah, Mbak bener-bener lupa sama saya ternyata. Kita ngobrol sambil jalan aja ya, Mbak, takutnya ditegur kalo kelamaan di sini." Rana hanya mengangguk. Lalu, bapak itu mulai mengemudikan mobil. Tak lama kemudian, Pak Joko benar-benar mulai mengobrol. Tepatnya bermonolog sebab Rana lebih banyak mendengarkan.

ALFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang