PART 7: TENANG

En başından başla
                                    

"Ya, emangnya ada masalah?"

"Mau kamu tuh apa, sih?" Mentari berucap setengah memekik, raut wajahnya hampir frustrasi menghadapi cowok satu ini. Kelopak mata Mentari berkedip beberapa saat, atmosfer di sekitarnya berubah dalam waktu singkat. Bayang akan masa lalu memenuhi memori Mentari. Napas memburu, keringat dingin bercucuran, detak jantung tak karuan, sudah tidak bisa dijabarkan lebih luas lagi keadaan gadis itu. Satu hal yang pasti; kalut menguasai Mentari.

Raja yang melihat perubahan Mentari seakan mengerti. Ia membawa gadis itu duduk di bangku yang tak jauh dari tempat mereka berpijak. Namun, Mentari menolak saat Raja ingin memberi uluran tangan. Raja sebenarnya tidak mengerti apa yang terjadi, hanya saja ia mencoba menghargai dan memahami.

"Lo kenapa?" Raja mengaju
kan pertanyaan, tetapi tidak mendapatkan jawaban.

"Gue antar ke kelas, ya?"

Mentari masih membisu, jemarinya meremas gemas rok pilin. Saat-saat seperti ini, yang Mentari butuhkan adalah rangkulan, dalam rangkulanlah Mentari dapat merasa aman. Namun, agaknya itu tidak dapat terealisasi, sebab tak ada bundanya ataupun orang yang ia kenal di tempat Mentari sekarang ini. Tersisa cowok yang menatapnya nanar sekaligus salah satu pemicu onar.

"Tar, gue bawa ke UKS, ya?" Lagi-lagi Raja mengajukan pertanyaan, tetapi kali ini dijawab. Kepala yang bergeleng.

"Maunya apa, Tar?" tanya Raja sekali lagi, kali ini nadanya terdengar mendramatisir. Ia mengacak rambut hitam pekat nan lebatnya, sembari mendengkus kasar. "Ngomong atuh, Neng."

Netra teduh Mentari mengerjap beberapa kali, sesaat setelahnya beradu pandang dengan iris cokelat Raja. Ia seakan merasakan ketakutan sekaligus penenang pada saat yang bersamaan.

"Gimana? Ayo, udah mau bel, nih!" lirih Raja, yang mana itu membuat Mentari memejamkan mata hingga lima detik lamanya.

"Aku mau ke kelas, habis ini ada pelajaran sejarah." Setelah hampir lumutan Raja menunggu, akhirnya gadis satu ini mengeluarkan suara.

"Gue antar, ya? Apa gimana?"

Mentari menganggukan kepalanya. "Terserah kamu."

Dua insan itu bangkit dari posisi duduknya, berjalan menuju kelas Mentari. Yang jalan terlebih dahulu adalah Mentari, sedang Raja mengekor. Bukan tanpa sebab, ini dikarenakan Raja tidak tahu kelas Mentari, jika Raja berjalan di samping gadis itu; tak jarang ia mendahului, tentu Mentari akan kerepotan sebab Raja mondar-mandir seperti setrika.

"XI Bahasa 2," ceplos Raja. "Belajar yang bener."

Mentari sedikit meringis mendengar ucapan Raja, tetapi setelahnya mengangguk. "Iya. Ma-makasih."

"Sama-sama. Gue balik, ya!" Raja memutar tubuhnya, berjalan santai meninggalkan Mentari yang sedang memperhatikan punggungnya yang terbalut seragam putih.

"Eh, kamu ...." Mentari berujar saat Raja berbelok dan hampir menubruk tong sampah.

Kepala Raja sedikit muncul dan ia berucap, "gue punya nama, bukan 'eh' doang."

***

Himpunan mega kelabu berada pada bumantara siang kali ini. Agaknya hujan akan turun, tapi tak menutup kemungkinan ini hanya teduh semata. Prediksi manusia bisa benar bisa juga salah fatal.

Langkah kaki berbalut sepatu converse itu berjalan agak tergesa-gesa, menjejaki setiap inci lantai koridor sekolah. Ia benar-benar tidak peduli dengan kedua sabatnya yang sedang berteriak memanggil namanya. Ketahuilah, ia sendiri pun tak bisa mengendalikan diri pada gerak kakinya ini.

Kepalanya timbul ke dalam salah satu kelas untuk mencari seseorang, tetapi ia tidak melihat batang hidung orang yang dicari. Benaknya timbul spekulasi macam-macam, mulai dari orang itu pulang terlebih dahulu hingga insiden tak mengenakkan terjadi pada orang yang sedari tadi memenuhi otaknya.

Raja BumiHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin