𝕎𝕠𝕝𝔽 - 12

Mulai dari awal
                                    

Aku menggerakkan kepala kekanan kekiri dengan cepat. Al terlihat ragu akan jawabanku, raut wajahnya seakan berkata "Apa kau yakin?" Aku yang mengerti yang apa yang dipikirkannya, dengan yakin aku mengangguk.

"Kalau begitu, jelaskan kenapa bocah itu menyebutmu sebagai ibu nya?" tanya Al, dari perkataannya seakan menyiratkan ketidak sukaan nya pada Jack.

Aku tahu Al akan bertanya ini padaku. "Saat aku sedang menyendiri di taman, Carl datang dan membawa Jack. Dia meminta maaf atas kesalahannya waktu itu padaku, tentu saja aku memaafkannya. Dan saat itulah Jack teringat dengan kedua orang tuanya. Aku merasa bersalah padanya, karena semua itu sebenarnya adalah kejahatan yang di lakukan Pack ku,"

Wajahku berubah sendu. "dia masih kecil Al. Dia masih membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya. Lalu ide itu muncul, aku akan menggantikan peran kedua orang tua untuknya." jelas ku.

Al menyimaknya dengan tatapan tidak percaya. "Kau terlalu muda untuk dipanggil Mom, Anna."

Aku beranjak dari pangkuan Al, tanganku terlipat di depan dada. "Apa kau meragukan ku Al?" tanyaku mulai kesal.

"Bukan...bukan itu maksudku, tapi..."

"Aku hanya sedang berusaha menjadi Luna yang baik dan yang di idam-idamkan setiap rakyat Pack, Al. Aku hanya butuh dukungan darimu, itu saja." potong ku. Mengeluarkan semua keluh kesah ku pada Al.

Al berdiri dan memelukku secara tiba-tiba, "Aku tidak meragukanmu sama sekali. Lakukan yang terbaik, aku akan selalu mendukung mu An." ucap Al seraya mengusap rambut ku.

"Ya, i will." Aku membalas pelukannya.

***

Matahari sudah berganti dengan bulan dan aku tengah berkutat di dapur bersama Mama untuk membuat makan malam. Aku memasak steak sedangkan Mama membuat minuman jus.

1 jam kami berkutat, akhirnya aku dan Mama selesai memasak. Lima piring stake tersaji rapi di atas meja berdampingan dengan satu gelas jus jeruk di setiap piring.

"Makan malam sudah siap! semuanya ayo kita makan malam!" teriak Mama kencang memanggil seluruh anggota keluarganya.

Tak lama Carl muncul dan di lanjut dengan Al bersama Ayahnya. Seperti biasa, Al mengecup kening ku kemudian kami duduk bersebelahan. Mama dan Carl duduk diseberang ku dan Ayah Al duduk di kepala meja. Masih dengan ekspresinya saat sarapan kemarin. Datar.

"Selamat makan!" ujar Mama bersemangat. Semua menyahut selamat makan.

Kami pun memulai makan malam dengan tenang, hening hingga suara Ayah Al memecah keheningan. "Jadi kau putri tunggal dari Alpha Raymond?" tanya Ayah Al tiba-tiba.

Tanganku yang siap untuk menyodorkan steak kemulut ku seketika ku urungkan. "I-iya, betul sekali Alpha." jawab ku gugup. Aku terkejut bukan main, karena ini adalah kali pertama Ayah Al berbicara padaku.

Sudut bibir Ayah Al terangkat. "Jangan panggil aku Alpha, karena aku bukan lagi Alpha Dark Wood Pack." ralatnya.

Mataku melirik ke Al, dia hanya mengangguk. "Ah i-iya baik." balasku masih dengan ketegangan.

"Panggil saja Ayah." cetus Mama di sela-sela pembicaraan.

Aku mengangguk paham, "Ah iya Ayah." Dengan senyum lebar ku yang mengarah pada Ayah Al.

"Jadi bagaimana kabar Ray?" tanya Ayah.

Aku terkejut dengan pertanyaannya. Bagaimana bisa, Ayah mengetahui nama panggilan Dad. Oh astaga apa lagi ini?!

Aku memutar otak untuk bisa menjawab pertanyaan nya. "Dad baik-baik saja. kurasa..." Aku menunduk setelah menjawabnya. Entahlah rindu dengan keluargaku mulai muncul kepermukaan kembali.

Al yang melihatku menunduk langsung tergerak untuk menggenggam tanganku. Menyalurkan kekuatan lewat genggam tanganya. Aku tersenyum simpul. Untunglah ada Al yang menguatkan ku selalu.

"Jadi benar, kau kabur dari pack mu, hanya untuk bersama putra ku? dan memilih memutuskan hubungan dengan keluarga mu hanya untuk mate mu?"

Deg!

Terasa seperti tertampar dengan semua pertanyaannya. Tapi itu bukanlah pertanyaan melainkan pernyataan. Dengan susah payah aku menengguk salivaku. Kembali menenggak tubuhku dan dengan penuh keberanian menatap wajah Ayah.

"Ya, bisa di bilang begitu." jawabku penuh keyakinan.

Ayah Al mendengus kecil. "Tindakan yang cukup berani untuk gadis muda seperti mu." lontar Ayah Al.

"Ya, cukup berani dan bodoh!" celetuk Livia.

Aku memejamkan mata sekilas, berusaha menetralkan hatiku yang terus bergemuruh. Rasanya tenggorokanku tercekat, ingin rasanya aku menagis saat ini juga dan merutuki segala kebodohan ku waktu lalu.

"Ya, dan aku tidak menyesal akan itu." balasku penuh keberanian yang muncul begitu saja.

Pelupuk mataku sudah di genangi air mata yang kapan saja siap jatuh. Membuat pengelihatanku memburam, jika satu kedipan mataku maka luruh semua air mata ini jatuh.

"Cih, benar-benar polos. Penyesalan akan selalu datang di akhir. Bagaimana jika memang benar keluarga mu akan membuang mu?"

Braak!

Aku menggebrak meja kuat. Cukup sudah, aku tidak tahan. Bukan ini yang ku inginkan, aku hanya butuh dukungan bukannya malah perkataan yang menurunkan tekad ku. Yaitu menyatukan kembali kedua Pack yang bermusuhan ini.

Aku beranjak dari duduk ku dengan air mata yang sudah lolos jatuh. Aku berjalan keluar ruang makan dan berlari menuju kamar tanpa permisi.

Aku benar-benar lemah. Seharusnya aku tidak menangis seperti ini, seharusnyanya aku menjawabnya dengan berani seperti diawal. Tapi semua perkataannya seakan menggoyahkan mental ku. Hingga berakhir menagis seperti anak kecil.

Aku menyelimuti tubuhku di balik selimut tebal, kamar ini di isi dengan suara tangis ku yang sudah pecah saat sampai di kamar.

Aku mendengar suara pintu terbuka, aku hanya menghiraukannya. Karena aku tahu itu adalah Al. Kurasakan kasur yang ku tiduri sedikit bergoyang, Al ikut berbaring di kasur seraya memelukku dari belakang.

"Maaf atas perkataan Dad barusan, An." kata Al.

Aku menggeleng kuat. "Bukan, ini bukan salah Ayah. Ini salahku, aku terlalu terbawa perasaan." ungkap ku. Aku berbalik hingga mengahadap Al. Kepalaku sedikit mengadah untuk melihat wajah Al.

"Al, aku rindu Mom, Dad dan Hanz." paparku jujur.

Al mengecup kening ku dalam. "Aku akan membicarakan ini dengan Hanz besok," katanya sedikit menjeda. "dan kumohon jangan pikirkan semua perkataan Dad barusan, oke?" lanjutnya.

Aku tersenyum kecil. "Iya, Al." jawabku ragu. Karena sekarang pun aku masih memikirkan semua perkataan Ayah saat diruang makan tadi.

Apa maksudnya penyesalan datang diakhir? Apakah keluarga ku benar akan membuang ku?

Semua itu terus berputar dikepala ku. Aku berharap semua itu tidak benar terjadi. Aku berharap bahwa keluarga ku sangat menyayangi ku, hingga mereka tidak akan sanggup membuang ku. Aku terlalu egois bukan? tapi itu hanya harapan ku.

Aku menguap, rasa kantuk ku akhirnya datang. Setelah menagis tadi, membuat ku lelah.

"Tidurlah yang nyenyak my amour. Good Night." ucapan terakhir yang kudengar dari Al, saat kegelapan mulai menarikku.

𝕎𝕠𝕝𝔽

***

Heyyoo!

Jangan lupa tinggalkan jejak!
-riinputh

[20 Mei 2021]

The Dark WoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang