Selalu sama

49.3K 5K 323
                                    

Typo tandain

Gadis cantik dengan mata sembab dan sudut bibir biru bekas di pukul.

Gadis itu menyisir rambutnya yang panjang dan berantakan karena habis di jambak oleh Ayahnya.

"Awss." Gadis itu merintih saat merasa sakit di kepalanya akibat terlalu kuat menyisir.

"Heh, sangat mengenaskan." Gadis itu selesai menguncir rambunya tidak kencang.

Dia duduk di kursi belajarnya, membuka laptopnya.

Dia membuka file foto-foto lama waktu dia berumur enam sampai sembilan tahun.

"Bunda, Em kangen sama Bunda. Em kangen pelukan yang sering Bunda kasih dulu kalo Em ketakutan," lirih gadis dengan suara bergetar.

"Hiks, Em capek harus nangis terus. Tapi kenapa, kenapa Em gak bisa berhenti nangis Bunda?" tanya gadis itu entah pada siapa.

Dia adalah Emelin Roseline Barta. Gadis cantik berusia enam belas tahun, namun di usianya yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya dan menikmati masa mudanya.

Tapi dia, dia harus menjadi manusia kuat.

Kuat fisik dan kuat psikis.

Tok tok!!!!

Emelin terkejut saat pintu kamarnya di ketuk dengan kasar, Emelin menutup laptopnya dan segera berjalan kearah pintu.

"EM!!!"

Tok tok!!!!

"EMM!!!!"

"Iya, sebentar."

Ceklek

Wanita paruh baya menatapnya sengit membuat Emelin menunduk takut.

"A-ada apa Bunda?" tanya Emelin takut.

"Apa yang dibilang sama El bener?" tanya wanita paruh baya itu dingin.

Emelin menggeleng. "Gak Bunda, itu gak bener."

Wanita paruh baya itu mengehela nafas panjang.

"Em, kamu udah besar. Bisa gak kamu jangan bikin masalah!!?? Kamu mau kalo Ayah marah terus sama kamu??!!!" bentak wanita paruh baya itu.

Emelin menahan tangisnya dan diam.

Percuma membalas ucapan wanita paruh baya yang menjabat sebagai Ibu kandungannya.

"Aah!! Sudahlah, tidak ada guna menasihati anak yang gak bisa diatur seperti kamu!!" bentak Bundanya lalu berlalu dari sana.

"Em emang gak guna Bunda." Setelah mengatakan itu Emelin langsung menutup pintu kamarnya.

Dia mengunci pintu kamarnya lalu terduduk bersandar dengan pintu tersebut.

Ibunya mendengar apa yang diucapkan oleh Emelin tadi. Namun saat menoleh Emelin sudah lebih dulu menutup pintu kamarnya.

Emelin menelungkupkan wajahnya pada kaki yang dia peluk.

"Hiks."

_____

Pagi ini Emelin sudah siap dengan seragam sekolah, dia sengaja mengurai rambutnya guna menutupi pelipisnya biru akibat di pukul oleh ayahnya.

Emelin menutup sudut bibirnya yang biru dengan bedak dempul.

"Gapapa hati Em hancur, cukup cuma Em yang ngerasain temen-temen jangan." Emelin tersenyum.

Memang selama ini tidak ada yang tahu betapa tersiksanya Emelin selama ini, bahkan kekasihnya pun tidak.

Akhir Sebuah Kisah (Ending) Where stories live. Discover now