future (END)

9K 966 102
                                    

chapter ini 2k+ words...
nanti double up ya abis ini

🏜️

timeskip ~ four years later

Pria bersurai hitam itu memandangi tumpukan dokumen pada meja kerja miliknya dengan tatapan kesal. Pasalnya ini sudah lewat jauh dari jam kerjanya, harusnya sekarang dia sudah bisa bergelung di kasur empuk apartmentnya.

Tapi apa mau dikata, senior kejam berkedok malaikat mana mungkin memberinya kemudahan.

Cklek

Pintu ruangannya terbuka, menampilkan pria lainnya dengan surai kecoklatan yang masuk sembari memasang senyum tengil andalannya.

"Ngapain?"

"Mau ngajak maskeran."

"Liat? Gue sibuk."

"Ya, peduli saya apa? Saya cuma mau glowing."

Naresh mencebikan bibir, dia bersandar pada kursi kerjanya sambil menyilangkan tangan di dada memandang kelakuan teman karibnya ini.

"Kok bisa masuk sih?" tanyanya.

"Bisa dong, Echan gitu loh," balas Echan menyebalkan.

Nareshwara Gibraltar, pria manis yang kini sudah berusia dua puluh lima tahun. Saat lulus dari perguruan tinggi, dirinya langsung ditawari untuk bekerja di biro hukum milik mas Kun.

Kalau kalian lupa, Kuntoro Wijaya merupakan konsultan hukum yang namanya sekarang sudah semakin dipandang luas.

Naresh diberi pilihan ingin bekerja di kantor mana, Yogyakarta, Surabaya, atau Jakarta. Dan pilihan Naresh jatuh pada Jakarta.

Meskipun kota metropolitan satu ini menyimpan banyak kenangan kelam baginya, tapi tidak menutup sisi terang lain yang juga tersimpan dibaliknya. Hal selanjutnya yang membuat Naresh memilih Jakarta adalah pekerjaan sang mamah. Dia tidak tega melihat Yuna harus repot bolak-balik Jakarta-Jogja untuk bekerja dan menemaninya dirumah.

Teman-teman Naresh yang lain juga menyebar setelah lulus, Yanuar kembali ke Surabaya, Renja menetap di Jogja, Saka di Bandung. Hanya Echan yang kebetulan juga mengambil pekerjaan di Jakarta, dia sekarang tinggal bersama kakaknya, A' Hendery atau yang akrab dipanggil Aheng.

"Sampai sekarang gue masih bingung kenapa lo gak kerja di Bandung aja sekalian balik kampung," keluh Naresh.

Echan mendesis, "Nanti lo kangen sama gue, nanti lo kesepian gak punya temen. Emang Naresh suka jual mahal najis banget."

Pria itu duduk pada kursi dihadapan Naresh lalu menunjukan layar ponselnya kepada temannya itu.

"Liat, pemotretan lo kemarin responnya positif banget. Fix kalau lo capek kerja resign aja, jadi model juga bisa udah terjamin," ujar Echan.

Naresh memandangi foto dirinya yang terpampang pada layar ponsel Echan dengan tatapan datar. Itu foto saat dirinya menjadi model dadakan menemani sang mamah.

Naresh menggelengkan kepala, "Gak, makasih. Gue lulusan hukum bakal stay buat kerja di bidangnya. Lagian kalau gue jadi model ntar ada yang ngecap pamor gampang naik karena pengaruh mamah gue. Gak dulu lah, skip."

Echan mengangguk setuju, tatapannya sedetik kemudian langsung terkunci pada sesuatu yang mengalung pada leher Naresh.

"Masih lo pake?" tanya Echan sambil terkekeh pelan.

Naresh menunduk, kancing kemejanya yang terbuka membuat benda itu sedikit terpampang sehingga Echan bisa melihat.

"Ya, mau gimana lagi?" jawab Naresh

arkana ; nominDonde viven las historias. Descúbrelo ahora